Hari itu aku menunggu di ruang latihan Big Hit dengan perasaan yang campur aduk. Bang PD-nim bilang akan ada trainee baru, seorang rapper yang berbakat dari Daegu. Aku selalu suka berkolaborasi dengan orang baru, apalagi kalau mereka punya gairah yang sama dalam musik. Tapi, jujur, aku juga sedikit cemas. Bagaimana kalau dia tidak sejalan denganku?
Pintu terbuka, dan seorang pemuda masuk. Wajahnya datar tapi sorot matanya tajam. Dia mengenakan hoodie hitam dan jeans sederhana, terlihat kasual, tapi ada sesuatu dalam dirinya yang langsung menarik perhatianku.
"Hai!" aku menyapanya dengan senyum. "Aku Kim Namjoon..."
Pemuda itu mengangguk, tersenyum tipis sambil menjabat tanganku. "Min Yoongi..."
Awalnya, kami mengobrol soal musik, dan aku menunjukkan beberapa beat yang sedang kugarap. Yoongi memperhatikan dengan serius, menatap laptopku seolah-olah dia bisa melihat setiap nada dalam beat itu.
"Ini keren, tapi bagaimana kalau bagian ini dibuat lebih lambat?" katanya sambil menunjuk ke layar.
Aku terkejut. Yoongi baru saja datang, tapi dia sudah bisa membaca musikku dengan detail yang luar biasa. Rasanya seperti dia tahu apa yang kurasakan ketika membuat beat itu.
Saat malam mulai larut, kami masih saja di ruang latihan, terus mengobrol dan menulis lirik bersama. Aku melihatnya bekerja, mencoba lirik di depan mic, dan aku tahu kalau ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Meski dia terlihat tenang, aku bisa merasakan bahwa Yoongi adalah tipe orang yang gigih, seseorang yang takkan berhenti mengejar mimpinya.
"Yoongi Hyung," panggilku ketika dia selesai mencoba liriknya. "Kau suka hip-hop?"
Dia mengangguk. "Dulu aku tak berpikir untuk jadi idol, hanya mau menulis lagu saja."
Aku mengerti perasaannya. Bagi orang-orang sepertiku dan Yoongi, hip-hop lebih dari sekadar musik; itu adalah cara hidup. Mendapati ada orang lain di sini yang punya passion sama sepertiku, rasanya menyenangkan. Itu membuatku merasa tidak sendirian.
Aku duduk di lantai, bersandar di dinding ruangan. Yoongi ikut duduk di sampingku. Ada keheningan yang terasa nyaman, seolah kami sudah saling mengerti tanpa perlu banyak bicara.
"Ini mungkin berat, Hyung." kataku, menatap ke arah lantai. "Jadi idol bukan hanya soal rap dan menulis lagu. Tapi kalau kita berjuang bersama, aku yakin kita bisa."
Dia menatapku dengan serius. "Aku tidak takut kesulitan. Aku hanya takut gagal mengejar mimpi. Tapi kalau ada seseorang sepertimu di sini, aku rasa aku bisa bertahan."
Kata-katanya membuatku tersenyum. Di dalam hati, aku merasa menemukan seseorang yang benar-benar bisa kuandalkan.
"Kita bertahan bersama," kataku mantap.
Malam itu, aku merasa ada sesuatu yang istimewa tumbuh di antara kami. Yoongi bukan cuma teman; dia adalah saudara seperjuangan. Aku tahu, apa pun yang terjadi nanti, kami akan menghadapi semuanya bersama, sampai ke puncak yang belum terlihat di depan kami.
*******
Setelah beberapa bulan bersama sebagai trainee di Big Hit, aku dan Yoongi benar-benar menjadi pasangan rapper dan produser yang solid. Kami sering menghabiskan waktu berjam-jam di studio, menyusun beat, membahas lirik, dan terus-menerus menyempurnakan karya kami. Saat itu, J-Hope juga bergabung, dan energi positifnya menambah kekompakan kami bertiga. Tapi, seperti halnya persahabatan yang kuat, pasti ada saat-saat sulit.
Suatu hari, kami sedang mengerjakan lagu baru, dan aku merasa ada bagian dari lirik yang kurang tepat. Aku merasa ini penting, karena lirik adalah nyawa dari sebuah lagu, dan pesan yang ingin kami sampaikan harus benar-benar kuat.
"Suga hyung," kataku, mencoba menyampaikan pendapatku, "Aku keberatan dengan liriknya. Kurasa harus ada sedikit perubahan."
Yoongi menatapku sejenak dengan ekspresi serius. "Itu sudah hasil finish, Joon. Tidak bisa diubah lagi. Kalau kamu merasa nggak cocok, sekalian saja kita hapus lirik buatanmu."
Perkataannya langsung menusuk hatiku. Aku tahu Yoongi serius soal musik, tapi ucapannya membuatku merasa tersinggung dan kecewa. Tanpa berkata apa-apa, aku bangkit dari kursi, keluar dari studio, dan pulang ke dorm tanpa melihat ke belakang.
Sesampainya di kamar, aku benar-benar marah. Aku membuka lemari dan mengacak-ngacak semua pakaian yang ada, melampiaskan emosiku tanpa memikirkan akibatnya. Rasanya seperti pengkhianatan—aku selalu menghargai pendapatnya, tapi kali ini dia benar-benar menyakitiku.
Sorenya, aku mendengar suara pintu kamar Yoongi dibanting. Rupanya dia juga masih marah dan melampiaskannya dengan cara yang sama. Kami berdua keras kepala dan sama-sama merasa diri kami yang benar. Keheningan di dorm berubah jadi suasana tegang yang tak nyaman.
Di tengah ketegangan itu, J-Hope datang dengan wajah penuh ketegasan. Dia menatap kami berdua, menilai keadaan yang berantakan. “Kalian ini kenapa sih? Bertengkar soal musik sampai merusak kamar begini?” Dia menegur kami dengan nada yang tegas tapi penuh perhatian.
Yoongi dan aku sama-sama tertunduk, merasa malu. “Sekarang bereskan semuanya,” perintahnya. “Kalian sudah kerja keras bersama selama ini, dan hanya karena hal sepele soal lirik, kalian bertengkar?”
Kata-kata J-Hope membuka mataku. Aku tahu dia benar. Kami berdua bekerja keras, sama-sama ingin menampilkan yang terbaik. Ketika aku beres-beres, aku berpikir soal Yoongi, dan bagaimana sebenarnya aku menghargai dia sebagai teman sekaligus partner dalam musik.
Setelah semuanya selesai, J-Hope meminta kami untuk berbaikan. Aku dan Yoongi saling bertukar pandang, dan di sinilah Yoongi mengakui sesuatu yang tak terduga.
“Sebenarnya…” Suaranya terdengar lebih pelan dan dalam dari biasanya. “Aku terlalu keras kepala karena ingin membuktikan pada orang tuaku bahwa aku bisa berhasil. Mereka dulu tidak percaya kalau aku bisa sukses dengan musik.”
Kata-katanya membuatku terdiam. Aku tahu Yoongi serius tentang musik, tapi aku tak pernah tahu beban yang ia bawa selama ini. Saat itu, aku benar-benar merasa bersalah, dan rasa hormatku padanya semakin dalam.
*******
Beberapa waktu setelah insiden itu, kami tetap bekerja bersama, dan hubungan kami semakin kuat. Suatu hari, Yoongi mendapat challenge untuk berjalan di atas ketinggian dalam acara pelatihan mental. Aku tahu dia punya phobia ketinggian, tapi yang mengejutkanku, dia memintaku untuk menemaninya.
Saat dia berhasil menyelesaikan challenge itu dengan gemetar tapi penuh keberanian, aku merasa bangga padanya. Di akhir tantangan, aku bertanya, “Kenapa Suga hyung memilihku? Kenapa bukan Jin hyung atau J-Hope?”
Yoongi menatapku dengan tatapan yang lembut. “Karena meskipun banyak hal buruk yang terjadi pada kita, sejujurnya orang yang paling aku percaya adalah dirimu, Joon.”
Jawabannya menyentuh hatiku. Kami mungkin sering berbeda pendapat, tapi ada kepercayaan yang lebih dalam di antara kami. Dari semua momen sulit, aku tahu sekarang bahwa persahabatan kami adalah kekuatan yang membuat kami bertahan.
*******
Berasa nulis sekuel nya "Seven Mates" nggak sih ?
Baru sadar aku... padahal awalnya karena ada request Jungkook. Tapi masa Jungkook doang, nggak adil dong... Makanya ku buat member lain.
Jadi nya nggak urut deh...
Nanti kira-kira siapa ya, tergantung aku nemuin vidionya.
Tinggal J-Hope, V, Jimin. Tapi kemungkinan sih Jimin karena kemaren abis rewacth Minimoni yang lagi review RPWP...
Tapi nggak tau juga, bisa jadi nanti aku update V atau J-Hope.
Ditunggu aja ya guys....