12. Menangislah

216 40 5
                                    

Malam yang sepi.

Pada dasarnya Nino memang orang yang senang menyendiri, tapi kamar Limbo ini sangat sunyi, sepi, dan membuatnya tidak betah meskipun tak melakukan apa-apa. Televisi yang bertengger di dinding itu nyatanya tidak bisa ditonton sama sekali. Tidak ada siaran channel apa pun di sana, apalagi aplikasi untuk menonton film seperti Netprik atau Disniy, hingga Nino pun mulai jenuh berbaring lama-lama.

Seth sore tadi sempat datang mengantarkan makanan dan juga barang-barang yang Nino tinggalkan di Red Light District, tapi ia sedih karena lelaki itu bilang kalau ia tak sengaja menjatuhkan ponsel Nino dari lemari hingga rusak.

Namun anehnya Nino rasa ponselnya tak cuma sekadar jatuh saja, melihat dari seberapa parah layarnya yang remuk rasanya si ponsel seperti habis dilempar dari ketinggian alih-alih hanya terjatuh.

"Apa dia menghubungiku?" gumam Nino pelan sembari menatap mayat gawainya yang sudah tak bisa lagi dinyalakan, entah kenapa tiba-tiba ia teringat akan seorang lelaki yang kini tengah menjalin hubungan dengannya.

"Hhhh ... apa jadinya jika dia tahu kalau sekarang aku sudah jadi simpanan orang jahat?" tambahnya sembari menghela napas panjang. "Dan aku yang sudah tidak suci lagi?"

Ia bangun dan duduk dengan punggung bersandar pada headboard ranjang, tatapannya sendu memandang langit-langit kamar yang hitam pekat namun nyaris tak ada sarang laba-laba sama sekali. Pikirannya mengelana, terbang entah ke mana, memikirkan banyak hal yang berseliweran dan berkelindan.

Jujur saja rasanya hidup Nino seperti roller coaster saat ini. Tiga malam lalu ia masih tidur di kasurnya yang keras seperti batu, tapi sekarang ia justru berbaring di atas spring bed empuk dalam kamar asing nan aneh yang lucunya malah bisa dikatakan lebih baik-tapi juga buruk-dari kamarnya sendiri.

Tiga hari lalu ia masih berdiri di dalam sanggar tari dan mengajar sekumpulan anak-anak kecil yang lucu meski kerap memusingkan juga. Namun sekarang ia justru harus menerima kenyataan kalau ia sudah menjadi peliharaan seorang kriminal.

Tiga hari lalu ia masih memikirkan harus makan apa hari ini, dan memikirkan dari sejumlah uang yang tak seberapa ia harus menghematnya lagi agar bisa membayar tagihan listrik, atau membeli sejumlah barang kebutuhan hidup lainnya. Namun sekarang ia tak perlu memikirkan itu semua, makanan yang dimakannya jelas lebih baik dan enak dari sebelumnya. Ia juga tak dipusingkan dengan sejumlah tagihan apa-apa. Semua yang ia butuhkan tinggal ia katakan saja, lalu Chris akan menyuruh Seth membelinya.

"Ambil hikmahnya, Nino. Lihat ... sisi positifnya ... kamu tak perlu bekerja keras lagi mulai sekarang, kamu hanya perlu mengikuti semua ucapannya," ucapnya berusaha menegarkan diri, tapi air matanya tak bisa ditahan sama sekali dan pada akhirnya ia menangis lagi.

"Tapi aku tidak mau hidup seperti ini. Aku tidak mau menghabiskan hidupku terkurung di kamar ini. Aku tidak mau lelaki itu menyentuhku lagi," tangisnya dengan air mata terus mengaliri pipi.

👼🏻👼🏻👼🏻

Mobil Mustang Shelby hitam itu berhenti tepat di depan rumah dengan warna serupa. Dari dalam seorang lelaki turun tergesa-gesa dan bergegas masuk. Kemeja abu-abu gelap yang ia kenakan nampak kusut, ada bercak merah gelap terlihat mengotori di beberapa sisi, dan bau anyir khas tercium dari aroma keringatnya.

"Di mana Liza?" tanyanya sembari mendekati dua pria lain yang asyik minum kopi di ruang tamu.

Kaget kendati sang tuan yang muncul tiba-tiba, Seth dan Hyun pun segera bangun dari sofa lalu menyambut kedatangannya dengan membungkuk rendah.

"Liza sudah kembali ke mansion, Tuan," jawab Seth.

"Jeo? Apa dia baik-baik saja?" cecar sang don lagi sembari berjalan ke arah pantry dan dua lelaki muda itu mengekori.

Red Angel Dancing On The Bed [Banginho]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang