Setelah berhasil melewati ujian pertama, Aurora dan teman-temannya merasakan dorongan semangat yang kuat. Mereka bertanya-tanya apa tantangan berikutnya yang akan dihadapi. Guardian Kegelapan, yang kini terlihat lebih bersahabat, memberi mereka petunjuk.
“Ujian selanjutnya akan menguji kebenaran hati kalian,” kata Guardian. “Kalian akan dihadapkan pada ilusi yang paling dalam, sesuatu yang akan menggoyahkan keyakinan kalian. Hanya mereka yang jujur pada diri sendiri yang dapat melewati ujian ini.”
Aurora merasa ketegangan menyelimuti mereka. “Kami siap. Apa yang harus kami lakukan?”
Guardian Kegelapan mengangkat tangannya, dan kabut mulai terbentuk lagi, kali ini menciptakan jalan berliku yang bercahaya. “Ikuti jalan ini. Setiap langkah akan membawa kalian lebih dekat pada kebenaran yang harus kalian hadapi.”
Mereka semua saling menggenggam tangan, melangkah maju ke dalam kabut yang menggumpal. Setiap langkah terasa lebih berat, dan Aurora bisa merasakan hati dan pikirannya bergejolak.
“Jadi, apa sebenarnya kebenaran itu?” tanya Lyra, suaranya bergetar. “Apakah kita akan menghadapi masa lalu kita?”
“Entahlah,” jawab Kaelan. “Tapi kita tidak bisa mundur sekarang.”
Ketika mereka melangkah lebih dalam, kabut mulai memisahkan mereka satu sama lain. Aurora menemukan dirinya berada di sebuah ruangan gelap, dikelilingi oleh cermin-cermin besar yang memantulkan bayangannya. Namun, bayangannya tidak selalu sama; kadang-kadang, dia melihat dirinya sendiri dalam berbagai keadaan—menangis, marah, dan bahkan saat merasa tidak berdaya.
“Apa ini?” Aurora berbisik. “Ini… aku?”
Cermin di depannya berkilau, dan suara lembut terdengar dari dalamnya. “Mengapa kau merasa seperti ini, Aurora? Apakah kau benar-benar percaya pada dirimu sendiri?”
Aurora menggigit bibirnya, merasa tertekan. “Aku… aku berusaha. Tetapi kadang-kadang aku merasa tidak cukup kuat.”
“Jika kau terus meragukan dirimu, bagaimana kau bisa mengharapkan orang lain mempercayaimu?” cermin itu bertanya, menantang. “Satu-satunya cara untuk mengalahkan ketakutanmu adalah dengan menerima siapa dirimu yang sebenarnya.”
Sementara itu, di tempat lain, Elysia juga terjebak dalam ilusi. Dia melihat dirinya berada di atas panggung, di depan kerumunan yang menanti penampilannya. Namun, alih-alih bersinar, dia merasakan kegugupan yang luar biasa.
“Elysia!” teriak suara dari kerumunan. “Tunjukkan kepada kami siapa dirimu!”
Elysia melihat wajah-wajah yang akrab, tetapi mereka semua menatapnya dengan harapan yang berat. “Aku tidak bisa melakukannya!” dia teriak. “Aku tidak cukup baik!”
“Kenapa kau merasa begitu?” tanya suara lembut dari kerumunan. “Kau memiliki bakat yang luar biasa. Mengapa kau tidak mempercayainya?”
Elysia menarik napas dalam-dalam, merasakan harapan dan keraguan yang bersaing di dalam hatinya. “Aku hanya takut jika aku gagal. Aku tidak ingin mengecewakan kalian.”
“Jangan biarkan ketakutan menghalangimu,” suara itu menegaskan. “Buktikan pada dirimu sendiri bahwa kau bisa!”
Di sisi lain, Kaelan terjebak dalam ilusi pertempuran. Dia berdiri di tengah arena, dikelilingi oleh bayangan musuh yang terus menyerang. Namun, di antara mereka, dia melihat sosok sahabatnya—Aurora, Elysia, dan Lyra—yang terjatuh dan tidak berdaya.
“Kaelan! Bantulah kami!” mereka berteriak bersamaan.
“Aku tidak bisa!” Kaelan berteriak, merasakan kekecewaan melanda. “Aku gagal melindungi kalian!”
“Tapi siapa yang mengatakan kau gagal?” suara dalam pikirannya bertanya. “Kau telah berjuang melawan banyak hal. Kenapa kau ragu pada dirimu sendiri?”
Kaelan merasa terombang-ambing antara keputusasaan dan harapan. “Aku… Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan!”
Ketika masing-masing dari mereka berjuang dengan ilusi yang mereka hadapi, tiba-tiba kabut di sekitar mereka mulai mereda. Aurora, Elysia, Kaelan, dan Lyra merasakan dorongan kuat untuk bersatu kembali.
“Ayo! Kita harus menemukan satu sama lain!” seru Aurora, berusaha mengingat semua kenangan indah yang mereka miliki bersama.
Mereka berusaha melawan ilusi yang membelenggu mereka, mengingat tujuan mereka dan saling menguatkan. Akhirnya, mereka semua bertemu kembali di tengah kabut yang mulai menghilang.
“Kita berhasil menemukan satu sama lain!” Elysia berteriak dengan kegembiraan.
“Tapi kita harus mengatasi kebenaran kita masing-masing,” Kaelan menambahkan. “Kita tidak bisa mundur sekarang.”
Aurora menatap keempat sahabatnya. “Kita tidak sendirian. Kita punya satu sama lain. Mari kita hadapi kebenaran kita bersama!”
Mereka semua mengangkat tangan, merasakan energi satu sama lain mengalir. Ketika mereka bersatu, kekuatan cahaya memancar dari Pedang Terkutuk, menghancurkan ilusi yang mengikat mereka. Kabut mulai menghilang, dan suara Guardian Kegelapan kembali terdengar.
“Kalian telah melewati ujian kedua,” kata Guardian dengan nada yang lebih lembut. “Kalian telah menunjukkan kejujuran dan keberanian. Sekarang, ujian terakhir menanti kalian.”
“Apa ujian itu?” tanya Aurora, merasakan ketegangan kembali menyelimuti mereka.
“Ujian ini akan menguji kekuatan persahabatan kalian,” jawab Guardian. “Hanya dengan saling percaya dan berjuang bersama, kalian dapat melanjutkan perjalanan.”
Aurora menatap teman-temannya, yakin bahwa bersama mereka, mereka dapat menghadapi apa pun. “Kita bisa melakukannya! Bersama!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Aurora and Cursed Sword (Tamat)
FantasyBegitu menyentuh pedang itu, Aurora mendapati dirinya terlibat dalam perang besar antara kekuatan cahaya dan kegelapan. Kekuatan luar biasa yang berasal dari pedang mulai mengalir di dalam dirinya, namun bersamaan dengan itu, ancaman dari Lord Malak...