Bagian Sembilan Belas

16 3 0
                                    

Ingatkan pada Lia bahwa sekarang hari Minggu, waktunya untuk bersantai dan menikmati akhir pekan bersama keluarganya sebelum ia berangkat untuk survei kampus tempatnya ujian masuk perguruan tinggi.

Tapi kelihatannya belum ada tanda – tanda Lia bangun. Ia masih tenang berkemul padahal hari sudah cerah.

Mama Lia yang sibuk di dapur bersama Lino memanggil suaminya. “Yaah, Lia belom bangun ya ? Yaampun anak itu.”

“Belum kayaknya ma.” Saut ayahnya dari depan rumah yang sedang menyiram tanaman bersama pembantu rumahnya.

Mama Lia menghela nafas. “Nggak nyangka ternyata kamu jago masaknya lo. Padahal laki - laki. Nah si Lia malah yang plonga plongo kalo masalah dapur.”

Lino tertawa malu. “Udah kebiasaan hidup sendiri tante. Jadi mau gak mau ya harus bisa. Tapi Lia bersih – bersihnya juga jago tuh.”

“Emang sih, dia paling anti kalo sama yang kotor. Eh, sarapan dah hampir siap semua. Kamu bangunin Lia gih, biar mama yang selesaiin ini.”

“E-eh ?”

“Iya, kamarnya samping kamar kamu, udah tau kan ?”

Lino menelan ludahnya grogi. “M-mama ? K-kamar ku ?” Akhirnya Lino hanya menganggukkan kepalanya dan bergegas pergi. Namun mama Lia menahannya sejenak. “Lino !”

“Iya, tante ?”

“Mama ya, bukan tante.” Setelah mengatakan itu mama Lia tersenyum tulus. Mata Lino sedikit berkaca mendengar perkataan dari wanita cantik itu. Ia menyimpan air matanya sambil pergi ke kamar Lia.

Hingga sampailah ia di kamar Lia. Dan ia mendapati perempuan itu ternyata masih pulas. Ia menghampiri ke ranjangnya. Lino mendekatkan wajahnya ke wajah Lia. Satu kecupan berhasil ia daratkan di dahi Lia dengan lembut.

Lalu, “Tuan putri, ayo bangun. Sarapannya udah siap.”

Hening. Lia masih tak merespon. Dan sekali lagi Lino mendaratkan kecupannya pada kedua mata Lia. “Tuan putri, bangun. Katanya mau jalan – jalan.”

Lino membuka tirai kamar Lia dan membuka selimutnya yang akhirnya membuat Lia terbangun karena terkejut sinar matahari menyorot wajahnya tiba – tiba. “Akhh. Terang banget sih mama !” Teriak Lia kesal saat belum membuka matanya. “MAMA ISH KENAPA-”

“KAK LINOO !”

“Kakak ish, terang banget itu mataharinya, silau. Nyebelin.” Teriak Lia kesal dengan apa yang Lino lakukan tadi.

“Hahaha, abisnya ngga bangun – bangun. Sarapannya udah siap, katanya mau jalan hari ini.” Jawab Lino.

“Iya iyaa, ih. Keluar sana kak. Aku mo ganti baju dulu.” Teriak Lia ke Lino kesal.

Lino tidak bergegas keluar, ia malah menyandarkan badannya di depan pintu kamar Lia sambil tersenyum smirk. “Yaudah ganti baju aja.”

“La trus ngapain masi disitu ? Keluar dulu kak, ih.”

“Gimana kalo aku nungguin kamu aja disini, bair aku doang yang liat.”

“Heh !” Dua bantal mendarat tepat di wajah Lino. “Dasar laki – laki.” Lino tertawa puas melihat reaksi Lia yang belum pernah ia lihat ini. Reaksi dimana Lia bisa teriak, tertawa, marah dengan leluasa dan puas.

Dalam hati kecilnya, ia merasa sangat bahagia.

Lino berjalan mendekat kearah Lia. Lia memasang wajah bingung. Lino mengecup dahi Lia sekali lagi yang membuat Lia tersipu malu, pipinya memerah.

Ia mencubit lengan Lino. “Kak Lino, ish.”

“Hahaha, iya iya tuan putri. Setelah ini kebawah ya.” Akhirnya Lino keluar dari kamar dan meninggalkan Lia yang masih blushing itu.

Masih pagi, gantengnya udah kebangetan itu orang. Akhh.”

🍄🍄🍄

“Ayah, hari ini jadi kan ?” Tanya Lia ketika sehabis makan sarapan bersama. Ayahnya menengok kearah Lia. “Kemana ?”

“Loh, ayah lupa. Kan kita mau jalan.”

Ayah Lia menepuk jidatnya, tak mengira ia sudah lupa janjinya dengan putri cantiknya.

“Oh iya, astaga. Yaudah kita siap – siap setelah itu kita berangkat ya.”

“Hehehehe, yeay.”

Ternyata, hari ini mereka berencana jalan – jalan bersama ke hutan kota untuk menikmati waktu santai bersama keluarga. Mama Lia mengajak serta pembantu rumah tangganya. Itulah kenapa banyak orang menyukai keluarga mereka.

Mereka memang orang terpandang dan kaya, tapi mereka sama sekali memperlakukan orang lain dengan layak dan baik. Meskipun mereka sering meninggalkan Lia sendirian di rumah, namun pembantu atau asisten rumah tangganya dengan senang hati menjaga anaknya.

Ketika semua sudah siap berangkat, ayah Lia memanggil Lino. “No, kamu yang nyetir ya.”

“Iya om.” Jawab Lino sembari menerima kunci mobil.

“Kok om ? ayah dong, enak aja !”

Sekali lagi, sekali lagi Lino berusaha menahan air matanya. “I-iya . . . yah.”

Ayah Lia tersenyum tulus. Sedangkan Lia yang mendengar pembicaraan mereka dari dalam mobil juga sama dengan Lino, menahan air mata harunya.

🍄🍄🍄


Mereka tiba di tempat tujuan dengan selamat dan dalam keadaan cuaca yang cerah. Mereka segera menggelar tikar lalu menyusun barang dan bahan makanan yang dibawa dari rumah.

Setelah itu Lia izin pada mamanya untuk bersepeda berdua bersama Lino. Akhirnya mama, ayah dan pembantu Lia asik berghibah sepeninggal mereka berdua. Namun mereka sempat membicarakan mereka berdua. “Semoga Lino memang laki – laki yang tepat untuk menjaganya.” Kata mama.

Ayah Lia tersenyum. “Dan membahagiakannya.”

Lino dan Lia menghampiri tempat penyewaan sepeda. Mereka naik dan mengelilingi taman kota itu. Lia yang dibonceng Lino dibelakang hanya menatap punggung laki – laki itu dan memegangi bajunya.

Tapi, tangan Lia dilepaskan paksa oleh Lino. Lia terkejut Lino bersikap seperti itu dengan tiba – tiba. Tapi detik selanjutnya Lino menarik tangan Lia dan menuntunnya untuk melingkarkan di pinggang Lino.

Sikap Lino itu membuat Lia memerah seketika, Lia salah tingkah dan bingung mau bicara bagaimana lagi. Pikirannya blank.

“Pegangan kok nanggung nanggung.” Kata Lino sambil tertawa.

“Apaan ih, modus banget.” Kata Lia masih dengan tersipu.

“Nggapapa kali. Menang banyak gini. Hehehe.” Kata Lino jahil.

“BODO AMAAT KAAAK.”



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BE BETTER [Lee Know ♡ Lia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang