19 : Bring Me To Life

176 23 4
                                    

Matahari terus menyinari sekitar bumi, cuaca yang panas seperti ini membuat mood Apriano semakin memburuk. Apalagi tiba-tiba saja ia teringat bagaimana kemarin Kenzo begitu menikmati ciumannya bersama Kencia.

Sorot matanya langsung tertuju pada Kencia yang baru saja keluar dari gerbang sekolahnya, perempuan itu sedikit gugup karena kemarin Apriano terlihat agak sedikit marah kepadanya.

Kencia menghela nafasnya sebelum akhirnya menghampiri pria itu, ia hanya mampu mengukir senyuman manis diwajahnya. Dan berharap Ano tidak membawa apapun pasal kemarin.

"Pak Ano!" Sapanya sembari tersenyum, dan langsung berlari kecil kearah pria yang gagah dan tinggi itu.

Apriano hanya memasang senyuman kecil, senyuman yang tak biasanya ia berikan kepada Kencia. Biasanya ia akan mengukir senyuman yang sama manisnya dan lebarnya seperti Kencia.

"Udah lama nunggu?" Tanyanya sembari Ano memasangkan helm ke kepala kecil milik gadis itu, Ano hanya mampu menggeleng dan mengunci helm gadis itu agar tidak lepas.

Hening. Tak jarang mereka seperti ini, bahkan tak pernah Kencia merasakan bahwa ia dan pak Ano bisa canggung sekali seperti ini. Bahkan ketika mereka di motor pun juga pak Ano tidak ada inisiatif untuk menyapa atau bahkan membuka topik pembicaraan terlebih dahulu.

"Ke kantor saya dulu ya." Ujarnya sembari berusaha mencari dimana letak paha milik gadis itu, sedangkan Kencia yang menyadari hal itu cepat-cepat untuk merapatkan dirinya sedikit pada Ano.

Tangannya dengan lihai mengelus paha mulus milik Kencia, sembari ia mengendarai motornya. Beberapa kali juga ia cubit secara main-main untuk mengetes gadis itu.

"Tumben ke kantornya pak Ano dulu?" Tanyanya dengan penasaran, sembari menaruh dagunya di bahu gagah milik Ano tersebut. Ano menggeliat sedikit sebelum akhirnya menghela nafas dan menggelengkan kepalanya singkat, tak mengerti ia harus menjawab apa.

Tak mendapatkan jawaban apapun membuat Kencia merasa bersalah, walaupun sebenarnya ia tak tahu apa yang ia lakukan hingga membuat mood Ano menjadi jelek seperti ini. Namun ia putuskan untuk mengunci mulutnya erat-erat untuk memberi Ano waktu.

. . .

Perjalanan ke kanpol tidak memakan waktu yang cukup lama, namun karena berpapasan dengan waktu disaat semua orang telah pulang dari kerja mereka membuat jalanan semakin padat, membuat Ano dan Kencia datang ke kanpol sekitar jam 4.

Apriano membantu Kencia untuk melepaskan helm milik gadis itu dan menaruhnya kembali pada spion motornya, menggandeng tangan gadis itu dan segera memasuki area kanpol agar bisa meremdamkan emosinya lebih baik.

Langkah kaki mereka terdengar menginjakki lantai kayu milik kanpol, hingga sampai pada kantor Ano yang tak terlalu jauh dari pintu exit.

Pria itu pergi kearah kursinya terlebih dahulu, membiarkan Kencia menolongnya untuk mengunci pintu kantornya. Ia menaruh tas miliknya dia sofa dan menghampiri Ano yang sekarang duduk bersantai di kursi kerjanya.

"Sini." Pintahnya sembari membawa gadis itu untuk duduk di pahanya, kini mata mereka saling menatap satu sama lain dengan penuh arti. Menciptakan keromantisan diantara mereka berdua.

"Ini ngapain, pak Ano?" Tanyanya dengan polos sembari menatap Ano, membuat pria itu terkekeh sebentar sebelum akhirnya membawa tubuh gadis itu lebih dekat padanya.

"Lingkarin lengannya Kencia di leher pak Ano gapapa, sayang. Take it easy, okay?" Bisiknya tepat di daun telinga milik Kencia, membuahkan hasil dengan anggukan kepala Kencia.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Noir. || TNFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang