4 O'clock, Surat untuk Rembulan

15 3 2
                                    

Namjoon duduk di ruang latihan bersama Jimin dan Taehyung, mendengarkan mereka berdebat soal makanan. Taehyung bersikeras ingin makan setelah latihan agar lebih puas, sementara Jimin ingin makan sebelum latihan karena takut makanan jadi dingin. Mereka mulai saling memotong kata, hingga akhirnya ia angkat bicara, mencoba meredam ketegangan.

“Guys, kita perlu latihan dulu, kan?” ucapku, menatap keduanya bergantian. “Soal makanan, kita bicarakan nanti saja.”

Keduanya terdiam, tapi Namjoon bisa merasakan atmosfer kaku yang menggantung di antara mereka. Selama latihan, mereka tak bicara satu sama lain, dan setelah selesai, mereka tetap saling diam. Aku hanya bisa berharap semua akan baik-baik saja

*******

Malam itu, setelah kembali dari rapat, Namjoon melihat seseorang duduk sendirian di taman depan dorm. Sosok itu adalah Taehyung. Ia tampak tenggelam dalam pikirannya, memandang langit dengan ekspresi sendu. Namjoon mendekatinya dan duduk di sampingnya, merasakan keheningan malam yang hanya dipecahkan oleh deru angin.


“Kenapa di sini sendirian?” tanyanya pelan, mencoba tidak mengejutkannya.

Taehyung tersenyum kecil, namun ia bisa melihat matanya berkilat sedih. “Aku… masih merasa kesal dengan Jimin, hyung. Aku tahu ini masalah sepele, tapi aku tidak bisa berhenti memikirkannya,”

Namjoon merasakan beban emosinya, jadi dia menepuk pundak Taehyung pelan, memberi dukungan. “Setiap orang punya sudut pandang masing-masing, Taehyung-ah. Kau hanya perlu sedikit lebih terbuka untuk memahami dia. Kau tahu, Jimin juga pasti peduli denganmu.”

Taehyung hanya mengangguk, tapi kemudian air matanya jatuh, membuat Namjoon tersentak. Taehyung jarang menunjukkan emosinya seperti ini, dan ia tahu Taehyung membutuhkan waktu untuk melepas semua yang ia rasakan. Namjoon membiarkan Taehyung bersandar di bahunya, memberikan ruang baginya untuk melepaskan kesedihannya.

Setelah beberapa saat, Taehyung sudah terlihat lebih tenang, dan Namjoon menyuruhnya untuk kembali ke dorm. Saat Taehyung beranjak, ia melihat secarik kertas yang tertinggal di bangku. Namjoon mengambilnya dan membaca isinya di bawah sinar bulan.

*******

Isi kertas itu adalah kata-kata yang begitu indah dan penuh makna. Setiap kata yang Taehyung tulis terasa dalam, seakan mencurahkan perasaannya yang tak terucap:

“Suatu hari aku menulis surat panjang pada bulan.
Walau cahayanya tak seterang dirimu…
Di sebuah taman yang gelap, burung tanpa nama bernyanyi...”

Namjoon menghela napas, terpaku membaca kalimat demi kalimat yang Taehyung tulis. Kata-katanya membuat Namjoon terhanyut, seakan ikut berada dalam kesunyian malam itu. Aku tahu ini lebih dari sekadar tulisan biasa; ini adalah refleksi dari jiwanya. Kata-kata itu seperti meminta melodi, sesuatu yang bisa membawa perasaan mendalam yang ditulisnya ke dalam bentuk lain.

Ide melodi itu muncul secara alami, dan tanpa ragu, Namjoon menuju ruang kerjanya untuk menciptakan sebuah lagu dari puisi ini.

*******

Namjoon menyalakan komputer dan mulai memainkan beberapa nada, mencoba menciptakan harmoni yang cocok untuk puisi tersebut. Semakin lama ia memainkannya, semakin jelas bahwa puisi ini memang bisa menjadi sebuah lagu. Namjoon bahkan begadang hanya untuk menambahkan baris demi baris lirik, dan mencoba nada yang berbeda hingga matahari mulai terbit. Ada kepuasan tersendiri melihat kata-kata itu mulai bersatu dengan melodi, menjadi lebih hidup dengan irama. Namjoon mulai memainkan melodi di ruang kerja, menyesuaikan setiap nada dengan kata-kata Taehyung. Semakin lama ia tenggelam dalam proses ini, semakin ia merasa bahwa lagu ini akan memiliki makna yang begitu spesial. Tanpa terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 4 pagi ketika pintu ruang kerjanya terbuka, dan Taehyung masuk dengan wajah terkejut.

“Hyung, kau belum tidur?” tanyanya, matanya menatap Namjoon dengan keheranan.

Namjoon tersenyum. “Aku sedang membuat lagu dari puisi yang kau tulis. Itu indah sekali, Taehyung-ah.”

Wajahnya berubah, dari terkejut menjadi haru. Ia mendekat, mendengarkan melodi yang  Namjoon buat dengan hati-hati. Setelah sejenak,  Taehyung tersenyum, karena begitu menyukai hasilnya.

“Hyung, boleh aku minta satu permintaan?” tanyanya pelan. “Aku ingin kau yang mengisi bagian rap di lagu ini.”

Namjoon terkejut, tapi juga senang. “Tentu saja. Kita akan membuat ini jadi lagu yang istimewa.”

Ketika mereka selesai, Namjoon menyadari waktu menunjukkan pukul 4 pagi, dan Taehyung tersenyum kecil. “Bagaimana kalau kita beri judul ‘4 O'Clock’? Waktu di mana kita menemukan kedamaian ini.”

Namjoon mengangguk setuju, dan mereka lanjutkan menyelesaikan lagu itu bersama-sama, menghidupkan puisi yang ia tulis di bawah sinar bulan.

*******

Keesokan harinya, mereka memanggil Jimin dan memperdengarkan lagu itu kepadanya. Jimin mendengarkan dengan seksama, dan Namjoon melihat ekspresi haru di wajahnya saat lagu berakhir.

“Jimin-ah,” kata Taehyung dengan suara pelan. “Lagu ini aku buat untukmu, untuk minta maaf karena aku terlalu keras kepala.”

Jimin mengangguk, dan ia memeluk Taehyung erat-erat. “Terima kasih, Taehyung-ah. Aku juga minta maaf sudah terlalu keras kepala.”

Namjoon hanya bisa tersenyum, melihat persahabatan mereka kembali hangat. Malam sunyi, puisi di bawah bulan, dan inspirasi kecil pukul 4 pagi telah menghasilkan sebuah lagu yang akan selalu mengingatkan mereka akan pentingnya saling memahami.

*******

Ciee... double update...

Menghindari mati lampu, hujan, angin dan lainnya.

Hari di rumahku sedang cerah, jadi sebelum hujan memisahkan aku dan Hp ini

Aku double update....

Kayaknya masih banyak typo. Maap kan...ya 🙏🙏🙏

Semoga nggak bingung sama alurnya.

Besok atau lusa aku revisi

Happy reading

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 14 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Uri Leader, Kim Namjoon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang