Kembali ke Pelukan

39 5 2
                                    

Hari itu, suasana di dorm BTS terasa berbeda. Semua member berkumpul di ruang latihan, wajah mereka dipenuhi kecemasan. Namjoon, pemimpin mereka yang selalu tegar, berdiri di tengah ruangan dengan ekspresi serius.

“Aku sudah memikirkan ini matang-matang,” kata Namjoon, suaranya rendah dan tenang. “Dokter sudah memberitahuku bahwa aku mengalami septum deviation. Jika tidak dioperasi, kesehatanku akan semakin memburuk. Aku… aku memutuskan untuk mundur dari BTS.”

Kata-kata itu seperti petir di siang bolong. Seokjin, yang biasanya selalu ceria, langsung tertegun. “Namjoon, tidak! Kau tidak bisa melakukan itu!”

“Hyung, dengarkan aku,” Namjoon menjawab, berusaha menenangkan Seokjin. “Kalian semua bisa melanjutkan tanpa aku. Kalian pasti bisa.”

“Tidak! Kami tidak akan pernah bisa tanpamu!” seru Jimin, yang suaranya mulai bergetar. “Kami butuh kamu, Namjoon. Kamu adalah pemimpin kami!”

Yoongi, yang biasanya dingin, juga mulai menunjukkan ketidakpuasannya. “Kami satu tim. Jika kau pergi, kami semua akan pergi.”

“Jangan katakan itu! Kalian harus tetap bersama, bahkan tanpa aku,” Namjoon berkata, suaranya penuh ketegasan. “Aku tahu kalian bisa mengatasi ini,”

“Dan jika kamu pergi, kami semua pergi!” Taehyung menambahkan, matanya penuh semangat. “Kami tidak ingin pemimpin baru. Hanya kau yang bisa memimpin kami!”

Namjoon menghela napas dalam-dalam. Dia sangat menghargai pengertian dan cinta yang diberikan membernya. “Tapi kalian harus berpikir jernih. Ini demi kebaikanku, dan kalian semua juga harus memikirkan masa depan BTS.”

Namun, semua usaha Namjoon untuk meyakinkan mereka hanya berujung pada air mata dan emosi yang mendalam. Mereka tidak ingin kehilangan Namjoon. Setelah diskusi panjang yang penuh ketegangan, Namjoon akhirnya memutuskan untuk pergi demi kesehatannya.

Setelah kepergiannya, suasana di dorm menjadi suram. Seokjin yang biasanya ceria kini terlihat murung. Ia menghabiskan waktu di dapur, memasak tanpa semangat. Setiap kali ia melihat makanan yang disiapkan, pikirannya melayang pada Namjoon, dan bagaimana mereka tidak akan pernah merasakan kebersamaan seperti dulu. "Namjoon ah, apa kau tidak mau memakan masakanku?"

“Apa yang harus aku lakukan tanpamu?” pikirnya berulang kali. Keceriaan yang biasanya menghiasi wajah Seokjin kini berganti dengan kesedihan yang mendalam. Setiap kali mereka berkumpul, ia hanya bisa tersenyum lemah, menutupi rasa sakit di dalam hatinya.

Jimin, yang biasanya bersemangat dan ceria, terlihat semakin kurus. Ia tidak pernah menyentuh makanan yang dimasak Seokjin, dan lebih memilih menghabiskan waktunya sendirian di kamar. “Hyung, aku tidak lapar,” ujarnya dengan suara lemah setiap kali Seokjin menawarkan makanan.

"Hyung, menurutmu... Namjoon Hyung sudah makan atau belum?"

Setiap kali Seokjin mendengarnya bicara, hatinya semakin hancur. Ia tahu bahwa Jimin sangat merindukan Namjoon, tetapi tidak tahu cara untuk membantu sahabatnya itu.

Sementara itu, Yoongi mengurung diri di kamarnya. Dia jarang sekali keluar, dan bahkan ketika member lain memanggilnya, ia hanya menjawab dengan suara pelan dan dingin. “Aku tidak ingin bertemu siapapun,” ucapnya.

Seokjin merasa bersalah, tetapi ia juga tidak bisa berbuat banyak. “Namjoon ah, seandainya kau melihat ini. Seharusnya kau tidak pergi,” gumamnya.

Hoseok, yang biasanya ceria dan penuh energi, mulai mengalami mimpi buruk tentang Namjoon. Dalam mimpinya, ia melihat Namjoon terjatuh, terbaring tak berdaya, sementara semua member panik dan tidak bisa berbuat apa-apa. “Namjoon! Bangun!” teriak Hoseok dalam mimpinya, tetapi suaranya tidak terdengar. Ia merasa terjebak dalam mimpi itu, tak mampu menyelamatkan sahabatnya.

Uri Leader, Kim Namjoon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang