Jejak Kegelapan

2 1 0
                                    


Kael memimpin Aurora, Kaelan, Elysia, dan Lyra lebih dalam ke dalam hutan. Suara langkah mereka bergema di antara pepohonan tinggi, dan aroma segar daun basah membangkitkan semangat. Namun, Aurora merasakan ketegangan di udara; kehadiran kegelapan seolah mengintai di balik bayang-bayang.
“Ada sesuatu yang tidak beres di sini,” bisik Kaelan, matanya waspada. “Aku bisa merasakan aura yang gelap, meskipun kita sudah mengalahkan Malakar.”
“Ya,” Lyra menambahkan, wajahnya sedikit pucat. “Itu juga yang aku rasakan ketika makhluk-makhluk itu menyerang desaku.”
“Bersiaplah,” kata Kael, suara pelindung hutan itu tegas. “Kegelapan tidak pernah pergi begitu saja. Dia akan mencoba mencari celah untuk kembali.”
Setelah beberapa saat berjalan, mereka tiba di sebuah area terbuka, di mana cahaya matahari menyinari tanah yang dikelilingi oleh pohon-pohon rimbun. Di tengah tempat itu terdapat sebuah altar tua yang dipenuhi lumut dan akar-akar pohon. Aurora merasa ada yang aneh dengan tempat itu.
“Apa ini?” tanya Aurora, melangkah lebih dekat ke altar. “Mengapa ada altar di sini?”
“Itu adalah tempat suci bagi makhluk-makhluk magis,” jawab Kael, matanya bersinar penuh rasa hormat. “Namun, saat makhluk-makhluk kegelapan datang, tempat ini menjadi tercemar. Kita harus membersihkannya agar kekuatan alam bisa kembali.”
“Bagaimana kita bisa melakukannya?” Elysia bertanya, semangatnya mulai pudar. “Apakah kita harus melakukan ritual atau semacamnya?”
“Aku akan memanggil kekuatan alam,” jawab Kael, mengangkat tangannya ke atas. “Tapi aku memerlukan bantuan kalian. Setiap makhluk hidup di sekitar kita memiliki kekuatan. Kita harus menghubungkannya.”
Aurora, Kaelan, Elysia, dan Lyra bersiap, mengikuti instruksi Kael. Mereka berdiri dalam lingkaran, menggenggam tangan satu sama lain. Aurora merasakan aliran energi positif saat mereka bersatu.
“Fokus pada makhluk di sekitar kita. Rasakan ikatan kita dengan alam,” Kael memandu.
Aurora menutup matanya dan mulai membayangkan kekuatan pohon, sungai, dan semua makhluk magis yang hidup di hutan. Dia dapat merasakan getaran lembut mengalir di tubuhnya, menghubungkannya dengan kekuatan yang lebih besar. Semakin dalam dia merasakan, semakin kuat cahaya yang terpancar dari Pedang Terkutuk.
“Sekarang, katakan dengan sepenuh hati,” Kael meminta, suaranya mengalun seperti lagu. “Bersatu dengan kekuatan alam!”
Mereka semua mengucapkan kata-kata yang Kael pimpin, suara mereka menggema di antara pepohonan. Cahaya mulai berkumpul di atas altar, mengalir dari Pedang Terkutuk dan menyatu dengan kekuatan mereka. Aurora merasa seolah dunia berputar di sekelilingnya.
Namun, saat mereka merasakan kekuatan berkumpul, tiba-tiba angin kencang menerjang hutan. Suara gemuruh terdengar, dan kegelapan mulai merayap dari sudut-sudut tempat itu. Makhluk-makhluk kecil dengan mata menyala mulai muncul, mengelilingi mereka.
“Tidak!” teriak Lyra, mundur sedikit. “Apa ini?!”
“Jaga dirimu!” Kaelan berteriak, bersiap dengan palunya. “Kita harus bertahan!”
Kael melanjutkan, “Jangan biarkan kegelapan memisahkan kita! Kita harus terus fokus!”
Aurora merasa ketakutan menyusup, tetapi dia menahan napas dan mengingat tujuannya. “Kita tidak akan membiarkan mereka menghentikan kita!” serunya, mengangkat Pedang Terkutuk dengan tegas.
Saat makhluk-makhluk itu menyerang, cahaya dari altar dan Pedang Terkutuk bersatu, menciptakan perisai yang melindungi mereka. “Kita bisa melakukannya! Teruskan!” seru Elysia, energinya mengalir dalam lingkaran.
Mereka saling bertukar serangan dengan makhluk-makhluk itu, tetapi semakin lama, jumlah musuh semakin banyak. Aurora bisa merasakan energi mereka mulai terkuras. “Kita harus menemukan cara untuk menghentikan mereka!”
“Satu-satunya cara adalah menyegel altar ini,” Kael menjawab, suaranya tegas. “Kita perlu mengumpulkan semua kekuatan kita dan membuat segel yang kuat.”
“Bersama-sama!” kata Aurora, mengumpulkan semua energi yang ada dalam dirinya dan Pedang Terkutuk. Dia bisa merasakan cahaya pedang semakin kuat, bersatu dengan keinginan mereka untuk melindungi.
“Sekarang!” seru Kael, mengangkat tangan dengan semangat. “Bersatu dan kirimkan kekuatanmu!”
Dengan satu seruan, mereka semua fokus pada altar. Energi bersinar cerah, menciptakan gelombang cahaya yang memancar ke segala arah. Makhluk-makhluk itu terpaksa mundur, terjebak dalam cahayanya.
Cahaya itu mulai membentuk pola di atas altar, menciptakan segel yang mengunci kegelapan di tempatnya. Dengan satu ledakan terakhir, semua makhluk itu hancur menjadi serpihan cahaya yang menyatu dengan alam.
Ketika semuanya tenang, mereka terjatuh ke tanah, kelelahan tetapi merasa kemenangan. Aurora melihat sekeliling, merasakan kembali kedamaian di hutan. “Kita berhasil,” katanya, nafasnya terengah-engah.
“Tidak ada waktu untuk bersantai,” kata Kael, bangkit. “Kita masih harus menemukan teman-teman Lyra.”
Lyra, yang terpekur dengan kekuatan yang baru saja mereka panggil, tiba-tiba bersuara. “Tapi… jika kita terus melanjutkan, bagaimana jika ada lebih banyak makhluk di depan? Kita perlu bersiap.”
Aurora menatap sahabatnya. “Kita tidak bisa berhenti sekarang. Teman-temanmu mungkin membutuhkan kita. Dan jika ada lebih banyak makhluk, kita akan menghadapi mereka bersama-sama.”
Kael mengangguk setuju. “Kekuatan kita bersatu telah mengalahkan satu tantangan. Kita harus terus melangkah maju.”
Dengan semangat baru, mereka melanjutkan perjalanan mereka ke dalam hutan, bersiap menghadapi segala kemungkinan yang mungkin terjadi.

Aurora and Cursed  Sword (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang