015 Lost Control

44 17 15
                                    

Asha meraih handle pintu ruangan Alan dan membukanya sekaligus. Dibanding semua orang yang ada di bawah, orang-orang ini tampak lebih terkejut. Asha pun terkejut dengan ruangan ini, bekas makanan tampak berserakan di meja yang ada di ruangan itu. Suara nyaring pintu besi ruangan itu membuat Alan menatap pintu dengan wajah terkejut, kepalanya masih tampak di perban oleh kasa dan memar di wajahnya mulai lebih baik dari sebelumnya. Laki-laki itu tampak duduk santai di sofa dekat pintu, di tangannya sebuah vape tampak siap untuk di hisap.

Aroma cotton candy tercium samar-samar, bercampur dengan aroma lintingan tembakau yang sedang di hisap oleh Japra. Japra terkejut dengan keberadaan perempuan yang berani ke ruangan ini, selain Alexa tak ada anggota perempuan yang diijinkan masuk.

"Uhuk ..." Alan tersedak asap vape yang ia hisap. "Lu? Pake furry mask? Bukannya terakhir kali lu ke sini pake benda itu markas harus clear?"

"Terserah gue," Asha langsung duduk di samping Alan. Alan terkejut dengan perubahan Alexa yang ia kenal, cewek dingin dan kharismatik itu tampak imut - ya ini jelas namun ia pun tampak akan lebih ... bawel. Mungkin. Alan tak dapat memastikan itu. "Bang Japra, tolong beresin mejanya dong. Lu juga Dio siapin infokus buru," ya tebakan Alan tak salah. Gadis itu jadi lebih bawel.

"Lu siapa nyuruh-nyuruh gue?" Japra tampak tak tahu gadis di samping Alan itu jelas wakil dari Alan.

"Gue Alexa! Kenapa? Gak terima gue minta tolong? Kenapa semua orang kek pangling gitu sih? Heran," Asha membuat Alan tercengang.

Iyalah anying, lu berubah gini, Alan malah mengulum jawaban itu dalam pikirannya, enggan berdebat dengan gadis yang ada di sampingnya.

Asha sendiri pun bingung akan dirinya, yang ada dalam kepalanya adalah Ya udah sih mumpung bolos, sekalian aja nakalnya.

Japra langsung beranjak dari kursinya, ia yang tadinya duduk berhadapan dengan Alan memilih untuk meninggalkan kursinya dan meraih kantong keresek yang teronggok di meja. Tangannya meraih sampah-sampah kemasan snack bekas dirinya dan Alan dan membuangnya di tempat sampah yang ada di ruangan itu, tangannya dengan santai meraih sapu dan menyapu remahan makanan yang ada di lantai.

Dio menghela napas melihat tingkah Japra yang menurut pada Asha, ia pun segera masuk ke dalam ruang bilik itu. Tangannya dengan telaten membereskan infokus seperti yang di minta Asha sambil menyalakan laptop yang ada dalam ranselnya.

Mereka menurut pada Asha bukan hanya karena jabatan gadis itu yang ada diatas mereka, namun dari gelagatnya mereka tahu gadis itu akan meledak-ledak bahkan untuk hal kecil. "Mulut lu tuh kek knalpot, Anjir," Alan yang sedang santai kembali tercengang ketika ia mulai menghisap vape di tangannya. Asha memilih duduk di sampingnya agar tak menghalangi pintu ruangan itu, gadis itu memilih untuk menatap pekerjaan Japra dan Dio.

"Kenapa?" Ia menoleh pada Asha, yang ia lihat hari ini gadis itu tampak... Manis. Sedikit menyebalkan juga.

"Iyalah ngeluarin asep mulu anjir," Asha mulai menyerocos panjang. "Kek semua cowok kenapa sih ngerokok? Gak di sekolah, gak di sini semua cowok itu ngerokok ..."

"Gue enggak," seseorang dari ambang pintu berdiri dengan santai. "Gue enggak ngerokok," lanjutnya menghentikan bibir Asha yang nyerocos panjang. Ia masuk ke dalam ruangan, ia melihat Japra dan Dio bergantian. "Pacar lu?" Orang itu bertanya pada Alan, gelengan kepala menjadi jawaban Alan.

Asha mematung, ia benar-benar mengenal laki-laki yang duduk di hadapannya. Alan, Dio, dan Japra menghela napas karena orang itu berani menghadapi Asha yang bawel, mereka bertiga merasa orang itu seperti telah menyiram api dengan bensin.

"Lu siapa? Berani banget potong omongan gue," Asha menatap orang itu dengan tajam, dari balik furry mask itu ia mempertahankan identitasnya.

"Baskara Putra," jawab orang itu santai.

"Gue gak peduli identitas lu, yang jadi masalah kenapa lu disini?" Asha menaikkan suaranya, ia sedikit ragu Baskara akan mengenalinya.

Japra memilih duduk di dekat Baskara, berhadapan dengan Alan. Sedangkan Dio, ia memilih duduk di menjauh dari Asha tepat di antara Alan dan Japra.

"Dia gue yang bawa," jawab Alan santai. Semuanya telah hadir dalam rapat, pintu pun telah di tutup Japra sebelum dirinya duduk. Persiapan mereka untuk memulai diskusi telah siap.

"Lu kok kasih ijin sih? Dia kan bukan anak Lucifer, nanti kalo dia khianat gimana? Nanti kalo dia..."

"Sttt ...," Alan meletakkan telunjuknya di bibir Asha. "Alexa kesayangan gue, dia itu bahkan lebih bisa gue percaya di banding lu, jadi..."

"Oh jadi gue gak becus jadi wakil? Lu mau gantiin gue sama dia?..." Asha semakin meningkat suara.

Alamat gak bakal kelar-kelar nih, Dio tersenyum miris di tempatnya duduk dan merasa beruntung bisa duduk diantara Alan dan Japra. Japra pun tampak mulai menghela napas, lelah mendengar suara Alexa yang dingin menjadi seperti gerbong kereta tanpa ujung.

"Udah ya udah nanti kita obrolin abis kita diskusi, sebelumnya secara resmi gue kenalin sahabat gue dari SD namanya Baskara Putra. Ini pertama kalinya kalian ketemu kan?" Alan mengenalkan Baskara untuk menghentikan satu-satunya perempuan di ruangan itu.

"Halo salam kenal," Baskara tersenyum sambil mengulurkan tangannya ke Asha. "Kek nya kita dah pernah ketemu deh," lanjut Baskara dengan mata yang menatap tajam Asha.

Lu Asha kan? Mata lu tuh keliatan banget sebel nya tiap liat gue, Baskara menjabat tangan Asha dengan penuh senyuman.

Si anying awas lu cepu, pikir Asha saat menerima uluran tangan Baskara.

Dahlah woi cape aing, Dio yang melihat interaksi mereka tampak begitu ingin segera keluar dari ruangan, diantara semuanya dia yang paling tahu hubungan satu sama lain.

"Gue Dio," Dio mengulurkan tangannya diantara tangan Asha dan Baskara. Baskara melepas tangannya dan menerima uluran tangan Dio dengan wajah santai.

Ah jadi dia yang waktu itu jemput Asha depan rumah gue, Baskara tampak tersenyum ramah pada Dio.

"Nah, udah ya pegangannya yang geli gue ege," Alan melepas tautan tangan Baskara dan Dio. "Selama beberapa hari ke depan gue bakal tinggal di rumah Baskara, selain karena penyerangan weekend lalu juga karena gue mau pantau keselamatan mantannya Gabriel. Kebetulan Baskara tetanggaan sama cewek itu," Asha mematung mendengar ucapan Alan.

"Mantan Gabriel? Maksud lu si Acha itu? Cewek lemah itu, ribet banget sih lu harus jagain dia segala," Asha terdengar meremehkan, Dio melirik Asha dengan tatapan jengah.

Itu kan lu sendiri anying, pake acara pura-pura. Kalo lu jujur juga gak akan seribet ini elah, Dio tampak begitu jengah dengan akting Asha ini.

"Ya, dia sekarang prioritas kita. Kalo dia kenapa-napa nama keluarga gue bakal tercoreng karena ulah Gabriel," Alan terdengar serius. "Gue udah minta Dio buat jagain dia ..."

"Dia kan bawahan gue," Asha memotong.

"Alexa!" Suara Alan meninggi, laki-laki itu menghela napas. Kesabarannya mulai terkuras.  "Lu hari ini bawel banget," Alan tak sedikit pun merendahkan suaranya. Ia menoleh pada Asha yang menatapnya terkejut. Suaranya yang mirip Gabriel ketika meninggi membuat jantungnya berdegup dengan kencang, seolah tubuhnya merespon ingatannya tentang suara itu.

"Gue gak peduli hari ini lu ada masalah apa sampe harus berubah 180 derajat atau buat drama apapun itu. Terserah! But remember about this ... Gue ketua Lucifer, If you still want to be here, don't interrupt and respect me! Gue tau Dio itu bawahan lu, tapi inget, Lexa," suara Alan lebih rendah, namun terdengar lebih tebakan. Mata Alan begitu tajam menatap Asha, tubuh Asha meresponnya dengan gemetaran yang untungnya dapat ia tahan. "Jabatan gue di atas lu!" Suara itu terdengar dingin.

Bersambung ...

Dissident : I Want Freedom!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang