Sudah beberapa hari berlalu sejak percakapan antara Jay dan Jake yang membuka sedikit kebenaran tentang perasaan mereka. Jake merasa sedikit lebih lega, tetapi ketenangannya hanya berlangsung sementara. Pada suatu hari, saat ia pulang ke rumah, ayahnya sudah menunggu dengan wajah muram, tampak kecewa. Jake baru saja selesai dengan urusannya yang mendesak, berpikir bahwa membolos sehari tidak akan menjadi masalah besar. Namun, ia salah. Ayahnya sudah mengetahui semuanya, dan amukan yang tak terelakkan pun dimulai.
"Apa kau tidak tahu batasan?!" suara ayahnya menggelegar, seolah setiap kata yang keluar dari mulutnya seperti petir yang menghantam langsung ke jantung. "Apakah ayah pernah mengajarkan kalian untuk membolos?! Mau jadi apa kalian nanti jika seperti ini?" Ayahnya bertanya dengan nada penuh kemarahan, matanya tajam menatap Jake. Jake tahu betul bahwa ia tidak bisa menjawab pertanyaan itu dengan mudah, karena jawabannya tak akan pernah memuaskan sang ayah. Ia merasa seolah-olah ia telah mengecewakan semua harapan yang ditanamkan kepadanya.
Namun, di balik kemarahan ayahnya, Jake merasa semakin tertekan. Ia tahu bahwa tindakannya kali ini membuatnya semakin sulit untuk mencari pemahaman dalam keluarga. Tak ada ruang untuk alasan, tak ada toleransi untuk kekeliruan, hanya tuntutan dan harapan yang semakin membebani pundaknya. Ia hanya bisa diam, berusaha menahan semua emosi yang datang, sambil bertanya-tanya dalam hati, apakah ia akan selalu gagal memenuhi ekspektasi yang terlalu tinggi itu.
Jake merasa seperti berada di bawah tekanan yang berat, mencoba menenangkan diri namun tetap merasa terpojok. Ayahnya terus mengomel, menuduhnya tidak serius dengan pendidikan, dan mengingatkan betapa pentingnya mengikuti aturan. Setiap kata yang keluar dari mulut ayahnya seolah menusuk, membuat Jake semakin merasa tidak dimengerti. Di benaknya, Jake tahu bahwa ia tidak membolos hanya untuk bersenang-senang, tetapi ayahnya tidak pernah mencoba untuk mendengarkan alasan di balik keputusannya. Ia hanya melihatnya sebagai bentuk pelanggaran.
Sementara itu, Jay yang mendengarkan dari kejauhan merasa cemas. Ia tahu betul apa yang sedang terjadi dan bagaimana beratnya beban yang sedang dipikul oleh Jake. Namun, ia juga merasa tidak punya banyak cara untuk membantu. Setiap kali mereka berbicara, selalu ada perasaan kesulitan untuk menemukan kata-kata yang tepat agar ayah mereka bisa mengerti. Jay merasakan ketegangan antara mereka, bahkan ia merasa terjebak di tengah perselisihan yang tak kunjung selesai. Ia ingin sekali memberi tahu Jake bahwa semuanya akan baik-baik saja, tapi ia pun merasa ragu.
Malam itu, setelah amukan ayah mereka mereda, Jake duduk sendirian di kamarnya, merasa lelah baik secara fisik maupun emosional. Ia berpikir, apakah ia harus terus berusaha untuk memenuhi harapan ayahnya, meskipun kadang ia merasa seperti dirinya bukanlah siapa-siapa di mata sang ayah? Perasaan bingung dan terasing semakin menguasai dirinya. Sementara itu, Jay merasa khawatir akan kondisi Jake yang semakin tertutup dan sulit diajak bicara. Mereka berdua tahu bahwa hubungan mereka sebagai saudara semakin teruji, dan jika mereka tidak menemukan cara untuk saling mendukung, bisa jadi mereka akan semakin jauh satu sama lain.
Hari-hari berlalu dengan suasana yang semakin tegang di rumah mereka. Jake merasa seperti terjebak dalam rutinitas yang tidak ada habisnya: berusaha memenuhi ekspektasi ayahnya, tetapi merasa semakin jauh dari dirinya sendiri. Ia mulai mengisolasi diri, lebih sering menghabiskan waktu sendirian di kamar, merenung tentang apa yang sebenarnya ia inginkan dari hidupnya. Setiap kali berusaha menjelaskan perasaannya, Jake merasa seperti tidak ada yang mengerti, dan itu membuatnya semakin merasa lelah. Ia tak tahu lagi bagaimana cara berkomunikasi dengan ayahnya yang selalu memandangnya dengan cara yang sama, tanpa memberi ruang untuk penjelasan.
to be continue
27 NOV 2024thank you for the vote 🫶
KAMU SEDANG MEMBACA
PULANG | ON GOING
FanfictionTujuh bersaudara tinggal dalam satu rumah, tetapi masing-masing menyimpan luka batin yang tidak terlihat. Mereka tumbuh dengan cara yang berbeda dalam menghadapi tuntutan dan harapan dari keluarga. Kakak tertua merasa harus selalu sempurna, yang lai...