Tiga

772 95 15
                                    

Mengapa ketika kita berusaha untuk menghindari sesuatu, justru kita terus menerus menghadapi apa pun yang sedang kita hindari. Seperti halnya Boruto yang semakin berusaha menghindari Sarada, selalu ada momen dimana mereka berpapasan tanpa di sengaja.

Ia ingin menyalahkan Mitsuki yang dengan kurang ajar mengalihkan perhatiannya dari Sumire ke Sarada. Dan sejak ia terpukau oleh pesona Sarada, ia terus menerus memikirkan gadis itu bahkan saat ia sedang bersama kekasihnya.

Salah siapa semua ini menimpa perasaannya?

Terpikat kepada gadis lain sementara ia memiliki hubungan asmara dengan Sumire. Jika saja siang itu Mitsuki dan Inojin tidak memberitahunya tentang Sarada, mungkin sekarang jika ia berpapasan dengan gadis itu ia tidak akan perduli dan tidak akan memusatkan perhatiannya untuk gadis itu.

Argh, Boruto kesal karena ia merasa bersalah atas perasaan aneh yang muncul di hatinya kala mata birunya memperhatikan setiap gerak gerik Sarada.

Niat hati ingin menepis semua perasaan tertariknya kepada Sarada, namun mata dan hasratnya menolak untuk mengabaikan gadis itu. Sekarang pun ia terus menyorotkan kedua bola mata birunya pada sosok Sarada yang berdiri di seberangnya. Tidak jauh jarak di antara mereka namun tidak pula terlalu dekat. Jarak yang aman bagi Boruto untuk memperhatikan gerak-gerik seseorang tanpa perlu takut ketahuan.

Sarada bersandar pada tepian rak buku di perpustakaan. Satu lengannya terlipat di depan dada dengan telapak tangan yang mencengkeram lengannya yang lain. Satu tangannya memegang sebuah buku bacaan yang Boruto tidak tahu apa judul dan isinya. Mata yang pernah Boruto lihat tampak mempesona, terlindung oleh lensa berbingkai merah yang justru membuat gadis itu jauh lebih menarik.

Di lihat dari sisi tempat Boruto memandang Sarada, Sarada tampak begitu memikat hatinya. Cantik, dengan pesona yang memancar jelas menerangi hatinya yang selama ini tertutup oleh cinta buta terhadap Kakkei Sumire.

Apa yang akan terjadi pada Sumire jika ia tahu bahwa kekasihnya tertarik pada gadis lain? Sudah jelas ia pasti terluka dan Boruto tak sanggup melukai hati selembut hati Sumire. Tapi di lubuk hati Boruto ia tak sanggup menahan gejolak yang membuncah tanpa bisa ia bendung, gejolak cinta kepada Uchiha Sarada. Gadis, yang bahkan belum pernah sekali pun bertatap muka dan berbicara pada.

Ya Tuhan, tolong aku! Apa yang harus ku lakukan dengan keadaan ini?

Boruto menelan ludahnya hingga jakunnya naik turun. Tenggorokannya mengering seketika saat Inojin menepuk bahunya hingga ia terlonjak, kaget. Terlebih fokus Sarada pada bukunya teralihkan ketika Inojin menyebutkan nama Boruto dengan lantang dan keras.

Di saat yang tidak terduga, kedua pasang mata berbeda warna bersirobok, terkunci oleh satu pandangan yang menggetarkan. Seolah aliran listrik menyengat mengenai apa pun yang membuat keduanya terpaku, tak perduli dengan segala kekacauan yang Inojin hasilkan hanya dengan menyebut nama Boruto.

Boruto bahkan tidak sadar berapa lama mereka saling tatap, hingga senyuman Sarada mengembalikan kesadarannya dengan area di sekitarnya. Jantungnya menghentak kuat kala senyuman itu terlempar begitu saja untuknya.

Untuknya?

Tidak. Sarada melemparkan senyuman indah itu untuk Inojin. Beruntung Boruto bisa menguasai diri sebelum ia mempermalukan dirinya sendiri. Tanpa ia minta, kedua pipinya memanas dan segera ia berpaling, memutar tubuhnya membelakangi Sarada yang berjalan ke arahnya—Emb, maksudku.. ke arah Inojin.

Sebelum Boruto berhasil melangkahkan kakinya untuk meninggalkan Perpustakaan, Inojin lebih dulu menahan bahu Boruto. Menghentikan langkahnya untuk mencoba menghindari Sarada.

"Inojin," Sarada menyapa dengan riang. "Kebetulan sekali aku ada perlu denganmu."

"Wow, apa yang membuat Uchiha Sarada yang cantik ini susah payah mencari keperluan denganku?" Inojin mengulurkan jari telunjuknya berniat mencolek dagu Sarada namun Sarada lebih cepat bergerak menghindarinya.

Gadis itu merengut imut disertai delikan galak di sudut matanya yang menawan.

"Hanya bercanda Sarada. Jangan memandangku dengan tatapan galak seperti itu. Kau bisa melukaiku hanya dengan tatapanmu."

Sarada mendecih, memudarkan tatapan galaknya lalu mencibir kesal pada Inojin.

"Mama ingin aku bertanya padamu, mengapa ponsel bibi Ino dan paman Sai tidak bisa di hubungi. Ibu merubah jadwal kontrol kesehatan bibi Ino."

"Oh. Tas ibu hilang jumat malam setelah dari rumah sakit ibumu. Kebetulan ponsel ayah berada di dalam tas ibu jadi.. yeah mereka kehilangan ponsel mereka. Baiklah, nanti akan ku sampaikan pada ibu."

"Oke, terima kasih. Oh, jadi jadwal bibi Ino berubah menjadi Rabu sore pukul lima ya. Jangan sampai lupa."

"Tentu saja, cantik."

"Dan tolong berhenti menggodaku, Inojin. Kau membuatku geli."

Inojin terbahak. Membuat penghuni perpustakaan mengalihkan perhatian mereka kepada Inojin secara bersamaan. Wajah mereka tampak kesal dan merasa terganggu namun Inojin sama sekali tidak perduli.

"Sarada, kebetulan. Aku ingin memperkenalkanmu dengan teman baikku. Boruto. Uzumaki Boruto."

Boruto yang sejak tadi berdiri di sisi Inojin dengan diam, terperangah saat secara tiba-tiba Inojin berniat memperkenalkannya dengan Sarada.

Teman brengsek!

Sarada mengangkat wajahnya, menatap Boruto yang tubuhnya lebih tinggi darinya sembari menekan frame kacamatanya. Gadis itu mengedipkan matanya dua kali, terlihat sangat imut di mata Boruto.

Astaga, detik itu jantung Boruto seolah siap meledak karena debarannya yang tak bisa dikendalikan.

"Boruto, ayo jangan malu-malu. Bukankah kemarin kau memintaku untuk membantumu berkenalan dengan Sarada?"

Dasar bajingan! Kapan aku bicara begitu?

Sarada tersenyum malu sembari menundukkan wajahnya dan Boruto bisa melihat rona merah memancar jelas di kedua pipinya sebelum gadis itu benar-benar berhasil menyembunyikan wajahnya.

"H-hai Sarada. Jangan dengarkan omong kosong Inojin. Dia hanya asal bicara. Tapi senang bisa berkenalan denganmu." Boruto mengulurkan tangannya.

"Hm. Ya. Aku juga."

Sarada menyambut tangan Boruto, menjabatnya dengan sangat cepat tak lebih dari sedetik. Namun Boruto bisa merasakan tangan mungil Sarada di tangannya, sangat kecil. Ia bisa merasakan dinginnya permukaan tangan Sarada, sangat dingin bahkan rasanya sampai membekukan tubuhnya hingga ia mematung dengan tangan yang masih terulur sementara Sarada sudah berbalik pergi meninggalnya bersama Inojin.

Apa yang terjadi? Sengatan apa yang mengalir dari sebuah sentuhan singkat yang tak lebih dari sedetik. Aku membeku. Dan aku semakin terperangkap hingga rasanya tak mampu untuk keluar dan meloloskan diri dari jeratan cintanya. Tuhan, apa yang harus ku lakukan? Tolong aku dari keadaan ini. Aku tak ingin hanyut oleh perasaan yang membuatku terperosok jauh hingga mengharuskanku menyakiti hati kekasih yang mencintaiku dengan tulus.

"Boruto."

Jentikan tangan Inojin di depan wajah Boruto berhasil membuyarkan lamunan Boruto. Tangan Boruto masih mengambang. Dalam beberapa detik ia terperangkap dalam lamunan dan pikirannya. Bahkan ia sudah tak lagi melihat sosok Sarada di hadapannya, tidak juga di rak seberang dimana sebelumnya Sarada bersandar sembari membaca sebuah buku.

"Kau dan Mitsuki harus bertanggung jawab atas semua yang terjadi padaku." Boruto bergumam parau. Suaranya tercekat karena perasaannya kacau balau.

"Apa yang kau bicarakan?" Inojin terkekeh. Ia menyandarkan sikunya pada bahu Boruto. "Kenapa aku dan Mitsuki harus bertanggung jawab atas ketidak stabilan perasaanmu, Boruto. Jangan menyalahkan temanmu atas perasaan bercabang yang kau ciptakan sendiri."

Another Love [BoruSara]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang