SELAMAT MEMBACA !!
Malam setelah penemuan pedang, Aurora duduk di tepi sungai yang tenang, memandangi air yang berkilau di bawah cahaya bulan. Dia merasa bingung dan tertekan, memikirkan suara yang terus memanggilnya dan kekuatan yang mengalir dalam dirinya.
Suasana malam yang damai seolah tidak sejalan dengan badai emosi di dalam hatinya. Tiba-tiba, langkah kaki menghentikan lamunannya.
“Aurora!” panggil Kaelan, sahabatnya sedari kecil, menghampirinya dengan napas yang sedikit terengah. “Aku mencarimu ke mana-mana. Apa yang terjadi? Kau terlihat… berbeda.”
Aurora menatap sahabatnya, merasakan kenyamanan didalam dirinya. Dia merasa seolah Kaelan adalah satu-satunya yang dapat memahami beban yang sedang dia pikul. “Kaelan, aku menemukan sesuatu di hutan. Sesuatu yang mungkin bisa mengubah segalanya.”
“Menemukan apa?” tanya Kaelan penasaran, dengan senyum di wajahnya yang perlahan memudar ia melirik ke arah benda yang genggam sahabanya. “Pedang? Apa itu yang kau maksud?
Aurora mengangguk. “Iya, Pedang Terkutuk. Rasanya sangat kuat, Kaelan. Tapi aku juga merasa… takut.”
“Kenapa harus takut? Kau adalah Aurora si pemberani! Ayo ceritakan semuanya,” desak Kaelan, mencoba membangkitkan semangat sahabatnya.
Aurora menghela napas panjang. “Pada malam itu aku mendengar ada suara yang memanggilku. Aku tidak tau itu siapa, dan setelah ku periksa ternyata ada sebuah pedang tua di bawah akar pohon besar, kurasa pedang itu memiliki tujuan, tapi aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.”
“Suara? Apa maksudmu? Kau tidak sedang berhalusinasi, kan?” Kaelan berkata sambil menatap Aurora, khawatir.
Aurora menggelengkan kepalanya “Tidak kae, ini bisa jadi pertanda akan adanya suatu peristiwa besar menunggu kita,” jawab Aurora dengan tegas “Kita harus mencari Elysia. Dia bisa membantu kita memahami ini.”
Mereka berdua segera menuju rumah Elysia, si penyihir tua yang terkenal bijak di desa. Elysia dikenal sebagai sosok yang misterius namun ramah. Sebagian besar penduduk desa menghormatinya, sementara yang lain merasa takut padanya. Terletak di pinggir desa, rumah Elysia dikelilingi tanaman herbal yang harum, serta lampu-lampu kecil yang berkelap-kelip, menciptakan suasana yang magis.
Setibanya di sana, mereka melihat Elysia sedang duduk di depan api unggun, wajahnya berkilau oleh cahaya. “Aurora, Kaelan. Apa yang kalian lakukan di sini?” tanya Elysia, seraya menajamkan matanya meneliti wajah mereka.
“Aku… aku menemukan pedang di hutan,” Aurora menjawab, suaranya bergetar. “Dan sekarang aku merasakan ada kekuatan dalam diriku yang tidak bisa aku kendalikan.”Elysia mengangguk, ekspresi serius tergambar di wajahnya. “Pedang itu adalah artefak kuno. Hanya mereka yang memiliki darah khusus yang dapat memegangnya. Namun, ingatlah, kekuatan itu bisa menjadi berkat atau kutukan.”
“Aku takut, Elysia. Apa yang harus kulakukan?” tanya Aurora, suaranya hampir bergetar ketakutan.
Elysia menghela napas, “Kau harus memahami dirimu sendiri terlebih dahulu. Kekuatan yang kau miliki adalah bagian dari takdirmu. Namun, kau harus belajar mengendalikannya agar tidak terjerumus dalam kegelapan.” Elysia berdiri, berjalan mendekati Aurora. “Kau tidak sendirian. Aku akan membantumu.”
Setelah lama terdiam akhirnya Kaelan ikut berbicara, “Tapi Lord Malakar juga mengincar pedang itu,” dengan ekspresi serius dan khawatir secara bersamaan “Dia ingin menggunakannya untuk menguasai Kerajaan.”
Elysia tersenyum penuh arti. “Kita harus bersiap. Ketika saatnya tiba, kita akan menghadapi Malakar. Bersama, kita akan melindungi kerajaan ini.”
Aurora merasa sedikit tenang. “Aku tidak ingin mengecewakan kalian. Aku ingin melindungi desa dan orang-orang yang aku cintai.”
Elysia mengulurkan tangannya, meraih tangan Aurora. “Dengan keberanian dan tekad, kau bisa melakukannya. Ingat, Aurora, kekuatan sejati datang dari hati.”
“Aku khawatir. Jika Malakar mencium jejak pedang itu, dia tidak akan berhenti hingga dia mendapatkannya,” ujar Kaelan, wajahnya serius. “Kita harus memiliki rencana.”
Elysia mengangguk. “Kau benar, Kaelan. Malakar adalah penyihir jahat yang sangat kuat. Dia akan melakukan apa saja untuk mendapatkan kekuasaan. Kita harus menjaga pedang ini tetap aman.”
Aurora merasakan kepanikan mulai menjalar dalam dirinya. “Tapi bagaimana? Apa yang bisa kita lakukan?”
Elysia menggerakkan tangannya, dan seketika, cahaya kuning lembut muncul di sekitar mereka. “Aku akan mengajarkanmu untuk berlatih mengendalikan kekuatanmu. Dengan latihan dan persiapan, kau bisa menjadi lebih kuat.”
“Latihan?” tanya Aurora, masih ragu.
“Ya, kita harus pergi ke tempat yang aman untuk berlatih. Di dalam Hutan Eldoria, ada tempat yang bisa kita gunakan,” Elysia menjelaskan. “Tapi kita harus berhati-hati. Malakar mungkin memiliki pengikut yang memata-matai kita.”“Kalau begitu, kita harus pergi sekarang!” seru Kaelan, semangatnya bangkit. “Aku akan melindungimu, Aurora. Apapun yang terjadi, aku tidak akan membiarkan apa pun mengganggumu.”
Aurora merasakan keberanian Kaelan menular padanya. “Baiklah. Mari kita lakukan ini.”
Sebelum mereka berangkat, Elysia memberi Aurora sebuah jimat kecil berbentuk bintang. “Ini akan membantumu menjaga energi positif. Gunakan ini jika kau merasa terancam.”
Aurora menerima jimat itu dengan penuh rasa syukur. “Terima kasih, Elysia. Aku akan melakukan yang terbaik.”Mereka bertiga lalu bergerak menuju Hutan Eldoria, siap menghadapi tantangan yang ada di depan. Namun di luar kesadaran mereka, bayangan gelap mengikuti setiap langkah mereka, menunggu kesempatan untuk menyerang.
Dalam kegelapan, Lord Malakar tersenyum licik. “Akhirnya, Pedang Terkutuk akan menjadi milikku,” bisiknya, matanya menyala dengan keinginan untuk menguasai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aurora and Cursed Sword (Tamat)
FantasyBegitu menyentuh pedang itu, Aurora mendapati dirinya terlibat dalam perang besar antara kekuatan cahaya dan kegelapan. Kekuatan luar biasa yang berasal dari pedang mulai mengalir di dalam dirinya, namun bersamaan dengan itu, ancaman dari Lord Malak...