Setelah peringatan Xerath tentang ancaman kegelapan yang lebih besar, Aurora dan teman-temannya kembali ke desa elf. Mereka disambut dengan hangat oleh penduduk desa yang berterima kasih telah diselamatkan dari Dukhara. Suasana di desa dipenuhi dengan kegembiraan, namun di dalam hati Aurora, rasa cemas mulai menggelayuti. Pesta kecil diadakan untuk merayakan kepulangan mereka, di mana semua orang mengungkapkan rasa syukur dan kekaguman.
“Selamat datang kembali, para pahlawan!” seru salah satu penduduk desa, sambil mengangkat cangkir. “Kami tidak tahu apa yang akan terjadi jika kalian tidak datang!”
Aurora tersenyum, tetapi di dalam hatinya, rasa cemas terus mengusik. “Terima kasih. Namun, kita harus segera bersiap. Ancaman baru telah datang.”
Xerath, dengan kehadirannya yang kharismatik, berdiri di sampingnya, matanya berkilau dengan kebijaksanaan. “Kalian harus menemukan kekuatan sejati di dalam diri kalian. Ini bukan hanya tentang melawan Dukhara, tetapi juga tentang menghadapi kegelapan yang lebih besar.”
“Lalu, apa yang harus kita lakukan?” tanya Elysia, matanya berbinar penuh semangat.
“Kita harus berlatih, mengasah kemampuan kita, dan menguatkan ikatan persahabatan kita,” jawab Xerath. “Hanya dengan bersatu kita bisa menghadapi ancaman ini.”
Setelah pertemuan tersebut, mereka berlatih setiap hari di padang luas di luar desa, di bawah pengawasan Xerath. Matahari bersinar cerah, seolah mendukung tekad mereka. Xerath mengajarkan teknik bertarung yang lebih kompleks, cara mengendalikan sihir, dan bagaimana menggunakan Pedang Terkutuk dengan efektif. Aurora merasakan energi mengalir dari pedangnya, seolah-olah pedang itu memiliki kehidupannya sendiri.
“Lakukan seperti ini!” kata Xerath, menunjukkan gerakan dengan pedangnya yang berkilau. “Fokus pada energi dalam dirimu. Biarkan itu mengalir ke dalam pedang.”
Aurora mencoba meniru gerakan itu, tetapi pada percobaan pertamanya, dia malah tersandung dan jatuh. Semua orang tertawa, dan Kaelan dengan cepat membantu Aurora bangkit.
“Bisa-bisa kau jadi pelawak di antara kita,” ejek Kaelan dengan senyuman lebar. “Tetapi siapa yang tahu? Mungkin itu akan jadi senjata baru melawan kegelapan!”
Elysia menghampiri mereka, menepuk punggung Aurora. “Jangan khawatir, itu hanya butuh latihan. Ingat, semua orang pernah mengalami kegagalan.”
Aurora tersenyum malu, tetapi semangatnya tidak padam. “Baiklah, mari kita coba lagi!”
Selama berlatih, mereka saling menguatkan dan mendukung satu sama lain. Setiap hari membawa kebahagiaan baru dan tawa, meskipun mereka tahu bahwa tantangan besar masih menunggu di depan. Saat malam tiba, mereka berkumpul di sekitar api unggun, berbagi cerita dan impian.
“Jika kita berhasil mengalahkan kegelapan ini, aku ingin menjelajahi dunia luar,” kata Kaelan, menatap bintang-bintang. “Mendaki gunung tertinggi dan melihat lautan luas.”
“Dan aku ingin mengumpulkan lebih banyak pengetahuan tentang sihir,” Elysia menambahkan. “Ada banyak hal yang belum kita ketahui.”
Aurora mengangguk setuju. “Kita akan melakukan itu semua bersama-sama. Kekuatan kita adalah persahabatan.”
Mereka pun berjanji untuk saling mendukung dalam setiap langkah, tidak peduli seberapa berat tantangan yang akan mereka hadapi.
Di hari-hari berikutnya, mereka melatih berbagai teknik dan taktik bertarung. Aurora menemukan bahwa Pedang Terkutuk tidak hanya sebuah senjata, tetapi juga alat untuk menemukan kekuatan dalam dirinya. Xerath mengajarkan mereka tentang pentingnya meditasi untuk menghubungkan pikiran dengan energi alam.
“Ketika kau tenang, kau bisa merasakan energi di sekitarmu,” kata Xerath saat mereka duduk bersila di bawah pohon besar. “Ini adalah kunci untuk mengendalikan sihir.”
Aurora menutup matanya, berusaha merasakan aliran energi. Dia merasakan angin berhembus lembut, suara dedaunan bergemerisik. “Aku bisa merasakannya!” serunya dengan antusias.
“Bagus! Sekarang coba gunakan energi itu untuk mengalir ke pedangmu,” instruksinya.
Dengan penuh konsentrasi, Aurora memusatkan pikirannya, membayangkan cahaya mengalir dari tubuhnya ke Pedang Terkutuk. Tiba-tiba, pedang itu bersinar, dan energi bercahaya memenuhi udara. Semua orang tertegun melihat keajaiban itu.
“Kau melakukannya, Aurora!” Elysia berteriak, melompat kegirangan. “Kau sudah menguasainya!”
“Lanjutkan! Kita semua harus berusaha,” kata Kaelan, memberikan semangat. “Mari kita tunjukkan kekuatan kita!”
Mereka berlatih keras, menghabiskan waktu berjam-jam dalam latihan dan meditasi. Setiap kali mereka merasakan kelelahan, mereka saling mendorong untuk terus maju. Di sela-sela pelatihan, Kaelan dan Lyra seringkali membuat lelucon konyol untuk menghibur teman-teman mereka. “Jika kita tidak bisa mengalahkan musuh, setidaknya kita bisa membuat mereka tertawa!” kata Kaelan, sambil menyombongkan diri seolah dia adalah badut.
Namun, dalam setiap tawa, mereka juga menyadari bahwa ancaman kegelapan semakin mendekat. Di malam hari, Aurora sering terbangun dengan mimpi buruk, melihat bayangan Raja Kegelapan dan makhluk-makhluk kegelapan lainnya. Dia merasa beban tanggung jawab di pundaknya semakin berat.
Suatu malam, Aurora memutuskan untuk berbicara dengan Xerath. Mereka duduk di tepi danau yang tenang, airnya memantulkan cahaya bulan.
“Xerath, bagaimana jika kita gagal?” tanya Aurora, suaranya pelan. “Bagaimana jika kita tidak cukup kuat?”
Xerath menatapnya dengan lembut. “Setiap pahlawan memiliki ketakutannya sendiri. Yang terpenting adalah bagaimana kita menghadapi ketakutan itu. Ingat, kekuatan sejati bukan hanya terletak pada kekuatan fisik, tetapi juga pada keberanian untuk berdiri melawan kegelapan, bahkan ketika kita merasa takut.”
Aurora mengangguk, merasakan harapan dalam kata-kata Xerath. “Terima kasih. Aku akan berusaha lebih keras.”
Malam-malam berikutnya dipenuhi dengan lebih banyak pelatihan, dan setiap orang menunjukkan kemajuan. Mereka menjadi lebih terampil, lebih kuat, dan semakin bersatu. Ketika mereka bersiap untuk pertempuran yang akan datang, Aurora merasa percaya diri. Dengan pedang di tangannya dan teman-temannya di sisinya, dia tahu mereka dapat mengatasi apa pun.
“Jika kita berjuang bersama, tidak ada yang bisa menghentikan kita!” seru Aurora, suaranya penuh semangat. Teman-temannya mengangguk, merasakan kekuatan dan kehangatan dalam persahabatan mereka.
Akhirnya, ketika malam yang dijanjikan tiba, mereka berkumpul di luar desa, mata mereka bersinar penuh semangat. “Saatnya membuktikan bahwa kita adalah pahlawan sejati!” Aurora berteriak, dan semua orang bersorak.
Dengan tekad yang kuat, mereka melangkah maju, siap menghadapi tantangan apa pun yang menanti. Dalam hati mereka, ada keyakinan bahwa kegelapan tidak akan menang selama mereka bersama.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
Aurora and Cursed Sword (Tamat)
FantasiaBegitu menyentuh pedang itu, Aurora mendapati dirinya terlibat dalam perang besar antara kekuatan cahaya dan kegelapan. Kekuatan luar biasa yang berasal dari pedang mulai mengalir di dalam dirinya, namun bersamaan dengan itu, ancaman dari Lord Malak...