Bab 2.1 - Saat kau tertidur

114 8 0
                                    

Saat aku sadar, hari sudah menjadi Minggu malam. Begitu terbangun, tanpa sadar aku mengeluarkan rintihan. Dengan susah payah kuangkat kelopak mataku, lalu terkejut.

Simon duduk di kursi dekat tempat tidur. Ia mengulurkan tangan, mengambil handuk dari dahiku. Aku bahkan tak menyadari ada handuk di sana. Simon mengambil handuk itu dan pergi tanpa sepatah kata pun.

Dari balik pintu yang terbuka, kudengar suara percakapan dari ruang tamu. Beberapa saat kemudian, Hugh muncul di ambang pintu. Wajah Hugh tampak sedikit terbakar matahari selama liburan singkat akhir pekan. Ia masuk dengan wajah khawatir.

"Akhirnya kau bangun juga. Kau benar-benar sakit parah."

Hugh berkata sambil memegang pagar besi di ujung tempat tidur.

Aku ingin menjawab, tapi tenggorokanku serasa tercekik dan tak bisa mengeluarkan suara. Hugh dengan sigap membawakan segelas air, dan aku meminumnya dalam sekali tegukan. Tenggorokanku akhirnya terbuka.

"Kata George, kau tersesat di hutan kemarin? Apa kau digigit serangga?"

"Bukan begitu. Aku hanya sedikit tersesat..."

Suaraku terdengar serak. Hugh tampaknya terkejut mendengarnya. Keheningan canggung menyelimuti ruangan sejenak. Namun, alih-alih menanyakan suaraku, Hugh berkata,

"Simon merawatmu sepanjang hari."

Aku hanya mengangguk sebagai pengganti ucapan terima kasih. Hugh menatapku dengan khawatir, lalu ragu-ragu menyuruhku beristirahat dan meninggalkan ruangan.

Tubuhku benar-benar sakit. Seluruh tubuhku terasa nyeri, kepalaku pusing dan berat. Meskipun cuaca masih awal musim panas, tubuhku terasa sangat dingin hingga bulu kudukku merinding. Begitu kakiku terayun keluar dari tempat tidur, aku langsung merasa mual. Bahkan, perjalanan singkat ke kamar mandi sudah cukup untuk menguras energiku. Aku kembali berbaring di tempat tidur dan menarik selimut hingga menutupi leher. Bahkan, sentuhan seprai di kulitku terasa menyakitkan.

Tak lama kemudian, Simon kembali. Ia menggantungkan handuk di lengannya, membawa nampan berisi sup dan roti. Ketika aku hanya menatapnya tanpa berkata apa-apa, Simon meletakkan nampan di meja dan duduk di kursi. Ia melipat handuk dan membersihkan dahiku. Sentuhan handuk dingin itu membuat kepalaku sedikit lebih tenang.

Simon berkata,

"Kau harus makan sedikit, kalau tidak ingin lemas."

Aku tak menjawab. Simon melanjutkan,

"kau juga harus minum obat. Demamnya memang sudah turun, tapi mungkin akan naik lagi."

Aku tetap diam. Simon berkata lagi,

"Aku ingin membantumu."

Ia melanjutkan dengan tenang,

"Biarkan aku membantumu."

Aku menjawab,

"Kau mengkhianatiku."

Suaraku yang serak dan kasar bergetar sedikit.

"Aku mempercayaimu."

"Aku tetap sama."

Simon berkata singkat. Ia menatapku dengan tatapan yang dalam dan serius.

"Aku tetap sama sejak pertama kali kita bertemu hingga sekarang."

Aku menjawab dengan sinis,

"Kalau begitu, kau telah membohongiku sejak awal."

Simon berkata,

"Aku selalu tulus padamu."

"Jangan mengada-ada!"

BAD LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang