Aku duduk di ujung sofa, jari-jariku mengetuk-ngetuk lutut tanpa sadar. Udara di dorm terasa lebih sunyi dari biasanya, padahal hari ini aku tahu kami akan kedatangan anggota baru—Jimin, seorang trainee dari Busan yang kabarnya sangat berbakat dalam menari. Hanya ada suara jam dinding yang berdetak pelan, tapi bagiku waktu terasa bergerak sangat lambat.
Aku melirik ke arah pintu dan menghela napas. "Kenapa J-Hope lama sekali?" gumamku, padahal aku tahu J-Hope baru saja pergi menjemput Jimin.
Mungkin aku terlalu bersemangat atau mungkin sedikit cemas, tapi perasaan menunggu ini selalu aneh. Satu per satu dari kami pernah merasakan jadi anggota baru, dan rasanya pasti penuh harapan sekaligus tekanan. Kira-kira seperti apa Jimin? Apa dia tipe yang banyak bicara, atau justru pendiam? Aku hanya berharap dia bisa merasa nyaman dan cepat akrab dengan kami semua.
Akhirnya, setelah menunggu yang terasa seperti berjam-jam, kudengar suara langkah dari luar dan suara kunci yang diputar di pintu dorm. Aku langsung bangkit, bukuku terjatuh ke lantai, tapi aku tak peduli. Pintu terbuka pelan, dan kulihat J-Hope berdiri di sana dengan senyum lebar khasnya.
"Namjoon, ini Jimin!" serunya, penuh antusias.
Di sampingnya, seorang pemuda dengan wajah bersih dan mata yang sedikit gugup melangkah masuk. Dia tampak ragu sejenak, tapi saat mata kami bertemu, dia tersenyum dan membungkuk sopan. Sosok yang sederhana tapi berwibawa, dan entah kenapa ada sesuatu dalam dirinya yang membuatku merasa tenang.
Aku tersenyum, menahan diri agar tidak terlihat terlalu penasaran. "Hai, Jimin. Aku Namjoon. Aku tahu kau lebih muda dariku, dan Hobi, jadi panggil kami Hyung ya, jangan canggung. Selamat datang di dorm kita."
"Annyeonghaseyo, Namjoon hyung," balasnya pelan. Wajahnya sedikit memerah, jelas dia merasa canggung, tapi ada ketulusan dalam senyumnya. "Terima kasih sudah menerimaku."
Aku mengangguk pelan, berusaha menyambutnya dengan nyaman. "Ada Taehyung yang seumuran denganmu. Kau bisa mengakrabkan diri. Dia anak yang mudah beradaptasi, tapi terkadang banyak tingkah. Dan juga, di sini kita seperti keluarga. Jadi kalau ada yang butuh bantuan atau apapun, jangan ragu untuk mengatakannya padaku atau yang lain, ya."
Jimin tersenyum lebih lebar kali ini, wajahnya mulai relaks. "Hyung, aku akan bekerja keras. Terima kasih."
Di balik senyumnya, aku bisa melihat tekad yang kuat. Kehadiran Jimin seakan memberi energi baru di dorm ini. Rasanya aku tidak sabar untuk melihat bagaimana dia akan berkembang bersama kami. Di saat itu, aku sadar, keluarga kecil kami baru saja bertambah satu anggota lagi.
Dan entah bagaimana, aku yakin, perjalanan kami bersama akan luar biasa.
*******
Sudah beberapa bulan sejak Jimin bergabung dengan kami, dan perlahan aku bisa melihat kepribadiannya yang sebenarnya. Dia pekerja keras, sangat berdedikasi, dan punya semangat yang luar biasa untuk belajar. Setiap kali selesai latihan, dia sering datang padaku, meminta saran—baik soal menyanyi maupun dance. Dan entah kenapa, melihat Jimin begitu serius dan gigih, ada rasa bangga dalam diriku.
Namun, hari itu sesuatu yang tidak terduga terjadi. Aku dipanggil ke ruang rapat oleh Bang Shi Hyuk. Saat masuk, aku melihat Bang PD-nim duduk dengan wajah serius. Beberapa staff di sana, duduk di sekitar meja, tampak ragu dan terdiam.
"Namjoon," Bang Shi Hyuk memulai dengan suara tenang, tapi aku bisa merasakan ada ketegangan di ruang itu. "Kita perlu bicara tentang Jimin."
Aku menahan napas, jantungku tiba-tiba berdebar. "Ada apa, Bang PD-nim?"
Bang Shi Hyuk menarik napas sejenak. "Jujur saja, aku kurang puas dengan performa Jimin belakangan ini. Dia memang berbakat, tapi aku merasa dia belum cukup siap. Aku ingin mempertimbangkan kelayakannya di tim ini."
Perkataannya menusuk tepat di dadaku. Aku tahu Jimin masih berjuang untuk beradaptasi, tetapi aku juga melihat seberapa keras dia bekerja, seberapa gigih dia mencoba untuk berkembang. Keputusanku sebagai leader tak bisa membiarkannya pergi begitu saja.
"Bang PD-nim," aku berkata, menatapnya dengan penuh keyakinan. "Jimin memang belum sempurna sekarang, tapi aku percaya dia punya potensi besar. Dia sangat berdedikasi dan bekerja keras setiap hari. Kami butuh orang seperti Jimin, seseorang yang terus berusaha menjadi lebih baik."
Bang Shi Hyuk mengerutkan keningnya, tampak berpikir. "Kau yakin, Namjoon? Ini bukan soal bakat saja, tapi soal ketahanan, konsistensi."
Aku mengangguk tegas. "Aku yakin, PD-nim. Aku sudah melihat seberapa keras dia bekerja. Beri dia sedikit waktu lagi, dan aku yakin dia bisa membuktikan diri."
Bang Shi Hyuk terdiam, dan hanya mengangguk kecil sebelum mengakhiri diskusi. Meski kami tidak mencapai keputusan pasti hari itu, aku tahu aku harus berjuang untuk meyakinkannya.
*******
Hari-hari berikutnya menjadi lebih berat bagiku. Setiap kali melihat Jimin berlatih, aku merasa bertanggung jawab untuk terus mendukungnya. Aku memastikan untuk selalu ada di sisinya, memberi masukan, membantunya di setiap langkah, memastikan dia tidak merasa sendirian.
Akhirnya, aku dipanggil lagi oleh Bang Shi Hyuk. Jantungku berdebar, dan aku hanya bisa berharap agar Jimin diberi kesempatan yang dia layak dapatkan.
"Namjoon," kata Bang Shi Hyuk saat aku masuk. "Setelah mempertimbangkan saranmu dan melihat perkembangan Jimin, aku memutuskan untuk memberinya kesempatan. Dia tidak akan dikeluarkan."
Aku tersenyum lebar, tidak bisa menyembunyikan kelegaan yang kurasakan. "Terima kasih, Bang PD-nim. Aku janji dia tidak akan mengecewakanmu."
Saat keluar dari ruangan, aku menghela napas lega. Dalam hati, aku merasa senang, tidak hanya karena Jimin masih menjadi bagian dari kami, tetapi juga karena keyakinanku padanya ternyata tidak salah. Aku percaya, suatu hari nanti, dunia juga akan melihat apa yang kulihat—bahwa Jimin adalah bagian yang tak tergantikan dari tim kami.
*******
Akhirnya update juga diriku ini...
Untuk Minimoni segitu dulu, nanti rencana bakal balik lagi di RPWP kalo author dapet ide...
Untuk selanjutnya... tinggal dua cap...cip...cup...
Kembang kuncup, pilih J-HOPE yang mau di cup...
Eh, keceplosan 🤭🤭🤭