3. Sebuah awal baru

9 1 0
                                    

Beberapa hari setelah Rachel pulih dari sakitnya, ia kembali bersekolah dengan semangat yang membara. Rindunya pada suasana kelas dan aroma buku-buku membuatnya tak sabar untuk kembali. Dengan langkah mantap, ia membuka pintu gerbang rumahnya, tetapi terhenti sejenak saat melihat sosok yang tak asing di teras. Rajaesh duduk di atas motornya dengan ekspresi dingin, membuat jantungnya berdegup kencang.

Rachel merasa seolah-olah dunia indahnya berhenti sejenak. Ia mengira Rajaesh akan memintanya mengerjakan tugas sekolahnya seperti biasanya. "Ngapain lo?" tanyanya sinis, memberikan tatapan ketus yang sudah menjadi ciri khasnya.

Tanpa menjawab, Rajaesh mengulurkan sebuah helm ke arahnya. Rachel menatap helm itu dengan dingin, merasa seolah-olah ia sedang ditawari sesuatu yang tidak diinginkannya. Dengan enggan, ia berbalik dan mulai berjalan menjauh, berusaha mengabaikan keberadaan Rajaesh.

Namun, Rajaesh tidak tinggal diam. Ia menyalakan motornya dan mengejar Rachel, menarik tasnya dari belakang. "Berangkat sama gue," ucapnya tegas, suaranya penuh perintah.

Rachel berdecak kesal. Ia sama sekali tidak menyukai tawaran Rajaesh. Dengan gerakan cepat, ia menghempaskan tangan Rajaesh dari tasnya dan melanjutkan langkahnya, bertekad untuk tidak terpengaruh.

Rajaesh mengangkat sebelah bibirnya, senyumnya menyiratkan tantangan. "Berangkat sama gue atau gue laporin polisi karena udah ngerusak mobil gue?" ancamnya, membuat Rachel terhenti dan membalikkan badannya.

Dengan wajah yang menahan marah, Rachel menatap Rajaesh. Ia tahu bahwa ancaman itu bukan sekadar omong kosong. Dalam sekejap, ia meraih helm dari tangan Rajaesh dan, dengan kesal, naik ke belakang motor.

"Gak ada pilihan lain, ya?" Rajaesh terkekeh. Rachel berusaha menahan emosi yang berkecamuk di dalam hati. Rajaesh tersenyum puas, lalu memutar gas motornya, membawa mereka berdua melaju menuju sekolah.

Saat motor melaju di jalanan yang familiar, Rachel merasakan ketegangan di antara mereka. Suasana hening, hanya suara mesin motor yang mengisi kekosongan. Dalam hati, ia bertanya-tanya tentang apa yang ada di pikiran Rajaesh. Kenapa ia tiba-tiba mengajaknya berangkat bersama ke sekolah? Apakah ia hanya kebetulan lewat atau ada sesuatu?

"Lo tahu? Gue gak suka dipaksa," Rachel memecah keheningan, berusaha mengalihkan perhatian dari ketegangan yang menggelayuti mereka.

Rajaesh menoleh sedikit, matanya menatap jalanan. "Gak ada yang suka dipaksa, Rachel. Tapi kadang, kita harus melakukan hal yang gak kita inginkan."

Rachel terdiam, merenungkan kata-kata Rajaesh. Mungkin ada benarnya. Dalam hidup, sering kali kita dihadapkan pada pilihan yang sulit. Namun, apakah ini salah satu dari pilihan itu?

♡⃛◟( ˊ̱˂˃ˋ̱ )◞⸜₍ ˍ́˱˲ˍ̀ ₎⸝◟( ˊ̱˂˃ˋ̱ )◞♡⃛

Rachel menatap jam tangan di tangan kirinya. Jarum jam menunjukkan pukul 11.30. Hari ini adalah jam terakhir di sekolah, tetapi suasana kelas terasa berbeda. Gurunya sedang sakit, dan mereka hanya diberikan tugas melalui Shera, ketua kelas. Dengan perasaan malas, Rachel menguap, merasakan kantuk yang menggelayuti matanya. Sejak tadi, ia tidak melakukan apa-apa, hanya duduk menunggu waktu berlalu.

Ia melirik ke sekeliling kelas yang tampak kacau. Sekumpulan gadis sedang asyik menggosip di sudut ruangan, sementara beberapa laki-laki bermain kartu dengan suara tawa yang mengganggu ketenangan. Merasa lelah, Rachel menaruh kepalanya di meja dan menutupi wajahnya dengan tangan, berniat tidur sejenak.

Tiba-tiba, suara ketukan di pintu kelas XI IPA 1 memecah keheningan. Rachel mengangkat kepalanya dan melihat Rajaesh berdiri di depan pintu, membawa seplastik kotak bekal makanan dan botol minuman. Shera, yang melihatnya, segera menghampiri Rajaesh dan berbicara sebentar di luar pintu. Setelah beberapa saat, Shera kembali ke kelas dengan plastik yang diberikan Rajaesh.

Memories Rajaesh 2010 (ON GOING) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang