Setelah cukup lama memeluk Simon, aku menuju asrama.
Setelah muntah, perutku terasa kosong dan aneh. Tubuhku juga lemas karena pertunjukan gila yang kulakukan di kandang kuda.
Karena itu, aku hanya bisa bergerak dengan bantuan Simon. Kami berjalan sangat pelan melintasi halaman. Kami tidak berbicara. Simon memang menyukai keheningan semacam itu. Lagipula, karena sudah dimulai, aku harus terus berakting sebagai boneka Simon hinga akhir.
Terlepas dari itu, aku merinding mengingat semua yang dilakukan Simon padaku sejak pagi hingga sekarang. Aku memang sudah tahu, tapi dia lebih gila dari yang kukira. Dia mendandani dan menarikku ke sana kemari seperti bermain boneka Barbie, dan dia benar-benar menikmati itu.
Simon jatuh cinta. Tapi, hanya saat dia bisa memperlakukanku seperti boneka. Cinta yang disertai kegilaan itulah yang paling menakutkan. Aku punya firasat buruk, suatu saat Simon akan membedahku, mengganti isi perutku dengan serbuk gergaji, dan membuatku menjadi pajangan untuk dimainkan sebagai boneka. Kehangatan tubuhnya yang kurasakan sepanjang hari terasa menjijikkan dan menakutkan.
Aku ketakutan, tapi tetap menahannya. Aku tidak menunjukkannya. Seperti yang kulakukan sepanjang hari ini, aku juga bersikap baik dalam perjalanan kembali ke asrama. Aku bersandar padanya, patuh seperti boneka yang dibentuk dengan baik.
Masalahnya muncul saat kami sampai di pintu masuk asrama. Penjaga asrama berdiri di sana. Simon menyerahkanku pada penjaga itu.
"Aku akan menunggu di luar." Katanya
Aku mengerti tanpa perlu penjelasan. Penjaga itu memegang erat pergelangan tanganku dan membawaku pergi.
Kamar penjaga itu berseberangan dengan dapur ruang makan. Kamarnya mewah, seperti kamar-kamar lain di asrama. Aku mengikuti penjaga itu dengan patuh, seperti anjing yang penurut. Dari situ, kurasa jika aku menuruti keinginannya, pekerjaanku hari ini akan selesai.
Mungkin sudah sekitar pukul dua atau tiga pagi. Aku mengikuti penjaga itu ke kamar tidurnya. Dia menunjuk ujung ranjang. Aku menurunkan celana dan celana dalamku, lalu menyentuh ranjang. Aku membungkuk dan menjulurkan pantatku. Aku mendengar suara resleting diturunkan dari belakang, lalu dia menarik pantatku dan meludah ke lubangku.
Brengsek. Namun, alih-alih mengumpat, aku hanya mendesah pelan. pengawas itu memasukkan jarinya ke dalamku dan menggoyang-goyangkannya beberapa kali sebelum langsung memasukkan penisnya. Sakit. Saking sakitnya aku merintih seperti anjing. Aku merengek beberapa patah kata, memohon agar dia pelan-pelan dan mengatakan ukurannya terlalu besar. pengawas itu senang dan meremas pantatku.
Biar saja. Aku tak peduli. Tubuhku ini, meskipun dinodai, tetaplah sama. Menerima penis bukanlah hal sulit. Jerome dan Simon sudah melatih lubangku dengan sangat baik. Aku membuka kakiku lebih lebar saat pengawas itu memasukkan tangannya di antara pahaku dan memisahkannya. Tanpa peringatan, dia menggerakkan pinggulnya dengan keras. Aku menahan tubuhku yang terdorong ke depan dengan menggenggam seprai tempat tidur.
Tubuhku sudah lemas dan aku tak mampu bertahan lama sebelum terjatuh ke tempat tidur, pengawas itu tak peduli, dia hanya mengangkat pantatku dan meniduriku sampai puas sebelum akhirnya mengeluarkan spermanya di dalam. pengawas itu menarik keluar kemaluannya. Aku menarik celana dan pakaian dalamku keatas, dan dengan susah payah berdiri. Aku keluar dari kamar dengan terhuyung-huyung. Di luar, Simon menungguku dan menarik tanganku, membawaku ke tangga.
Kami naik ke lantai paling atas. Jerome sepertinya sudah pergi ke kamarnya. Hugh dan George duduk berdampingan di sofa ruang tamu, mengenakan piyama. Mereka memberi isyarat padaku. Aku menurut. Aku pergi ke sana dan mengangkat kepalaku, membiarkan mereka menggaruk daguku seperti yang mereka mau. Wajah mereka yang sumringah itu terlihat bodoh. Saat aku berpura-pura manja di pangkuan mereka dan meneteskan beberapa air mata. George menampar pipiku dengan keras, seolah-olah itu lucu. Bajingan sialan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAD LIFE
RandomSetelah dikurung oleh ibunya selama lima tahun, Raymond, dipindahkan ke sebuah sekolah asrama di pedesaan seolah-olah dia sedang diasingkan. Dia memulai kehidupan sekolah yang baru dengan empat teman asramanya. Simon, adalah seorang pria yang sanga...