"Kenapa, Bara? setiap kali Papa berharap sama kamu, setiap kali kamu minta Papa buat percaya sama kamu- kamu malah buat Papa kecewa. Papa percaya sama kamu, Papa pernah sangat percaya sama kamu, bolehin kamu kuliah dimana, ngejar karir yang mana, jadi apa, jadi siapa, Papa dukung. Tapi mana hasilnya?"
"..."
"Bisnis mu berantakan dan sekarang karir mu sebagai jurnalis juga memalukan."
Bungsu keluarga Sanjaya itu menatap lantai dengan nanar, semua kalimat Papa yang Ia dengar bak belati yang satu persatu menancap ke hatinya. Membuat Ia sedih, kecewa, juga marah. Bara tidak pernah melihat kegagalannya setajam itu- maksudnya, Ia sangat menghindari membuat dirinya sendiri terpuruk karena kegagalan dan membuat rasa percaya dirinya hilang.
Ia ingin selalu menyikapi semuanya dengan tenang dan yakin bahwa selama Ia tetap berusaha Ia akan mendapatkan hasil yang baik.
Tapi tidak, itu tidak terjadi.
Dan Bara bersumpah bahwa itu terjadi bukan karena Ia tidak berusaha. Apakah Ia selama ini memang menyia-nyiakan bisnisnya? Tidak, Ia berusaha membangunnya dengan baik meski ceroboh dan penuh kesalahan.
Bara mengakui Ia memang terkadang tidak serius, tapi ada banyak faktor yang mendorongnya untuk seperti itu. Bara yang sulit diatur dan kekanakan itu sebenarnya takut setiap kali Papa menemukan penurunan progres dari apa yang sedang ia usahakan, membuat ia pada akhirnya merugi karena selama ini berusaha menutupi kerugian tersebut.
"Papa bilang sekarang Bara jadi jurnalis yang bikin malu? emang kapan Papa pernah bangga Bara jadi jurnalis?"
"..."
"Sekarang Papa liat kesalahan Bara sebagai jurnalis, emang kapan Papa pernah liat keberhasilan Bara selama jadi jurnalis?"
Papa Sanjaya menatap lekat sang anak yang masih bicara dengan kepala menunduk dan pandangan lurus ke lantai, suaranya rendah terkesan barat, Ia bisa merasakan emosi yang berusaha anaknya sampaikan di sana dan itu membuatnya tersenyum kecil.
"Kamu bahkan gak mau tau dunia Papa, Bara. Selalu nolak ikut setiap kali Papa punya acara, gak kasih Papa kesempatan buat memahami kamu lebih banyak. Gimana kamu bisa tau kapan Papa bangga sama kamu?"
"Papa emang gak pernah bangga sama Bara." Anak bungsu itu kini mengangkat kepala dan menatap pria di hadapanya, "Selalu Stevan, anak paling baik, paling dewasa, bisa Papa andalkan itu stevan. Sampe Stevan nikah dan punya anak, kehidupan rumah tangganya pun Papa banggain."
"..."
"Atau Helen, satu-satunya anak perempuan Papa yang pinter, punya gelar dokter, meski gak ikut ngelola bisnis Papa, Helen nikah sama pengusaha yang sekarang jadi relasi Papa-"
"Jadi kamu ngerasa perlakuan Papa sama kamu dan kedua kakakmu itu beda?"
Bara memalingkan padangannya dan menjawab dengan ketus, "Emang, kan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bylines and Heartbeats (Hoonsuk)
FanfictionBaraga dan Harlingga adalah dua jurnalis yang penuh semangat dalam mengeksplorasi keberagaman budaya di seluruh dunia. Suatu hari, mereka memiliki tugas untuk pergi ke sebuah pulau terpencil yang legendaris, di mana suku asli yang hidup di sana memi...