"Di mana kakakku?" tanya Jeo saat Seth menyapanya sebelum berangkat sekolah.
"Mm, Tuan masih ada urusan di luar. Mungkin nanti malam dia akan pulang," jawab si sopir ragu-ragu.
"Dari kemarin kayak gitu terus jawabnya. Mungkin nanti sore, mungkin nanti malam, mungkin besok, kalian ini lagi mempermainkanku, ya?!" gerutunya sambil menatap tajam Seth dan Liza yang berdiri membawakan tas.
Kedua orang dewasa itu saling melirik satu sama lain sesaat, lalu Liza menjawab, "Aku akan membertahukan Tuan kalau kamu menunggu di rumah."
"Tidak usah! Nanti juga paling dijawabnya mungkin nanti, begitu lagi," gerutu si kecil sembari masuk ke dalam mobil.
Liza menghela napas panjang. Anak asuhnya ini mungkin baru berusia lima tahunan tapi isi kepalanya seperti sudah mendekati usia dewasa. Tidak heran sih, ia pasti mencontoh gaya bicara kakak tertuanya itu yang kerap dijadikannya panutan.
"Ya, aku hanya memberi usul," gumamnya pelan.
"Biar nanti aku yang memberitahukan Tuan Chris kalau Jeo mencarinya," ucap Seth, dan Liza hanya mengangguk pelan.
Seperti biasa, perjalanan ke sekolah tidak ada yang menarik ataupun aneh. Seth mengemudi di depan sambil mendengarkan musik sedangkan Liza di belakang bersama Jeo hanya diam memerhatikan jalanan.
'If you wanna come play. You gotta start with me. And the monster in my head. In my head.'
"I got blood in my hand, and you're my revenge. And you pushed me to the edge. The edge." Seth bernyanyi pelan sembari mengetuk-ngetuk jemarinya pada stir.
Ckiiiitttt ....
"Shit!" Tapi tiba-tiba saja ia mengumpat, dan ia banting stir berputar arah dengan begitu cepat hingga membuat Jeo dan Liza di belakang terkejut.
"Aaaackk!" jerit si kecil yang kaget.
"Astaga! Ada apa Seth?!" pekik Liza dan seketika menarik si bungsu ke dalam dekapannya.
"Mobil putih! Mobil putih yang mengikuti kalian kemarin datang lagi mengejar di belakang!" ucap Seth yang nampak panik.
"Kamu bisa lolos dari mobil itu?!" sahut Liza.
"Terlambat. Kita gagal lepas dari putaran tadi. Berpeganganlah yang erat!" titah Seth.
Ia mulai menyetir dengan cepat, menyalip di antara belas-puluh mobil yang lewat dengan begitu lugas, tapi mobil yang menguntit di belakang masih mengejar tak peduli seberapa cepat atau tangkas Seth mengebut dan berusaha kabur.
"LEBIH CEPAT, SETH! MEREKA MENGEJAR KITA!" teriak Jeo sembari berdiri di atas kursi.
"AKU SEDANG BERUSAHA, BOS!!" pekik Seth dari depan.
"JEO, TURUNKAN KEPALAMU!" omel Liza kencang.
Bruuumm ...
Mobil sport hitam itu semakin memacu kecepatan, menyalip di antara truk-truk besar pengangkut barang, menukik di belokan perempatan saat lampu nyaris berganti merah, tapi tetap saja tak bisa melepaskan diri dari kejaran musuhnya.
"Tidak ada celah. Aku harus menurunkan kalian!" pekik Seth yang tak lagi memiliki rencana lain.
"Apa?!" Jeo kaget, sementara Liza segera mendekap tubuhnya erat dan bersiap melompat keluar saat Seth melambat di tikungan.
Ckiiittt ....
Tepat pada pertigaan di pusat pertokoan, Liza membuka pintu dan melompat keluar dengan Jeo yang ada dalam pelukannya. Ia berguling di atas trotoar sebelum menggendong si bungsu untuk dibawa bersembunyi masuk ke dalam salah satu toko yang ada di dekatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Angel Dancing On The Bed [Banginho]
Fanfiction"You are devil! Fvckin devil!" "Too much info ... the devil is real, and he isn't a little red man with horns and a tail. He can be beautiful---like me---, because he's a fallen angel and he USED to be God's favorite!" "Go to hell!" "Oh, Bunny ... w...