Tangan gemetar, bibir pucat, dan pandangan kosong belum hilang juga meski beberapa saat telah berlalu. Anggi dibawa masuk oleh Imas, penghuni kos lain pun ikut berhamburan datang, ada yang membawakan air putih, tapi Anggi tidak menyentuhnya sama sekali.Kos Imas khusus perempuan, laki-laki dilarang masuk, pun berlaku untuk Asas meski dia anak dari pemilik kos. Namun, di situasi mendesak seperti ini, setelah menyelesaikan urusan dengan warga sekitar yang merekam. Asas mengetuk pintu, meminta izin untuk masuk hanya sampai ruang tamu saja.
"Semua orang yang merekam kamu tanpa izin, sudah saya urus. Mereka nggak akan berani nyebar videonya ke mana-mana," ujar Asas dengan nada lebih tenang dari sebelumnya. Lelaki itu berdiri di hadapan Anggi dengan jarak tidak terlalu dekat. "Kita visum sekarang dan kamu kumpulin bukti-bukti buat ngelaporin mereka yang menyakiti dan memfitnah kamu."
Segala kerumitan di kepala Anggi mendadak seperti ada secercah cahaya menariknya keluar. Gemetaran di tangan perlahan berkurang, Anggi memberanikan diri mendongak menatap Asas yang tidak semenakutkan tadi, tapi masih terlihat sisa-sisa amarah di sana.
Mulut Anggi yang sudah terbuka, ia tutup lagi. Kurang yakin mengatakan pikirannya. Atau lebih tepatnya, ia takut mengatakan pada Asas. Maka, Anggi menoleh pada Imas, yang jelas-jelas tidak sedang mengajaknya bicara.
"Bu, Anggi nggak mau ngelaporin mereka. Video rekaman itu udah cukup kok. Kalau mereka macem-macem lagi, Anggi nggak akan diem aja."
Belum sempat Imas menjawab, Anggi bisa merasakan hawa tidak enak dari seseorang di hadapannya. Ia semakin menciut.
"Lagi? Kamu mau membiarkan mereka berbuat seperti tadi lagi?" Tenang di suara Asa sepenuhnya hilang. Lelaki itu bak menjadi korban sesungguhnya, lebih dari Anggi. "Kita nggak tau apa yang akan mereka lakuin selanjutnya, kalau kita nggak kasih pelajaran."
Ya, Anggi tahu itu. Sejak awal dia merasa sangat tidak adil. Jika bisa, Anggi ingin mereka mendapat balasannya langsung detik ini juga. Namun, untuk menuntut dan mengumpulkan bukti, Anggi butuh uang, tenaga, dan waktu. Ditambah lawannya orang berpengaruh seperti Raisa.
Anggi juga tahu, lelaki di hadapannya itu tampak sangat siap untuk menolongnya. Akan tetapi, sudah cukup Anggi merepotkan Imas dan Asas, kehadiran mereka menyelamatkan hidupnya termasuk kejadian hari ini, itu sudah lebih dari cukup. Anggi tidak ingin melibatkan mereka lebih jauh lagi dengan masalahnya.
"Anggi bakal lebih hati-hati lagi, Bu. Anggi bakal ganti nomor supaya Chef Dion nggak menghubungi lagi. Anggi sebisa mungkin akan menghindar dari mereka. Jadi masalah ini nggak akan terulang lagi," ujar Anggi mengarah pada Imas. Berharap perempuan itu membantunya.
"Kamu korbannya, tapi kamu malah bersikap kayak yang bersalah di sini," cetus Asas kesal.
Imas yang sejak tadi diam saja di antara sahut-sahutan Asas dan Anggi, kini mengambil sikap untuk menengahi.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Deserve to Be Loved
RomanceDiajak menikah dengan anak dari ibu kos seratus pintu, tempat di mana Anggi selama tujuh tahun bernaung di perantauan. Kabar baik atau kabar buruk? Karena prioritas utama saat ini bagi Anggi adalah membiayai pendidikan adik-adiknya dan memastikan me...