24

117 26 0
                                    


Agatha duduk dengan gelisah. Wanita itu terlihat begitu pucat wajahnya, bahkan kerutan di bawah mata yang biasa nya tidak terlihat sekarang mulai nampak.

"Ibu berhentilah memikirkan Helena, dia pasti baik-baik saja." ujar Beatrice.

Sejak menghilang nya Helena dari rumah, Agatha sama sekali tidak tenang. Kalau Beatrice yang hilang, dirinya tidak sepanik ini karena memang anak pertamanya ini berpengalaman akan dunia luar. Lain halnya dengan Helena, anak gadisnya itu yang paling Agatha jaga.

"Bagaimana bisa ibu tidak memikirkan adik mu hah?! Dia sudah menghilang beberapa bulan!" pekik Agatha lepas emosi nya.

Beatrice memejamkan mata, menahan emosi. Dia akan mencoba maklum untuk sekarang, walaupun dirinya juga bermasalah namun kesehatan ibu nya harus di utamakan. Beatrice akan mengalah saja.

"Ibu, aku akan menyewa detektif. Tenang saja," bujuk Beatrice yang akhirnya membuat Agatha melemahkan emosi nya.

Sejak beberapa bulan Helena menghilang, keduanya sudah melapor ke polisi namun pencarian ataupun pelacakan membuahkan hasil. Helena seakan di telan bumi, lenyap begitu saja.

"Fredrika.." gumam Beatrice dengan pelan.

.
.

Mengesampingkan ego nya, Beatrice sekarang menemui Fredrika a.k.a Gwyn di bar.

"Selamat malam kak, tumben ke mari?"

Beatrice mengumpat dalam hati melihat penampilan Gwyn yang terkesan mewah. Dari ujung rambut hingga ujung kaki terlihat sekali kalau adik tirinya itu bermandikan uang ratusan juta.

"Helena hilang dari rumah, Fredrika ... Bisakah kamu membantu ku menemukan nya? Kondisi kesehatan ibu memburuk." pungkas Beatrice sedikit tak rela. Mengemis bukan lah gaya Beatrice sekali, andai tidak terdesak dia mana mau melakukan ini.

"Ah? Helena hilang?"

Beatrice mengepalkan tangannya kuat-kuat menahan diri untuk tidak mengomel setelah mendengar kekehan mengejek dari adik tirinya.

"Ya, bisakan kamu bant―"

"Tapi tidak gratis, kak." ucap Gwyn memotong ucapan Beatrice. Dengan ekspresi songong nya, Gwyn meniup kuku nya yang di olesi kotek berwarna merah menyala senada dengan dress yang dia pakai.

"Aku akan membayar nya!" sahut Beatrice kesal.

"Tapi aku sudah banyak punya uang, jadi ku pikir kakak membayar nya dengan hal lain saja. Bagaimana?"

Beatrice merasa ini adalah jebakan untuk nya. Kalau dia sepakat pasti bayaran yang Gwyn minta adalah hal yang merugikan untuk nya namun kalau dia menolak maka akan semakin rugi karena kondisi ibu nya yang akan semakin buruk, bahkan bisa saja ibu nya menjadi gila.

"Katakan, aku harus apa?!"

"Jadilah salah satu jalang ku, kakak."

Mata Beatrice sontak melotot mendengar penuturan Gwyn. "KAU GILA?!" bentak nya murka.

"Ya, ya mungkin aku memang gila. Dan penyebabnya adalah kalian semua. Jadi ingin menemukan Helana atau tidak?"

"Kau pikir aku wanita murahan seperti diri mu?! Aku bisa mencari nya sendiri!" Mengambil tas nya dengan kasar, Beatrice keluar dari ruangan Gwyn.

"Sayang sekali, sepertinya kakak kedua ku akan gagal pulang dengan selamat." gumam Gwyn tersenyum miring dengan lebar.

.
.

Helena yang sudah selesai melayani pelanggan yang di berikan oleh Gwyn tak bisa menahan rasa bahagianya. Karena merasa ini adalah awal dari kebebasan nya dari dunia gelap ini.

"Kakak terlihat sangat bahagia, apakah pelanggan tadi sangat memuaskan?"

Terjengit kaget mendengar suara yang tiba-tiba muncul, Helena menjatuhkan vas bunga karena menyenggol dengan lengannya.

"Fredrika ... Ma-maaf .. ini ti-tidak sengaja.." kata Helena dengan panik. Selama diri nya tinggal di Valegys Bar, Helena mengetahui satu hal lain yaitu adik tirinya sangat menjaga atau menyayangi furnitur yang ia punya.

Pernah ada satu pramusaji yang memecahkan gelas kaca khusus wine, pramusaji itu di hukum cambuk 100 kali. Lalu bagaimana dengan dirinya yang menyenggol vas berukuran 30 cm dengan runik rumit ini?

Melihat pucat nya wajah Helena, Gwyn terkekeh samar. Helena sebenarnya gadis yang baik namun karena hidup di rumah yang toxic membuat dia ikut-ikutan apa yang orang rumah lakukan. Gwyn yakin itu, Helena hanyalah seorang gadis naif yang mudah di tipu oleh siapapun.

"Seperti nya kepulangan kakak harus di tunda," ucap Gwyn dengan ekspresi datar.

"Fredrika..! Tolong jangan lagi, jangan jual aku lagi... A-aku akan melunasi kerugian ini, sungguh!" Helena menyatukan kedua tangan nya di depan dada, memohon dengan bersimpuh di hadapan Gwyn.

"Dari mana kakak mendapatkan uang?"

"Gaji ku selama ini tidak pernah ku gunakan, ambil saja Fredrika ... Aku tidak masalah, tapi biarkan aku pulang!" tangisan Helena runtuh. Beruntung mereka berdua ada di lorong dan kondisi yang sudah tinggi malam membuat area itu sepi.

Gwyn berjongkok, tangan nya mengelus rambut Helena tapi kemudian menarik nya dengan kencang ke belakang. "Apa aku terlihat seperti orang yang kekurangan uang?" tanya Gwyn dingin, menusuk tulang Helana membuat nya gemetar.

Helena menggeleng ribut, "Ti-tidak! Fredrika aku .. aku akan melakukan apapun, aku akan melakukan apapun..!"

Melepaskan jambakan nya, Gwyn berdiri. "Itu bagus, besok kita akan pergi ke tempat baru. Jadi jangan banyak menangis, aku tidak ingin di hina karena memiliki pelacur yang jelek."

Bahu Helena bergetar, isakan tangis nya tidak terlalu terdengar karena dia menggigit bibirnya sendiri.

"Sana pergi!" usir Gwyn.

Dengan cepat Helena berdiri dan meninggalkan Gwyn, berjalan agak cepat dan terseok-seok karena masih merasa ketakutan.

"Rencana ini pasti akan membuat kakak pertama ku meledak-ledak hahaha..." tawa Gwyn. "Aku jadi tidak sabar, cepatlah datang wahai mentari pagi." bisik Gwyn, tersenyum sumringah.

***

Vote ya, terimakasih.

Mrs. Pshyco Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang