Pyaasshh ...
"Hei!" seru Nino saat si kecil iseng mencipratkan air ke wajahnya.
"Ayo turun!" ajak Jeo untuk kesekian kali, tapi tetap sama; ditolak mentah-mentah oleh yang lebih dewasa. "Kenapa sih? Padahal airnya enak loh!"
"Kakiku sakit," jawab Nino. Entah harus berapa kali ia mengulangi karena anak ini seperti tak percaya sama sekali.
"Aahhh ... nyebelin. Kamu ternyata gak seru!" gerutu Jeo.
"Ya maaf," sahut Nino, cuek. Ia sepertinya tak begitu peduli dengan ucapan Seth yang bilang kalau Jeo lebih berkuasa ketimbang Chris di sini.
"Masa sih aku berenang cuma sendirian?" keluh Jeo lagi.
"Loh, bukannya malah enak ya? Kan kamu jadi lebih puas mainnya," sahut Nino.
"Tapi ini membosankan!" gerutu si kecil lagi. Ia lantas mendekat lalu melipat kedua tangannya di pinggir kolam.
"Kenapa tidak mengajak kakakmu saja untuk ikut berenang denganmu?" tanya Nino sembari melirik ke arah Chris yang sedang duduk di kursi rotan tak jauh dengan mereka, dan sedang berbicara dengan Liza.
"Chris? Dia tidak pernah mau berenang. Kolam renang di mansion saja hanya aku dan Frinz yang memakainya," jawab Jeo.
"Kenapa? Dia tidak bisa berenang?" cecar Nino.
"Itu tidak mungkin. Di kamarnya ada sekitar tiga puluh medali emas dan perak yang ia dapat dari lomba dan olimpiade berenang sewaktu dia masih sekolah dulu," urai si bungsu.
"Wow? Kamu tahu itu semua?"
"Signora Jennie pernah cerita padaku kalau Chris dulu atlet renang sewaktu masih kecil."
"Signora ... Jennie?" Nino membeo pelan.
"Kepala pelayan di mansion."
"Oh ... lalu kenapa dia tidak mau berenang lagi? Kalau dia dulu sering mendapat medali dan mantan atlet bukannya itu berarti dia profesional, kan?"
"Entahlah. Frinz bilang Chris tidak mau lagi berenang setelah sesuatu terjadi padanya."
"Apa?! Apa yang terjadi?" Nino mengernyit bingung.
"Aku juga tidak tahu. Frinz bilang itu bukan sesuatu yang perlu aku pikirkan, jadi aku tidak boleh mencaritahu lebih. Chris juga selalu mengelak jika aku menanyakannya," papar si kecil. "Nino ..." panggilnya pelan.
"Hm?"
"Kenapa passion-mu itu menari? Kenapa bukan yang lain?" tanya Jeo, sepertinya ia masih penasaran. "Aku tidak bermaksud meledek, ya. Jangan salah sangka. Aku cuma penasaran," sambungnya.
"Aku suka menari karena membuatku merasa bebas meski hanya menggerakan tubuhku saja. Ibuku juga dulu seorang balerina, beliau sering menari di atas panggung megah. Aku ingin jadi seperti Ibu," urai Nino.
"Ibumu balerina?" Jeo membeo. "Mamaku dulu dokter, Frinz sering bercerita soal Mama. Frinz mau seperti Mama," tukasnya.
Frinz? Oh, benar, hampir lupa dengan adik tertua Chris yang sedikit gila karena nekat membedah kaki Nino kemarin untuk mengeluarkan peluru tanpa anestesi lebih dulu. Tidak heran sih, ternyata ibunya juga dokter.
"Keren," sahut Nino pelan.
"Tapi Frinz bilang jadi dokter itu bukan passion. Passion Frinz itu jadi model pakaian mahal," cecar Jeo lagi. "Biarpun sebenarnya aku bingung, memangnya kalau nanti operasi orang boleh ya pakai baju mahal begitu?" keluhnya pelan.
Nino tersenyum mendengarnya. "Kalau Jeo sendiri gimana? Passion kamu apa?" tanyanya kemudian.
"Hhhh ... itulah yang aku bingungkan saat ini. Hidupku terasa hampa tanpa passion, jadi aku berusaha mencarinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Angel Dancing On The Bed [Banginho]
Fanfic"You are devil! Fvckin devil!" "Too much info ... the devil is real, and he isn't a little red man with horns and a tail. He can be beautiful---like me---, because he's a fallen angel and he USED to be God's favorite!" "Go to hell!" "Oh, Bunny ... w...