Anggi masih mengingat wejangan Imas bahwa setelah beratnya cobaan, pasti ada kebahagiaan yang menunggu. Mungkin kebahagiaan yang dimaksud telah datang. Hari-hari yang dijalani Anggi kembali berwarna. Lebih dari sebelumnya.Lupa rasanya kapan terakhir kali Anggi berangkat kerja dengan perasaan bersemangat. Saat pulang kerja pun, badan memang terasa lelah, tapi mentalnya baik-baik saja. Anggi merasa bersyukur, dia memutuskan untuk melupakan fitnah yang menimpa dirinya.
Sejujurnya Anggi juga tidak rela, karier yang ia bangun selama tujuh tahun hancur begitu saja dengan reputasi buruk. Namun, Anggi menyadari dirinya tidak berdaya dibandingkan orang-orang seperti mereka yang memiliki uang, jabatan, dan koneksi.
Dia tidak menjelaskan kepada siapa pun, lagi pula tidak ada yang mau mendengar. Rekan-rekan kerjanya tidak menghubungi sama sekali sejak hari kejadian. Dion juga memblokir nomor Anggi. Tidak ada permintaan maaf dan tidak ada penyesalan.
Pahit, tapi Anggi abaikan. Masih ada tanggung jawab yang harus ia cukupi.
Ya, Anggi mengira itu jalan terbaik. Tidak muncul lagi di restoran, tidak menuntut apa pun. Dia pikir, dengan begitu hidupnya akan tenang. Setidaknya, itu yang Anggi rasakan selama beberapa hari ke belakang. Namun, Anggi tidak pernah siap bahwa hidupnya akan kembali terguncang hari ini.
Tepat begitu sampai di kos sepulang dari kerja, Anggi menemukan mobil merah terparkir di depan. Orang tersebut keluar dari kursi kemudi menghampiri Anggi yang masih ada di atas motor, berhenti tepat di hadapan mobilnya.
Tidak ada keterkejutan karena Anggi tahu betul pemilik mobil tersebut. Lelaki itu memang mengetahui kosannya karena dulu pernah beberapa kali menebenginya pulang. Yang ia tidak mengerti, kenapa lelaki itu mendatanginya sekarang.
"Nggi, aku butuh bicara sama kamu, tapi nggak di sini. Kamu masukin motornya dan kita cari tempat ngobrol yang enak."
Anggi diam tak bergeming, tidak ada niatan untuk menuruti ajakan tersebut.
"Lebih baik Chef Dion pulang. Nggak ada yang perlu dibicarain. Kecuali Chef jelasin ke Mbak Raisa yang sebenarnya," balas Anggi tegas.
"Maaf, Nggi. Aku terpaksa nyeret kamu ke dalam masalah rumah tanggaku. Aku tau ini salah, tapi aku masih belum bisa ngasih tau Raisa. Aku ke sini mau minta maaf secara pribadi dan atas nama Istriku yang nuduh kamu sembarangan."
Tawa getir keluar dari mulut Anggi. Ingin sekali ia melepas helmetnya, lalu ia lempar ke wajah Dion sekarang. Namun, ia tahan karena tidak ingin membuat keributan.
"Saya difitnah dipermalukan di depan banyak orang dan kehilangan pekerjaan. Kalau Chef datang ke sini cuma sekadar minta maaf, tanpa mengembalikan nama baik saya. Sepertinya susah buat saya memaafkan Chef Dion."
"Makanya kita perlu bicara, aku ke sini mau ngasih kamu kerjaan. Anggap aja sebagai permintaan maafku, Nggi," ujar Dion berusaha memersuasi. Dia memegang tangan Anggi yang berada di atas motor. "Kamu udah aku anggap kayak adik sendiri, aku nggak tega lihat kamu nggak punya kerjaan. Kamu pasti butuh biaya buat adik-adik kamu juga, 'kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
You Deserve to Be Loved
RomanceDiajak menikah dengan anak dari ibu kos seratus pintu, tempat di mana Anggi selama tujuh tahun bernaung di perantauan. Kabar baik atau kabar buruk? Karena prioritas utama saat ini bagi Anggi adalah membiayai pendidikan adik-adiknya dan memastikan me...