CHAPTER 14: Gang Bhuria

39 19 0
                                    

Burung berkicau melintasi indahnya, laut luas yang lapang, kapal ferry berhenti di pelabuhan yang cukup ramai dengan beberapa penjual pedagang kaki lima

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Burung berkicau melintasi indahnya, laut luas yang lapang, kapal ferry berhenti di pelabuhan yang cukup ramai dengan beberapa penjual pedagang kaki lima. Banyak yang menawarkan ikan ikan segar hasil tangkapan.

Dengan gapura besar yang berdiri tegak bertuliskan kata. "SELAMAT DATANG DI ARZAHINIA" Aku tersenyum lemas melihat tanda itu, suara-suara warga yang berteriak menawarkan dagangan mereka kepada penumpang kapal yang baru saja turun dari kapal.

Ramai tapi memenangkan.

Aku berjalan tertatih-tatih masuk gapura besar itu, pemandangan asri yang masih terbalut di pulau ini, sungguh membuat Arzahinia seakan belum tersentuh oleh teknologi apapun. Aku melihat sekeliling mencari delman untuk kutumpangi menuju rumah nenek.

Mataku tertuju satu delman yang sepi, kusirnya menunggu dengan sabar siapapun yang ingin menaiki delman nya.

"Permisi pak, ke gang Bruhia harganya berapa ya?" Tanyaku kepada supir itu yang sedang melamun, membuatnya terkejut.

"Oh! Cuman 10rb saja dek" katanya dan menyuruhku untuk naik ke delman nya. Tidak lupa untuk membantunya naik, karena melihat kakiku yang terbalut perban.

Aku duduk dengan nyaman, melihat sekeliling yang masih tanah lapang dan sawah. Membuat siapapun pasti nyaman melihat pemandangan ini, delman terus bergerak, hentakan kaki kuda yang terdengar jelas ditelingaku, serta getaran yang di buat olehnya membuat tubuhku mengikuti getaran dari kaki kuda.

"Adek anak kota ya?" Tanya si supir secara tiba-tiba.

"Iya pak, saya dari kota"

"Pantas saja, wajah kamu beda dari anak muda disini" Mendengar hal itu, aku hanya mengangguk mengiyakan.

"Kesini mau ngapain dek? Ketemu keluarga?"

"Iya pak, saya ingin bertemu dengan nenek saya di dalam gang Bruhia"

Supir itu menoleh sekilas kearahku dengan bingung. "Oh, nenekmu tinggal di gang Bruhia"

"Saya kira, kau anak muda yang sedang melakukan penelitian di gang Bruhia itu"

Aku sedikit terkejut. Penelitian? Dalam hal apa? Siapa yang melakukan penelitian di tempat tinggal nenekku? Ada apa disana?

"Kalau boleh tahu, penelitian apa ya?"

"Rumor nya sih dek, ada makhluk aneh disana tuh, kan ada satu rumah yang usianya lumayan udah lama banget di tinggalin, terus makhluk itu tinggal disitu"

"Katanya sih, makhluk itu sedang mencari sesuatu"

"Mencari sesuatu?"

"Iya dek, semacam benda gitu, bapak juga tidak tahu, itu hanya rumor yang di bicara warga sini sih dek"

Aku mengangguk mengiyakan, informasi yang sedikit penting. Pulau ini memang cepat sekali jika rumor tentang sesuatu tersebar, dari mata menuju mulut ke mulut.

Delman bapak itu berhenti tepat di depan tiang yang bertulisan Gg Bhuria. Aku memberikannya uang 10rb tidak lupa dengan ucapan terimakasih.

"Mau bapak bantu sampai di rumah nenekmu?"

"Tidak usah pak, saya bisa sendiri, tenang saja"

Pak kusir itu mengangguk, lalu ia mulai menggerakkan kembali kudanya dan berjalan pergi.

Angin berhembus cukup halus, menyapu daun-daun yang berguguran, membawanya berputar sebelum akhirnya berbaring ditanah.

Palang tinggi yang sudah berlumut dan berkarat, membuktikan bahwa tempat ini cukup lama ditinggalkan, perlahan aku berjalan masuk kedalam gang, dengan diiringi pepohonan yang cukup tinggi. Mungkin ini lebih di sebut jalan, tapi kenapa harus gang? Bukankah seharusnya gang itu tembok tinggi dan sempit? Ini..hanya jalan setapak dan pepohonan yang tinggi.

"Aku mau pulang, ibuku pasti mencariku" Kata Sina secara tiba-tiba, dan menyerahkan kantung buah itu kepada Vara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku mau pulang, ibuku pasti mencariku" Kata Sina secara tiba-tiba, dan menyerahkan kantung buah itu kepada Vara.

"Loh? Sina..kamu pulang? Tapi Varius gimana?"

Vara khawatir dan langsung berdiri, merapihkan rok pendek nya.

"Besok masih bisa kan? Kita jenguk dia besok saja, tidak perlu sekarang, lagipula masih banyak tugas-tugas yang belum kuselesaikan"

Sina benar, mereka sudah lama duduk didepan gerbang hitam ini, yang bahkan rasanya jika disentuh pasti akan panas, karena terpapar sinar matahari.

Cikay menyibak rambutnya yang lepek akan keringat. "Sina benar, ayo pulang saja, besok aku saja yang akan kesini, lalu aku akan mengabari kalian"

Sina mengangguk mengibas-ngibas wajahnya dengan telapak tangannya, membuat angin buatan.

"Baiklah.." Keluh Vara, lalu punggungnya di tepuk pelan berkali-kali oleh Sina.

Merekapun pergi begitu saja, meninggalkan rumah besar yang sepi seakan sudah tidak terpenghuni. Bahkan tidak ada tanda-tanda kehidupan dirumah besar itu.

Cikay yang menurutnya tahu segalanya tentang Varius, namun jika sudah seperti ini dia sudah kehilangan koneksi. Bahkan sekarang ia tidak tahu dimana Varius berapa, ia tidak pernah tahu tentang silsilah keluarga Varius.

Dia merasa seperti sahabat yang gagal.

Bagaimana tidak gagal? Seharusnya dia orang pertama yang tahu kabar tentang Varius, orang pertama yang mendengarkan keluhan Varius. Sahabat macam apa dia? Atau mungkin, hanya dia yang menganggap dirinya bersahabat dengan Varius?

Apakah Varius merasa, Cikay itu hanyalah teman biasa?






🪸🪸

🪸🪸

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MEET YOU, AT THE SEA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang