7.

304 51 0
                                    

Cuacana pagi ini sangat cocok untuk tidur dengan selimut tebal atau memakan mie dan minumnya teh manis. Air yang turun dari langit terus mengguyuri bumi tanpa diduga, jalanan pun tidak terlalu ramai karena beberapa orang lebih memilih untuk tidak keluar rumah selain hal yang benar - benar mendesak.

Salah satunya Fanisha. Dibanding berangkat sekolah dengan cuaca yang hujan deras, ia lebih memilih memandang langit yang sedikit gelap itu di dalam kamarnya - ralat lebih tepatnya kamar Fiona yang ditempati oleh Fanisha saat ini.

Suasana hujan deras dipagi hari, mengingatkan akan suatu memori berharga untuk seorang Azalea Fanisha.

Flashback

11 tahun, 2018. Satu hari setelah kelulusan sekolah dasar.

Saat ini Fanisha sedang termenung di tepi ranjang, memandang jendela yang tak pernah sekelam ini. Diluar, hujan turun dengan lembut , seolah ikut merasakan kesedihan yang ia rasakan.

Ia menemukan sepercik surat dibawah bantal tidur miliknya.
______

Hallo, Alea kesayangan mami yang paling cantik.

Mami minta maaf ke Lea yang sebesar - besarnya. Semoga kamu bisa bertumbuh dengan baik ya sayang, maafin mami. Mami selalu sayang kamu, dimanapun kamu berada.

Tertanda :
Mami Chiki Chikuy kesayangan Lea.

______

Pagi yang buruk, bahkan sangat buruk.

Fanisha meremas surat itu dengan kuat, Mami-nya benar - benar meninggalkannya.

Rasanya segala sesuatu yang aku impikan selama ini hanyalah serpihan yang menguap di angkasa, meninggalkan jejak yang samar namun tak terlupakan.

Ia melangkahkan kakinya keluar dari kost-an yang selama ditempatinya dengan sang - Mami.

Air mata yang tak tertahan mengalir, bercampur dengan rintikan hujan yang membasahi tubuhnya seakan berusaha menenangkan jiwanya yang retak. Air hujan itu terus mengguyur tubuhnya yang terduduk dengan lemas ditengah jalan yang begitu sepi seolah setiap tetes air hujan menguatkan rasa sakit didalam hatinya.

Fanisha mencoba tidak peduli dengan perasaan kecewa yang menggerogoti hatinya, tapi rasa itu terus merayap hingga memenuhi hatinya dengan kehampaan.

"ARGHHHHHH MAMIII," teriaknya melampiaskan rasa sedih, marah, kecewa dan hancur yang menjadi satu.

Biarlah orang lain menilainya sebagai anak yang gila. Karena kenyataannya memang seperti itu. Papa-nya yang pergi setelah bercerai saat dirinya berusia 7tahun, dan sekarang dirinya ditinggal sang Mami di umur 11 tahun.

Apakah takdir memang suka se-bercanda ini kepada anak dibawah umur?

Fanisha akhirnya memilih menangis dalam diam dibawah guyuran air hujan yang begitu deras. Yang terdengar hanya suara derasnya hujan, tetapi baginya hanyalah kesunyian. Tidak ada suara derasnya hujan didalam pikiran dan hatinya. Semua terasa hampa, karena ada luka yang tak terlihat, tapi terasa begitu dalam.

Satu jam telah berlalu, dan Fanisha sangat enggan untuk beranjak dari tempatny sedikit pun. Tetapi, entah kenapa kepalanya terasa pusing bahkan pandangannya pun mulai mengabur. Sayup - sayup ia mendengar suara seseorang yang begitu asing ditelinganya,

"AZALEA FANISHA!" teriak seorang perempuan dewasa yang berjalan menghampirinya.

Aku melihat dia berjalan kearahku, tetapi semakin langkah perempuan itu mendekat, maka semakin berat pula mataku. Aku berusaha untuk membuka mataku, tetapi kenapa rasanya susah sekali? Akhirnya aku terpejam dan tidak tau apa yang terjadi selanjutnya.

"Syukurlah kamu sudah bangun," suara seorang perempuan itu menyapa indra pendengarnku disaat mataku belum terbuka sepenuhnya.

Aku mengerjapkan matanya, berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk. Setelahnya aku mengerutkan keningnya, karena didepannya ada seorang wanita yang cantik. Tapi, aku tidak mengenalinya sama sekali.

"Maaf. Kakak siapa, ya?" tanyaku dengan sopan seraya tersenyum sungkan.

Perempuan itu mengelus rambutku yang sudah kering, sepertinya dipakaikan haidlayer sehingga bisa kering dengan waktu yang terbilang singkat. "Namaku Fiona, kamu bisa memanggilku dengan panggilan Cece. Aku, temennya Mami kamu. Mulai sekarang kamu tinggal sama aku, ya?" itu bukan tawaran. Tetapi, kenyataan. Ya. Kenyataan jika dirinya begitu tidak diinginkan oleh sosok yang melahirkannya ke dunia ini.

Fanisha berusaha tersenyum disaat jiwanya berteriak kesetanan, "Aku Azalea Fanisha. Cece, bisa panggil aku Fanisha."

"Okay. Welcome, dikehidupan baru dengan orang baru ya, Fanisha. Semoga kamu nyaman tinggal sama Cece."

Flashback.

Tak terasa Fanisha sudah menghabiskan waktu tiga puluh menit menit untuk termenung dengan pikiran yang kembali mengingat kejadian 6tahun yang lalu, dimana awal pertama dirinya berjumpa dengan Fiona.

Fanisha tidak memiliki hubunganbdarah dengan Fiona. Tetapi, kedekatan mereka seperti mempunyai satu ikatan darah. Hanya Agatha, Jema dan seseorang yang mengetahui jika Fanisha dan Fiona hanyalah orang asing yang berperan layaknya saudara sekandung.

"Mau sarapan, ga?" tanya seseorang seraya membuka pintu kamarnya.

Fanisha mengerjap pelan, ia menoleh kearah Kael yang berdiri seraya menyender pada pintu kamarnya dengan kening yang mengerut bingung. "Lah. Lo ga ke sekolah?" tanyanya.

"Punya handphone?" tanya Kael yang langsung diangguki oleh gadis itu dengan cepat. "Makanya liat grup, biar tau Bu Dhea ngasih info apa aja." sambungnya dengan kesal.

Fanisha mendengus pelan, dirinya lebih memilih mengabaikan itu. Ia turun dari kasurnya dan berjalan menghampiri Kael, "Sarapan apa?" tanyanya seraya menatap Kael dengan kepala yang sedikit mendongkak. Bagaimana pun juga Kael tetap lebih tinggi darinya.

"Sandwich, buah - buahan. Makanan beratnya gue cuman masak ayam goreng doang," sahut Kael dengan jujur.

Tanpa mengucapkan satu patah kata pun, Fanisha berjalan lebih dulu kearah dapur meninggalkan Kael yang mendesah kesal.

● ● ●

12 Hari Hidup BersamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang