Setelah menerima e-mail itu, semua berjalan lancar. Semoga niat baikku ini membuahkan hasil yang baik pula. Mood-ku bagus banget, aku jadi kepengin ngajak Luna jalan.
Kebetulan, lagi ada film fiksi ilmiah yang katanya seru di bioskop. Orang yang pre order tiket lewat online banyak banget, sampai harus bangun tengah malam buat booking tempat duduk. Sayangnya, aku kesiangan bangun waktu itu, jadi dapat tiket yang jam tayangnya agak malam. Kuberitahu Luna dan di luar dugaan ia mengiakan. Katanya, kalau siang-siang justru dia masih sibuk bikin kue. Pas banget. Nonton malam-malam bisa jadi healing buat dia.
Aku dan Luna memasuki bioskop pukul tujuh malam. Hari ini cewek itu pakai blus warna beige dan celana jeans, dilengkapi dengan flat shoes putih yang manis. Film belum dimulai, layar lebar masih menayangkan iklan-iklan. Di kanan kiri kami udah siap sedia popcorn dan soda.
"Ini ceritanya tentang apa, Kak?" tanya Luna sambil menyeruput soda.
"Jadi ada sepasang remaja di Amerika yang terpapar partikel asing dari dunia paralel. Mereka jadi bisa punya kendali terhadap waktu. Bahkan, si cewek jadi bisa ngelihat masa depan. Mereka satu sekolah, awalnya saling benci gara-gara salah paham, tapi akhirnya berteman waktu saling tahu superpower masing-masing. Tanpa sengaja, mereka nemuin rahasia besar tentang kehancuran dunia di masa depan." Aku menjelaskan panjang lebar.
"Sepasang remaja? Berarti cewek cowok? Terus mereka pacaran enggak pada akhirnya?" tanya cewek itu penasaran.
Aku tertawa kecil. "Ya enggak tau. Ini film sci-fi, Lun, bukan romance. Lagian dunia mau kiamat, siapa juga yang kepikiran buat pacaran?" Lalu intro film mulai diputar dan lampu bioskop satu per satu padam. "Sttt! Ngobrolnya nanti lagi. Udah mulai!" bisikku pada Luna.
Film berdurasi dua jam ini seru banget. Kadang, aku sampai enggak ngedip saking tegangnya. Kalau Luna, dia malah fokus sama adegan kocak kedua tokoh utama. Dasar cewek.
Di seperempat terakhir durasi, akhirnya kami sampai di klimaks cerita. Aku menoleh pada Luna dengan wajah excited. "Lun, plot twist-nya parah sih. Enggak nyangka ternyata bapaknya—" Ucapanku terhenti dan senyumku menghilang ketika melihatnya. Ternyata cewek itu ketiduran. Matanya merem, kepalanya nunduk, kedua tangannya dilipat di dada.
Duh, Luna, kalau lehermu sakit gimana? Blusmu juga tipis. Apa enggak kedinginan gara-gara AC?
Karena aku cowok yang baik, kulepas jaketku dan menyelimuti tubuhnya. Kuperbaiki juga posisi tidurnya. Kusandarkan kepalanya ke kursi bioskop. Namun, kepalanya malah jatuh ke bahuku. Luna bergumam enggak jelas, ia memutar sedikit tubuhnya dan meringsut mendekat. Kalau ini kartun, mukaku pasti udah merah kayak kepiting rebus.
Luna ndusel-ndusel di leherku, persis kayak anak kucing yang lagi nyari posisi tidur yang enak, lalu mengigau pelan. "Kak El ...."
Hah? Aku enggak salah dengar, 'kan? Tadi ... Luna nyebut namaku?
KAMU SEDANG MEMBACA
Serene Night [ONGOING]
RomanceLuna benci ketika semua orang membagikan kebahagiaan dan pencapaiannya di media sosial. Jangankan menikah, mencari pekerjaan pasca pandemi COVID-19 saja sudah sulit. Lagi pula, kaum Adam tidak bisa dipercaya. Baginya, membantu ekonomi keluarga kecil...