Namjoon POV ( Jungkook)
Sore itu, hujan turun rintik-rintik di Seoul, dan udara terasa sedikit dingin. Aku sedang berjalan menyusuri koridor menuju ruang latihan Big Hit ketika mendengar berita bahwa seorang calon trainee berbakat baru saja datang untuk melihat latihan. Namanya Jungkook. Kabarnya dia punya suara emas dan kemampuan menari yang luar biasa untuk anak seusianya. Pikiranku campur aduk—antara penasaran dan sedikit gugup. Jika dia diterima, aku punya tanggung jawab untuk membantu membimbingnya.
Saat membuka pintu studio, aku langsung melihat seorang anak yang duduk di kursi. Dia terlihat muda, mungkin sekitar 15 tahun, dengan ekspresi cemas bercampur rasa ingin tahu. Aku menghampirinya dan tersenyum, berusaha membuatnya merasa lebih nyaman.
“Jungkook, ya?” sapaku sambil mengulurkan tangan. “Aku Namjoon, senang bertemu denganmu.”
Dia membungkuk hormat sebelum menjabat tanganku. “Senang bertemu juga, sunbae,” jawabnya dengan suara lembut, tapi aku bisa merasakan sedikit ketegangan.
Aku tersenyum, mencoba memberinya semangat. “Santai saja, panggil aku Hyung ya. Di sini, kita semua berjuang untuk hal yang sama, jadi tak perlu terlalu tegang. Kita akan jadi keluarga, bukan cuma rekan.”
Dia mengangguk, sedikit tersenyum. Kami kemudian memulai latihan bersama, dan aku langsung bisa melihat bakatnya yang luar biasa. Suara dan tariannya masih mentah, tapi penuh potensi. Waktu seakan berlalu begitu cepat, dan tanpa terasa latihan kami selesai.
*******
Setelah latihan, kami duduk di lantai studio sambil minum air. Aku memandangnya, penasaran dengan pilihannya untuk bergabung dengan Big Hit. Mengingat dia punya banyak tawaran dari agensi besar lain, aku bertanya, “Jungkook, apa alasanmu memilih datang ke Big Hit?”
Dia tampak ragu sejenak, tapi kemudian ia menatapku dengan mata penuh kesungguhan. “Aku… terinspirasi olehmu, hyung. Ketika aku melihat videomu berlatih, aku merasa ada sesuatu yang berbeda. Aku merasa ingin menjadi lebih baik dan lebih kuat, sepertimu.”
Jawabannya membuatku terdiam. Aku tak pernah menyangka bahwa seseorang bisa melihatku sebagai panutan, apalagi anak seusia dia. Aku merasa terharu, tapi juga merasa beban tanggung jawab yang tiba-tiba hadir. Aku tahu menjadi seorang idol itu penuh tekanan dan cobaan, dan aku tak ingin membuatnya memiliki ekspektasi yang berlebihan.
“Kalau kau benar-benar memilih untuk bergabung, aku janji kita akan saling mendukung. Tapi kau harus ingat,” kataku, menatapnya serius, “perjalanan ini nggak mudah. Bakat saja nggak cukup. Dibutuhkan kerja keras dan mental yang kuat.”
Dia mengangguk dengan ekspresi tekad di wajahnya. “Aku akan berusaha, hyung. Aku ingin tumbuh bersamamu dan belajar darimu terus, Hyung.”
Mendengar itu, aku merasa yakin bahwa anak ini memiliki tekad yang besar. Dia bukan hanya datang karena tawaran atau kesempatan, tapi karena dia benar-benar ingin menjadi bagian dari tim ini.
*******
Hari berikutnya, kami kembali berlatih bersama, dan aku bisa melihat Jungkook berusaha dengan sangat keras. Kadang dia tampak kelelahan, tapi aku bisa melihat semangatnya yang tak pernah padam. Dia adalah tipe orang yang terus bangkit setiap kali jatuh, dan itu membuatku semakin yakin bahwa dia akan menjadi bagian yang berharga dalam grup kami.
Suatu hari, saat kami sedang beristirahat, aku duduk di sampingnya dan bertanya, “Bagaimana latihan sejauh ini? Tidak terlalu berat kan?”
Dia tertawa kecil, mengusap keringat di dahinya. “Aku lelah hyung, tapi aku menikmatinya. Aku ingin jadi lebih baik, walaupun ini berat.”
Aku tersenyum, teringat saat aku masih menjadi trainee. Perasaan gugup, tekanan, bahkan rasa ingin menyerah—semua itu sangat akrab bagiku. “Aku dulu juga begitu, Jungkook ah. Kadang aku juga merasa lelah dan ingin menyerah. Tapi, saat kita sudah memulai jalan ini, kita harus terus berusaha.”
Dia menatapku dengan mata berbinar, dan aku tahu di saat itu, ia telah menemukan kekuatannya sendiri. Aku pun menemukan alasan lain untuk terus berjuang—untuk menjadi pemimpin dan saudara yang bisa diandalkan untuknya.
*******
Sejak saat itu, hari-hari latihan terasa lebih berarti. Aku bukan hanya bertanggung jawab untuk diriku sendiri, tapi juga untuk Jungkook dan anggota lain yang mungkin akan bergabung. Setiap kali Jungkook merasa lelah atau ragu, aku selalu berusaha memberikan dorongan dan arahan. Dia sering menyebutku sebagai inspirasinya, tapi tanpa dia sadari, dia juga memberikan inspirasi dan semangat baru bagiku.
Pada suatu malam, kami berlatih hingga larut, dan aku bisa melihat kelelahan di wajahnya. Aku menepuk pundaknya dan berkata, “Kau tahu, Jungkook, ini bukan soal siapa yang paling kuat atau paling berbakat. Ini soal bagaimana kita bertahan dan terus berjuang bersama.”
Dia tersenyum lemah, tapi aku bisa merasakan tekad di balik senyum itu. “Gomawa, Namjoon hyung. Aku akan berusaha sekuat mungkin. Bersamamu hyung, aku merasa lebih yakin bisa melaluinya.”
Kami duduk di sana dalam hening, hanya ditemani suara detak jam di ruangan itu. Di momen itu, aku tahu bahwa kami telah menemukan alasan masing-masing untuk bertahan. Jungkook mungkin masih muda, tapi aku bisa merasakan semangatnya yang besar. Dia adalah alasan baru bagiku untuk terus maju dan berusaha menjadi pemimpin yang lebih baik.
Dengan Jungkook di sisiku, aku merasa bahwa impian kami akan tercapai, bukan hanya sebagai individu, tapi sebagai keluarga yang selalu mendukung dan melindungi satu sama lain.
*******
Gini-gini, ini kan ff nya Namjoon. Tapi kalo ada yang request member lain, tetap aku bolehin.
Aku seneng malah karena emang aku nya kadang nggak ada ide. Cuma ya gitu. POV nya tetap Namjoon.
Intinya nggak jauh dari judulnya.
Untuk yang request Jungkook aku buatin seperti ini...
Semoga suka ya...
Mungkin cerita selanjutnya bisa aja Taehyung, atau J hope, atau member lainnya. Tapi tetep POV nya Namjoon.
Ini suga aja udah jadi bintang tamu di 2 one shot kan, Yang "Suga Hyung" sama yang baru tadi "Spring Day"
Eh, 3 deh, sama yang "lahirnya Singularity" kan.
Nggak tahu sesuai ekspektasi kalian atau nggak kalo ini