Aku pergi menjemput Carl bersama Judy setelah ujian bahasa Prancisnya selesai. Carl tampak lesu, sepertinya ujiannya gagal. Namun, dikelilingi oleh anak-anak normal yang hanya panik karena ujian membuatnya merasa lebih baik.
Untuk menghiburnya, aku mengajak Carl makan es krim. Setelah menjilati sepotong es krim vanila, Carl menyatakan akan bersikap tenang menghadapi hasil ujiannya. Kami lalu berjalan-jalan di halaman sekolah. Judy harus kembali ke sekolah karena masih ada ujian lain, tetapi aku dan Carl, yang ujiannya sudah selesai, duduk di tribun lapangan tenis untuk menghindari terik matahari.
Di tengah terik yang kami hindari, muncullah Jerome yang sedang menunggang kuda. Sepertinya sudah pukul dua siang. Jerome, mengenakan pakaian berkuda dan menunggangi kudanya dengan pelan melintasi halaman. Kami terdiam sejenak, memperhatikannya dengan linglung.
Tanpa mengalihkan pandangan dari Jerome, aku bertanya,
"Bukankah kau bilang, kau pernah tinggal di kandang kuda untuk membuat patung kuda?"
Carl menjawab,
"Iya. Aku membuatnya musim semi lalu. Kupikir akan dingin, tapi kandang kudanya ternyata sangat hangat."
"Kalau begitu, kau pasti sering melihat Jerome?"
Pertanyaanku terdengar alami, tapi aku tegang. Jawabannya datang cepat.
"Ah, iya. Jerome menunggang kuda meskipun cuaca dingin."
Tapi sesaat kemudian Carl ragu-ragu. Aku tiba-tiba merasa merinding. Dia ragu-ragu saat membicarakan Jerome? Firasat buruk tiba-tiba menyelimutiku. Apakah semua orang di sekolah ini memang musuh? Apakah Jerome terkait dengan 'semua orang' di sekolah ini?
"Sebenarnya, aku tidak jujur saat di studio kerja tadi pagi,"
kata Carl dengan malu-malu.
"Saat aku bilang tidak mengenal Jerome. Itu tidak benar."
"Apa maksudmu?"
Suaraku tenang tanpa gemetar, meski aku sudah setengah meremas cup es krimku.
"Aku bilang aku sering ke kandang kuda selama sebulan, kan? Jerome menunggang kuda setiap hari. Kadang kami bertemu karena waktunya bertepatan. Ya, hanya saling sapa saja, kami belum pernah saling memperkenalkan diri.... Tapi karena sering mengamati kuda, aku jadi secara alami memperhatikan Jerome."
Carl masih sangat ragu-ragu. Dari sikapnya, aku tidak mencium bau musuh. Itu hanya firasat, tapi hatiku langsung tenang. Berkat itu, aku bisa menunggu cerita Carl dengan tenang tanpa terburu-buru.
"Raymond, apa kau berteman dengan Jerome?"
Aku menjawabnya dengan santai.
"Tidak begitu dekat. Aku agak pemalu."
Setelah itu Carl terdiam cukup lama. Jerome sudah lama menghilang dari pandangan kami. Carl menatap siswa-siswa yang berjalan di halaman, lalu akhirnya menatapku seolah-olah telah mengambil keputusan. Carl tampak cemas dan masih ragu-ragu, tapi dia berkata dengan yakin,
"Lebih baik kita tidak terlalu dekat dengan Jerome. Jerome... dia berbahaya."
Untuk pertama kalinya, aku penasaran dengan ucapan Carl. Dan, setelah beberapa saat mendengarkan cerita yang diungkapkannya, aku benar-benar mengubah pikiranku tentang dia. Sampai sekarang dia hanyalah pion dalam permainan, tidak lebih dan tidak kurang, tetapi setelah ceritanya selesai, dia menjadi orang lain yang bisa menggerakkan permainan.
Saat Carl pertama kali muncul di kandang kuda untuk membuat patung kuda, kuda-kuda itu tidak terlalu menyukainya. Sebelum membuat patung, Carl berusaha berteman dengan kuda-kuda yang waspada itu. Dia memberi mereka makan, membersihkan kandang, dan terkadang membelai lembut hidung mereka. Lambat laun, kuda-kuda itu mulai menerima kehadirannya dan tidak lagi peduli jika Carl duduk di pojok kandang untuk menggambar sketsa
KAMU SEDANG MEMBACA
BAD LIFE
SonstigesSetelah dikurung oleh ibunya selama lima tahun, Raymond, dipindahkan ke sebuah sekolah asrama di pedesaan seolah-olah dia sedang diasingkan. Dia memulai kehidupan sekolah yang baru dengan empat teman asramanya. Simon, adalah seorang pria yang sanga...