Chapter 23

16 3 0
                                    

Di sebuah ruang latihan pribadi yang luas dan megah, seorang pria bertopeng merah berdiri di depan barisan target tembak digital. Ruangan itu dirancang khusus, dengan dinding kedap suara berlapis kayu mahal dan pencahayaan temaram yang menciptakan suasana dramatis. Lampu-lampu kecil di langit-langit menerangi jalur tembak, memberikan kesan futuristik.

Pria itu mengenakan pakaian latihan yang dirancang khusus, lengkap dengan sarung tangan kulit dan pelindung telinga yang elegan. Di tangannya, tergenggam senjata kaliber tinggi yang sudah diatur presisi oleh teknisi pribadinya.

Suara tembakan terdengar tajam dan langsung terserap dinding, nyaris tanpa gema, berkat teknologi canggih yang mengisi ruangan.

Di sisi ruangan, terdapat meja yang dilengkapi monitor digital yang menampilkan data akurat mengenai kecepatan peluru dan ketepatan tembakannya. Setiap kali dia menembak, layar menunjukkan statistik terbaru, dan seorang pelayan di sampingnya mencatat hasilnya sambil menyiapkan senjata cadangan.

Hening, fokus, dan penuh ketelitian, ruangan latihan pribadi ini memancarkan kemewahan dan kekuasaan, seolah menggambarkan bahwa bagi pria ini, kendali atas senjata adalah simbol kendali atas hidup dan kekayaannya.

Seorang pria yang menjabat sebagai tangan kanannya menghampiri nya dan menunduk sopan.

"bagaimana dengan nya? apa mereka sudah bergerak?" tanya pria itu seraya meletakkan senjata nya

"lapor tuan, mereka sudah mulai bergerak" balas si tangan kanan "tapi tuan, sepertinya anda harus berhati-hati karena dia sangat berbahaya" lanjutnya

Pria bertopeng itu tersenyum miring "ya, aku tau itu. ku pikir dia akan salah paham, aku ingin melihat sejauh mana permainan ini" ucapnya

"lalu bagaimana dengan tahanan kita?" tanya pria bertopeng itu

"dia aman tuan"

"baguslah, suruh anak itu menjaga tahanan kita dengan baik sebelum pria itu menemukan kita"

"baik tuan"

Setelahnya pria bertopeng merah itu berjalan meninggalkan ruang latihan.

+++

Seorang pria bermata abu-abu dengan tatapan tajam duduk tegap di balik kursi kekuasaannya, sebuah kursi kulit hitam yang besar dan mewah, dengan punggung kursi yang menjulang tinggi, simbol kedudukan yang tak tergoyahkan.

Matanya tajam, berkilat dingin, menatap lurus ke depan dengan ekspresi penuh perhitungan. Sorot mata itu tampak menusuk, seakan mampu membaca setiap pikiran yang tersembunyi, memancarkan aura kekuasaan yang tak terelakkan.

Di atas meja kayu besar di depannya, tertata rapi dokumen-dokumen penting, beberapa map dengan segel resmi, dan pena emas yang diletakkan hati-hati di samping tumpukan kertas. Di jari tangannya, cincin permata biru bersinar lembut di bawah cahaya lampu, memberikan kesan kemapanan dan kekuasaan.

Ruangan itu hening, hanya terdengar suara detik jam antik di sudut ruangan. Hiasan dinding yang elegan dan rak buku berisi literatur klasik di belakangnya melengkapi suasana, menciptakan aura kebijaksanaan dan wibawa.

Pria itu duduk dengan tenang, namun dari sorot matanya yang tajam, jelas bahwa pikirannya bekerja dengan cepat, menganalisis, memutuskan, dan merencanakan setiap langkah dengan presisi.

Seorang pria yang menjabat sebagai tangan kanan archen memasuki ruangan dan menunduk hormat.

"permisi tuan, kami masih belum bisa mendapatkan keberadaan tuan muda gemini" ucap est

Pria tampan itu berdiri dengan ekspresi tegang di balik meja kekuasaannya. Wajahnya menegang, matanya bersinar tajam, penuh kemarahan yang ditahan. Saat emosinya tak terbendung, tangannya terangkat tinggi, lalu menghantam meja dengan keras.

Brakk

Suara dentuman itu menggema, memecah keheningan, membuat beberapa dokumen berhamburan dan pena-pena berguling menjauh. Meja kayu kokoh itu tampak bergetar sejenak di bawah pukulannya, sementara cincin di jarinya memantulkan kilau dingin dalam cahaya redup ruangan.

Ruangan itu terasa tercekam, seolah udara di sekitarnya ikut mencekat. Di belakangnya, jendela besar menghadap kota, tetapi pemandangan malam yang megah itu seakan sirna dalam intensitas emosinya.

Di sekelilingnya, hanya dinding dan perabotan mahal yang menjadi saksi kemarahan yang terpendam.

Dengan napas yang berat dan tatapan yang membara, pria itu berdiri, menguasai ruangan dengan auranya yang penuh kekuatan, menunjukkan bahwa ia bukan hanya penguasa ruang, tapi juga penguasa momen itu.

"cari keberadaan adik ku sampai ketemu est" perintah archen dengan tegas

"baik tuan" ucap est menunduk hormat "dan juga tuan, kami tidak menemukan kalung permata biru di secret room rumah utama tuan" lanjutnya

"APA!!!"

Kalung permata biru itu adalah peninggalan turun temurun dari keluarga Alexander.

"maaf tuan, tapi saya mendapat informasi dari salah satu pelayan di rumah utama bahwa kalung itu di kenanakan oleh tuan muda gemini" jelas est

"sial, dia langsung mengambil dua harta berharga" ucap archen dingin dengan sorot mata tajam.

Beberapa saat kemudian senyum miring muncul di wajah tampannya.

"tapi itu adalah hal bagus" ucapnya

+++

Saat ini archen sedang berendam di bathtub yang dipenuhi dengan bongkahan es, tubuhnya terbenam hingga dada dalam air yang sangat dingin tanpa merasa menggigil sedikit pun.

Tangan-tangannya terkulai di sisi bathtub, dan tubuhnya terlihat rileks, dengan bahu yang sedikit turun.

Matanya terpejam, napasnya dalam dan lambat, berusaha menyesuaikan diri dengan suhu ekstrem untuk mencapai ketenangan batin.

Suara es yang berderak sesekali terdengar saat ia bergerak sedikit. Cahaya lampu yang redup di ruangan itu memberi kesan sejuk dan damai, mendukung suasana meditasi yang intens, membantunya melepaskan stres dan mengembalikan ketenangan pikiran.

Pria itu mengambil ponselnya dari rak di sampingnya lalu membuka room chat nya bersama sekertarisnya itu, namun tidak ada satupun pesan yang dibalas oleh sekertaris nya itu. Archen menekan nomor est.

"halo"

"iya, halo archen, ada apa?" ucap est di seberang sana

"kau sudah mendapatkan kabar dari chai?"

"belum, tapi aku mendapat kabar dari tetangganya jika dia sedang pulang kampung bersama adiknya"

Archen merenung mendengar ucap est

"tapi kenapa chai tidak bilang kepada ku" batin archen

"sudah lah archen, aku rasa chai aman, dia tidak akan terlibat dengan dunia mu. musuh mu tidak akan tahu kalian dekat, mereka pasti berfikir kalian hanya sebatas bos dan sekertaris" ucap est menenangkan

"baiklah est"

Setelah itu archen mengakhiri panggilannya, lalu pria tampan itu memandangi wallpaper ponselnya yang terdapat wajah nata dan archen disana.

"aku tidak yakin kau mengkhianati ku, tapi kenapa semua bukti-bukti yang ku dapat mengarah kepadamu?" pikir archen

"dimana kau chai, aku merindukan mu" lirih pria tampan itu

+++

Awhh siapa yahh sebenernya pelakunya???

Ada yang tau gak gaiss? 😏

Jangan lupa tinggalkan jejak kawannn (vote and comment nya!!)

StartelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang