Dua puluh Tujuh

273 29 8
                                    

Napas segar Boruto berhembus di wajah Sumire. Ia menjadi yang pertama melepas pagutan mereka dan segera berpaling kala Boruto masih mengejar bibirnya untuk menyatukan kembali labium mereka.

Sumire harus menahan diri jika tidak ingin goyah dari segala keputusannya. Mata lavender itu secara perlahan kembali menabrakkan diri pada safir yang benar-benar basah oleh air mata. Menyakitkan, huh? Ya, semua ini terasa begitu menyakitkan. Tidak mudah bagi Sumire melepaskan pria seperti Boruto. Pria yang hampir sempurna dari segala hal yang ia miliki. Namun apalah ia yang telah berkhianat di belakangnya. Merasa tidak pantas untuk menjadi wanita yang di cintai oleh pria sesempurna Boruto.

"Jaga dirimu," kata Boruto sembari mengusap puncak kepala Sumire. "Berjanjilah bahwa kau akan bahagia dimana pun kau berada," lanjutnya sembari membawa tubuh Sumire ke dalam pelukannya. "Aku mencintaimu," lirih Boruto yang masih merasa begitu sesak di dalam rongga dadanya.

Ucapan terkahir Boruto membuat Sumire menangis keras. Pelukannya pada Boruto semakin mengerat dengan tubuh yang benar-benar gemetar hebat. Semakin tak kuasa menahan perih di dalam hatinya, Sumire memilih untuk melepaskan diri. Masih mengawasi wajah tampan sang mantan kekasih dengan begitu lekat, seakan ia ingin menyimpan seluruh ingatan terakhir tentang Boruto dalam pikirannya.

"Terima kasih untuk seluruh cinta yang kau berikan selama ini. Sampai jumpa," Sumire menekan handle pintu apartemennya dan masuk. Ia benar-benar tidak ingin goyah dari segala keputusan yang sudah ia ambil. Ia sudah bertekad untuk melepaskan Boruto dari hidupnya.

☘️☘️☘️

Seminggu telah berlalu sejak kepergian Sumire. Boruto masih sering melamun, bahkan ketika ia berada di kantornya ia benar-benar kosong. Beruntung ia masih belajar dan hanya membantu kinerja ayahnya di perusahaan.

Satu hal yang ia lupakan adalah—Sarada. Selama satu minggu penuh pikirannya di penuhi oleh Sumire dan ia melupakan Sarada. Bahkan ia tidak sadar bahwa selama satu minggu pula Sarada tidak menghubunginya.

Dan ketika wajah kekasihnya itu berkelebat dalam lamunannya, ia langsung menyambar ponselnya dan mencari nama Sarada dalam room chatnya bersama wanita itu. Tidak ada tambahan chat satu pun setelah percakapan mereka ketika melakukan kencan terakhir kali.

Boruto baru ingat, bahwa hari ini adalah akhir dari waktu yang diberikan Sarada untuknya mengambil keputusan. Sudah jelaskan, pada akhirnya ia akan bersama Sarada sebab Sumire memilih untuk pergi meninggalkannya.

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah empat. Setengah jam lagi jam kerjanya berakhir. Tanpa banyak menunggu pria itu langsung melakukan panggilan pada Sarada.

Tapi sayangnya, panggilan tidak tersambung sama sekali. Atau dengan kata lain, nomor Sarada sedang tidak aktif.

Boruto mengulang lagi panggilannya berkali-kali. Hingga ketika waktu menunjukkan pukul empat kurang lima menit, ia memilih untuk pergi meninggalkan kantornya dan melesat menuju mansion milik keluarga Sarada.

Setengah jam adalah waktu yang ia butuhkan untuk sampai di depan rumah Sarada. Boruto menurunkan kaca mobilnya fan mengawasi rumah megah Sarada yang tampak begitu sepi. Ia kembali melakukan panggilan kepada Sarada dan masih sama saja. Nomor Sarada tetap tidak aktif. Cukup sabar ia menunggu hingga langit menggelap. Rumah Sarada tetap sepi dan tampak tidak ada kehidupan di sana.

Lalu akhirnya ia memilih untuk turun dari mobilnya dan melangkahkan tungkainya ke depan gerbang rumah Sarada yang tampak gelap di dalam sana. Gembok yang terkunci menandakan tidak ada siapa oun di sana.

Tidak menyerah, Boruto kembali mendial ponselnya untuk menelepon Sarada meski ia tahu bahwa tetap sama—tidak aktif.

"Sedang mencari siapa, tuan?"

Boruto berjengit kaget oleh suara mengejutkan di belakangnya. Ia menghela napas lega kala seorang security tampak sedang berpatroli di area sekitar. Mempermudah Boruto untuk mencari tahu kemana penghuni mansion keluarga Uchiha sekarang.

"Apa Uchiha Sarada sedang pergi keluar?" tanya Boruto yang memasukkan kembali ponselnya ke saku celananya.

"Anda temannya nona Uchiha?" tanya Security mencoba memastikan.

"Hm," gumam Boruto sembari mengangguk.

"Lho? Anda tidak tahu bahwa nona Uchiha melangsungkan pertunangan tiga hari yang lalu?"

Hancur lagi. Tunangan? Kepala Boruto berdengung secara tiba-tiba. Kenapa Sarada bertunangan dengan pria lain? Bukankah Boruto belum memberikan keputusan tentang pilihannya? Dan tiga hari yang lalu, seharusnya masih menjadi tenggat waktu baginya memikirkan pilihannya.

"Beliau sekarang pindah bersama tunangannya dan tinggal bersama pamannya. Sementara Tuan dan Nyonya Uchiha mengantarkan mereka. Mungkin lusa Tuan dan Nyonya baru kembali."

"Tunggu, pak. Maksud Anda, Sarada Uchiha bertunangan?" tanya Boruto dengan suara yang bergetar.

"Iya, tuan. Beliau menerima lamaran dari seorang pria yang menjadi sekertaris kepercayaan tuan Itachi—"

"—kemana Sarada pergi bersama tunangannya?" sambar Boruto sebelum sang security melanjutkan kalimatnya.

Security itu tampak mengerutkan keningnya lalu menggaruk tengkukknya yang tidak gatal. Seakan tidak berniat memberitahu Boruto tentang kemana Sarada pergi. Namun wajah serius Boruto membuat pria paruh baya itu akhirnya menjawab pertanyaan Boruto.

"Jerman, tuan. Tapi saya tidak tahu di kota mana mereka tinggal."

Boruto mengeraskan rahangnya lalu berjalan cepat ke arah mobilnya terparkir setelah berterima kasih pada sang security.

Dalam perjalanan menuju mansion Uzumaki, pikiran Boruto benar-benar melayang tak tentu arah. Kacau sekali hatinya sekarang. Padahal ia baru saja kehilangan Sumire, dan sekarang ia harus kehilangan Sarada.

Tidak, ia tidak mau kehilangan Sarada. Sebab Sarada adalah miliknya. Dan ia tidak mau Sarada dimiliki oleh pria lain. Apalagi menikah dengan pria lain. Hari itu juga ia akan pergi ke Jerman untuk mencari keberadaan Sarada.

"Ayah. Aku akan terbang ke Jerman dan berada di sana selama beberapa minggu. Jadi mungkin aku tidak bisa membantumu di perusahaan untuk sementara waktu," kata Boruto pada sang ayah di seberang sana.

"Mendadak sekali. Ada urusan apa?" tanya sang ayah.

"Urusan penting, ayah," desah Boruto yang dengan serampangan memasukkan beberapa pakaian ke dalam kopernya.

"Ya sudah. Jaga dirimu baik-baik."

"Ya."

Pukul delapan malam, Boruto benar-benar terbang ke Jerman untuk mengejar Sarada. Pria bodoh yang mengejar kekasihnya tanpa berbekal informasi apa pun. Kemana ia harus mencari jika ia tidak tahu dimana wanita itu menetap dan tinggal? Sementara Jerman adalah negara yang luas. Jika saja ia ingat nama paman Sarada, mungkin dengan berbekal nama itu, ia bisa menemukan sedikit informasi.

Namun lagi-lagi, pria bodoh itu tidak pernah berpikir bahwa ia bisa menggunakan marga Uchiha untuk bisa menemukannya.

Satu minggu.. dua minggu.. Boruto tidak menemukan Sarada dimana pun. Ia nyaris gila dan frustasi berat. Ia kurang tidur dan menghabiskan seluruh waktunya untuk mengelilingi kota Berlin. Hingga di ujung lelahnya, ia menangis di dalam kamarnya. Menyesali segala keserakahannya selama ini. Dalam waktu singkat ia kehilangan dua wanitanya. Dua kekasih yang ia cintai.

Sampai akhirnya ia menyerah, dan memilih untuk kembali pulang dengan perasaan hampa.

Another Love [BoruSara]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang