23.Dokter Gadungan

117 18 0
                                    

Pagi hari yang cerah tiba, kicau burung bersahut-sahutan, dan matahari mulai bersinar terang. Semuanya seolah sedang berusaha menarik perhatian dan membangunkan gadis tinggi yang masih terlelap di kasur empuknya. Namun semua itu seakan sia-sia karena gadis itu benar-benar menikmati tidurnya. Beberapa hari belakangan ini Greesel tidak dapat tidur dengan pulas. Jadi mungkin malam tadi dia sedang bermimpi indah yang membuat gadis itu enggan untuk bangun dari tidurnya.

Namun segala ketenangan itu hilang saat ponselnya berbunyi nyaring. Suara yang keluar dari ponselnya itu berhasil membuat ia membuka mata dan terbangun.

"Siapa sih yang ganggu tidur ku?" Greesel sedikit kesal dan meraih ponselnya dengan kasar. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali untuk melihat nama penelepon.

Sebuah senyuman terukir di wajahnya kala mengetahui siapa yang telah menelfon nya pagi ini. Ia langsung menekan tombol hijau di layar ponselnya dan menerima penelfon.

"Aku baru bangun..." Ucap Greesel dengan sedikit serak khas bangun tidur.

"Kamu ngga ada kelas kan hari ini? Aku mau ditemanin cuci darah." Ucap Cynthia terus terang.

"Iya. Nanti aku jemput jam 9 ya." Greesel tersenyum saat berbicara dengan kekasihnya itu.

"Iya sayang, makasih ya" Setelah mengatakan itu Cynthia langsung mengakhiri telefon mereka. Tak berlama-lama, Greese langsung bangkit dari kasurnya dan bersiap dengan setelan rapi.

***

Greesel memarkirkan mobilnnya di depan gerbang rumah Cynthia. Ia menunggu kekasihnya itu di dalam mobil sambil sesekali memperhatikan wajahnya di kaca.

Tak lama setelah itu, pintu rumah terbuka dan Cynthia keluar dengan senyuman lebar, meski ada sedikit kelemahan di wajahnya. Greesel segera turun dari mobil dan menghampiri Cynthia.

"Hai, cantik!" sapa Greesel, berusaha menghilangkan suasana cemas yang selalu menyelimuti saat menemani Cynthia cuci darah.

Cynthia tersenyum meski matanya sedikit sendu. "Hai, sayang. Kamu siap?"

"Selalu siap untuk kamu," balas Greesel, mengulurkan tangannya. Cynthia meraih tangan Greesel, merasakan kehangatan dan dukungan yang selalu ia butuhkan.

Mereka naik ke dalam mobil dan Greesel mulai menyetir menuju rumah sakit. Dalam perjalanan, suasana terasa tenang. Musik lembut mengalun di dalam mobil, dan keduanya terjebak dalam pikiran masing-masing. Greesel tak berhenti mencuri pandang ke arah Cynthia, ingin memastikan bahwa kekasihnya baik-baik saja. Sedangkan Cynthia sibuk pada ponselnya. Tampaknya gadis itu sedang memerhatikan hal yang penting.

"Kamu udah ada paspor belum?" Cynthia bertanya tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya.

Greesel tampak berfikir sejenak "Belum ada. Temanin aku buat yok. Besok aku kosong."

"Yaudah, sekalian aku mau perbarui paspor. Udah 10 tahun, jadi harus di perbarui . Kita harus secepatnya pergi ke Thailand. Aku ngga mau ada kendala." Greesel mengangguk setuju mendengar penjelasan Cynthia. Ia harus segera mewujudkan keinginan Cynthia. Menikah muda mungkin tidak seburuk itu.

***

Ketika mereka tiba di rumah sakit, Greesel membantu Cynthia keluar dari mobil dengan lembut. Cynthia merangkulnya erat, merasa lebih kuat dengan dukungan Greesel. Mereka berjalan ke dalam rumah sakit, tangan mereka saling menggenggam, dan meskipun banyak orang di sekitar mereka, mereka merasa satu sama lain adalah pelindung masing-masing.

Keduanya tiba di depan pintu ruang hemodialisa. Greesel sedikit gugup dan takut memasuki ruangan itu. Satpam membukakan pintu untuk keduanya.Ruangan itu masih cukup sepi pagi ini. Di dalam, kehadiran Cynthia sudah dinanti oleh dokternya, Gita. Greesel tersenyum dan menyalami dokter Gita. Namun satu hal menarik perhatian Greesel. Seorang gadis dengan jas putih yang sama dengan yang gita gunakan sedang duduk dan bermain game di salah satu bangsal di ruangan itu.

Campus YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang