Setelah menyapu bersih para ksatria suci dan menyisakan kehancuran di setiap sudut markas besar Spirit Hall, Lin Feng berdiri di langit, menatap puing-puing yang masih tersisa di bawahnya. Melihat pemandangan ini, sebuah senyum puas terlukis di wajahnya. *Semua musuhku sudah bertekuk lutut,* pikirnya.
Namun, sesuatu menarik perhatiannya. Matanya tertuju pada sebuah bangunan di sudut belakang kuil yang hanya mengalami keretakan kecil, tidak seperti bagian lain yang hancur lebur. Lin Feng memperhatikan lebih dekat, dan betapa terkejutnya ia saat melihat bahwa bangunan itu adalah ruangan di mana seorang uskup tinggi sedang menikmati dirinya bersama beberapa gadis muda.
“*Bajingan… saat aku bekerja keras di sini, kau malah bersenang-senang di tengah kehancuran ini,*” pikir Lin Feng, matanya berkilat dingin penuh kebencian. Dia menyadari bahwa penghalang mental yang kuat mengelilingi ruangan itu, mungkin sebagai tindakan pencegahan agar tindakan menjijikkan ini tidak terdeteksi.
Dari udara, Lin Feng melihat sang uskup yang, seakan tidak peduli dengan kehancuran di sekelilingnya, tampak semakin kehilangan kontrol atas dirinya. Tanpa ragu, uskup itu bersiap membuka jubah dan celananya, bersiap untuk melakukan tindakan yang lebih keji.
Wajah Lin Feng mengeras. Tanpa basa-basi, ia melayang tinggi, lalu menukik ke bawah dengan kekuatan penuh, menerobos penghalang mental itu dan menghancurkan langit-langit bangunan tersebut. Ledakan dahsyat mengguncang ruangan, membuat para gadis berteriak dan melarikan diri ke pojok ruangan dengan tubuh gemetar ketakutan. Sementara sang uskup berbalik dengan terkejut, matanya berkilat marah dan penuh dengan rasa tidak terima.
“*Siapa kau berani masuk tanpa izin?!*” raungnya, wajahnya memerah karena marah dan terhina.
Namun, amarah itu hanya berlangsung sesaat. Sebelum uskup itu sempat bereaksi lebih lanjut, tangan Lin Feng sudah mencengkeram wajahnya. Dengan satu gerakan brutal, Lin Feng mengangkat tubuh uskup itu lalu membantingnya ke lantai. Tanah di bawah mereka pecah, menciptakan retakan yang menyebar ke segala arah.
Lin Feng memandang uskup itu dengan tatapan jijik. “*Bersiap untuk ‘acara utama’? Aku akan menunjukkan apa itu penghakiman.*” Tanpa ampun, Lin Feng menghancurkan setiap persendian di tubuh uskup itu. Suara retakan tulang memenuhi ruangan, diiringi jeritan mengerikan yang keluar dari mulut uskup.
Gadis-gadis yang terjebak di ruangan itu—tiga orang dengan rambut dan mata unik yang menunjukkan karakteristik ras dengan darah binatang—berjongkok ketakutan di pojok ruangan. Mereka adalah hasil dari eksperimen roh binatang yang gagal, dipaksa untuk melayani sang uskup tanpa ada pilihan lain. Wajah mereka basah oleh air mata, tetapi mereka tetap menahan suara mereka agar tidak terdengar, takut menjadi sasaran kekerasan.
Uskup itu melolong kesakitan, tapi Lin Feng tidak berhenti. Tinju demi tinju terus menghantamnya dengan kekuatan brutal. Setelah beberapa menit yang panjang, sang uskup hampir kehilangan kesadaran, tubuhnya terkapar di lantai dengan darah mengalir dari setiap luka. Lin Feng mengangkatnya lagi, lalu mencengkeram lehernya dengan satu tangan.
Mata Lin Feng berpindah ke arah gadis-gadis yang masih berjongkok ketakutan, tubuh mereka gemetar. *“Aku tidak akan memaafkanmu. Kau akan mati perlahan untuk semua perbuatan kotormu.”* Lin Feng mulai menekan cengkeramannya di leher uskup itu, siap untuk mengakhiri hidupnya.
Namun tiba-tiba, pintu ruangan terbuka dengan keras, dan seorang anak lelaki masuk dengan napas tersengal-sengal—Ye Fan. Dia terdiam, matanya melebar melihat pemandangan mengerikan di depannya.
Lin Feng mengalihkan pandangannya pada Ye Fan. Melihat keteguhan tekad anak itu yang sebelumnya takut setengah mati, dia hanya menghela napas kecil. “*Ini menarik,*” gumamnya, lalu menampar Ye Fan seperti lalat, melemparkannya ke dinding dengan mudah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Douluo : Saya sudah menjadi title douluo tapi sistem baru datang ?
FanfictionNah seperti judulnya sejujurnya saya hanya ingin membuat adegan memukuli tang San dan shrek haha