Pagi hari ini, Rachel bangun lebih awal dari biasanya. Suara jam weker yang berdering nyaring membangunkannya dari mimpi indah. Dengan semangat, ia melangkah ke dapur, bertekad untuk memasak makanan untuk bekal sekolahnya. Hari ini, ia memilih untuk membuat ayam goreng kecap, masakan favoritnya yang selalu menggugah selera. Aroma harum dari bumbu yang meresap ke dalam daging ayam membuatnya merasa bangga.Sembari memasak, Rachel meraih handphone-nya yang tergeletak di meja. Begitu membuka aplikasi Instagram, matanya terbelalak melihat banyak notifikasi yang masuk. Ia melihat banyak orang yang mengikutinya dan, yang lebih mengejutkan, ada beberapa tag yang mengarah ke postingan seseorang. Dengan cepat, ia menekan salah satu tag tersebut, dan jantungnya berdegup kencang saat melihat foto dirinya terpampang di layar.
Ternyata, foto itu diunggah oleh Rajaesh. Rachel merasa campur aduk antara terkejut dan marah. Ia tidak pernah memberi izin Rajaesh untuk memposting foto itu. Dalam sekejap, pikirannya dipenuhi dengan berbagai pertanyaan.
Tak lama setelah itu, Rachel melihat komentar-komentar negatif dari para pengikut Rajaesh. Banyak cewek-cewek yang menggunakan akun palsu untuk menghujatnya, mengirimkan komentar-komentar pedas yang membuat hatinya semakin sakit. Rasa marah mulai menguasai dirinya. Semua ini terjadi karena Rajaesh. Dengan cepat, ia mencari nomor telepon Rajaesh yang pernah ia simpan dan menelponnya dengan perasaan yang membara.
"Halo, Rajaesh! Lo ngapain ngepost foto gue? Hapus!" suaranya bergetar, antara marah dan cemas.
"Ga," jawab Rajaesh dengan nada santai.
"Hapus, gak? Gue gasuka, lo malu-maluin gue tau ga?" Rachel berusaha menahan emosinya.
"Lo itu harusnya bersyukur dipost sama orang ganteng kaya gw," jawabnya, nada ejekan terdengar jelas.
"Apaan sih? Gue bilang hapus ya, hapus!" Rachel merasa darahnya mendidih.
"Ga peduli," jawab Rajaesh, nada suaranya tak menunjukkan rasa bersalah.
"TIT." Rachel menutup teleponnya dengan keras, melempar handphone ke sofa. Ia merasa malu dan marah sekaligus. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.
Dengan napas yang berat, Rachel berusaha menenangkan diri. Ia tahu bahwa hari ini akan menjadi hari yang panjang dan sulit. Namun, ia bertekad untuk tidak membiarkan Rajaesh dan komentar-komentar negatif itu menghancurkan harinya. Ia harus menemukan cara untuk menghadapi semua ini, meskipun hatinya terasa hancur.
Rachel melangkah ke sekolah dengan langkah yang berat. Setiap langkah terasa seperti beban yang tak tertanggungkan. Ia berusaha untuk tidak memikirkan apa yang terjadi, tetapi bayangan foto itu terus menghantuinya. Setibanya di sekolah, suasana terasa berbeda. Teman-temannya berbisik dan saling melirik ke arahnya. Rachel bisa merasakan tatapan mereka, dan itu membuatnya semakin tidak nyaman.
Hingga saat jam istirahat, Rachel lebih memilih diam di kelas sambil membaca komik. Ia tidak nafsu makan bekal ayam kecap yang telah ia masak dengan penuh cinta. Bekal itu akhirnya diberikan kepada Nathan yang juga menyukai ayam kecap. Saat ini, Nathan sedang duduk di sebelah Rachel dengan lahap, sementara Rachel sibuk terbenam dalam komiknya.
"Ra, kenapa Rajaesh tiba-tiba ngepost lo? Jadi rame tuh," Nathan bertanya sambil mengunyah.
Rachel menggertakkan giginya, kesal. "Emang gajelas itu orang, tanpa izin gue lagi," ujarnya, nada suaranya penuh kemarahan.
Nathan hanya tertawa kecil. "Iya, Ra. Hati-hati aja, dia kan playboy. Ntar lo naksir lagi," ucap Nathan sambil memberi suapan sendok untuk Rachel.
"Ih, ga akan! Ogah gue," jawab Rachel, berusaha menepis anggapan Nathan dengan nada bercanda.
Tiba-tiba, Rajaesh datang dengan gerakan yang sangat angkuh, seolah-olah dunia ini miliknya. "Nat, ngapain masih di sini? Dipanggil tuh sama wakil kepala sekolah," katanya dengan nada santai
Nathan langsung mengangguk, dengan sesuap nasi yang masih ada di pipinya. "Oke, gue pergi dulu, Ra. Semangat ya!" Nathan bergegas pergi, meninggalkan Rachel berdua dengan Rajaesh.
Rachel dan Rajaesh saling berpandangan. Dalam tatapan itu, Rachel merasakan campuran antara kemarahan dan rasa malu. Ia memutar bola matanya malas dan langsung menaruh kepalanya di atas meja, menutupi wajahnya dengan tangan, bermaksud untuk tidur dan melupakan semua yang terjadi.
Namun, Rajaesh tidak membiarkannya. Ia langsung duduk di sampingnya, membuat Rachel terpaksa mengangkat kepalanya. "Lo kenapa, sih? Kayak nganggep gue angin aja," ujar Rajaesh, nada suaranya terdengar sinis.
"Bukan urusan lo," jawab Rachel, berusaha untuk tidak menunjukkan betapa hatinya bergejolak.
"Lo harusnya senang dipost sama orang sepopuler gue," Rajaesh berkata, senyum nakal menghiasi wajahnya.
Rachel merasa darahnya mendidih. "Senang? Lo pikir ini lucu? Gue jadi bahan omongan karena lo!" Ia berusaha menahan emosinya, tetapi kata-katanya keluar dengan nada yang lebih tinggi dari yang ia inginkan.
"Ya udah, maaf. Tapi lo harusnya bersyukur, kan? Ini bisa bikin lo lebih terkenal," jawab Rajaesh, tampak tidak peduli dengan perasaannya.
Rachel merasa hatinya semakin sakit. "Terkenal dengan cara seperti ini? Lo gak ngerti apa yang gue rasain, Rajaesh!" Ia berusaha menahan air mata yang hampir menetes.
Rajaesh terdiam sejenak, melihat Rachel yang tampak begitu rapuh. "Gue cuma bercanda, Ra. Gak ada niat buat nyakitin lo," katanya, nada suaranya mulai melunak.
Rachel menatapnya tajam. "Bercanda? Ini bukan bercanda, Rajaesh. Ini tentang harga diri gue. Lo harusnya ngerti," ujarnya, berusaha untuk tetap tegar meskipun hatinya bergetar.
Rajaesh menghela napas, tampak sedikit menyesal. "Oke, gue akan hapus foto itu. Tapi lo harus janji, jangan marah sama gue kaya gini," katanya, berusaha mengubah suasana yang tegang.
Rachel memberikan muka ketusnya, tidak mengindahkan permintaan Rajaesh. Ia memilih untuk membuka kembali komiknya dan melanjutkan membaca, seolah-olah dunia di sekelilingnya tidak ada artinya.
Rajaesh hanya bisa menghela napas, merasa kecewa dengan reaksi Rachel. "Ra, nanti pulang sama gue," ucapnya, berusaha untuk tetap bersikap ramah.
Rachel menatapnya dengan tajam. "Gak bisa, gue udah janji sama Nathan," jawabnya tegas.
"Jadi lo lebih milih pulang sama Nathan daripada sama gw?" tanya Rajaesh, nada suaranya mulai menunjukkan ketidakpuasan.
"Iya, kenapa? Gw capek dihujat sama cewek-cewek lo. Lo tahu kan, gw gak suka dituduh jadi pacar lo. Cewek lo kan banyak, kenapa gak sama mereka aja?" jelas Rachel, suaranya penuh emosi.
Rajaesh mengerutkan alisnya, menahan marah. Ia merasa terpojok oleh kata-kata Rachel. "Lo gak ngerti, Ra. Ini bukan tentang itu," ujarnya, berusaha tetap tenang
Rachel tidak menjawab, hanya menatap komiknya dengan penuh konsentrasi, seolah-olah itu adalah satu-satunya hal yang bisa mengalihkan pikirannya dari situasi yang tidak nyaman ini.
Dengan perasaan kecewa, Rajaesh akhirnya meninggalkan Rachel. Dalam hati, ia berkata, "Gue berbuat baik sama lo bukan karena suka, tapi karena gue kasihan. Lo udah miskin, yatim piatu, penyakitan lagi. Gue cuma mau ngebuat lo bahagia sebelum lo mati, Ra."
Kata-kata itu terngiang di telinganya, membuatnya merasa semakin tertekan. Rachel tidak tahu bahwa di balik sikap angkuh Rajaesh, ada rasa peduli yang tulus. Namun, saat ini, semua itu terasa tidak berarti baginya. Ia hanya ingin melindungi dirinya dari rasa sakit yang ditimbulkan oleh situasi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories Rajaesh 2010 (ON GOING)
FanfictionCinta sering kali seperti labirin, kita terjebak dalam perasaan yang saling bertentangan, berusaha menemukan jalan keluar, tetapi semakin dalam kita masuk, semakin sulit untuk kembali. Seperti yang dialami Rajaesh Kavindra terhadap Rachel Natalia...