09-Konsekuensi

1.7K 219 24
                                        

Raline pikir meninggalkan kedua anaknya dalam ruangan akan membuat suasana membaik. Akan tetapi, ketika ia kembali untuk mengecek mereka, keduanya terlihat masih saling diam satu sama lain. Aidan sibuk bermain ponsel di pojok sofa, sementara Nizar duduk di ranjangnya dengan memeluk buku sketsa selagi pandangannya terfokus pada jendela.

Raline menghela napas berat, sepertinya dua putranya itu memang sedang tidak akur. Wanita itu menghampiri Aidan dan duduk di sebelahnya. Dapat terbaca dari raut wajah anak itu yang sepertinya sudah sangat jenuh berada di ruangan ini. Terlebih Aidan bukan tipe orang yang betah berlama-lama didiamkan.

"Adek mau pulang dulu? Nanti ke sini lagi kalau mood-nya udah baikan, baru itu selesein masalahnya sama Abang."

Aidan diam beberapa saat dengan tatap yang tertuju pada bundanya. Entah mengapa bundanya itu bisa langsung tahu jika ia dan Nizar memang sedang ada sedikit masalah. "Mau, Bun. Tapi aku main sebentar sama Ricky, boleh?"

"Mau ke mana?"

"Jajan aja mungkin, belum tau juga ke mana."

"Boleh, tapi jangan jauh-jauh. Kalau bawa motor, helm jangan lupa. Jangan ngebut-ngebut, kabari Bunda terus." Raline mengizinkan meski hatinya sedikit keberatan. Terkadang ia khawatir jika Aidan pergi bersama temannya dengan kendaraan sendiri, sebab anak itu belum memiliki SIM. Tetapi jika bermain diantar oleh sopir pun selalu menolak dan Raline cukup memahami alasannya.

"Oke, Bunda tenang aja. Aku cuma ke tempat yang deket-deket, kok." Aidan meraih tas kecil di sebelahnya, lantas berpamitan pada sang bunda. Ketika ia hendak langsung keluar, tangannya ditahan oleh Raline. Aidan dapat menangkap kode yang bundanya berikan lewat tatapan mata.

Aidan menghela napas. Ia menoleh pada Nizar yang entah sejak kapan sudah memperhatikannya. "Aku mau main dulu, Bang," pamitnya tanpa basa-basi.

Nizar hanya membalas dengan anggukan. Selepas itu, Aidan berjalan keluar dari ruangan. Namun ketika baru saja membuka pintu, netranya disambut oleh tiga orang yang merupakan sepupunya. Kedatangan tiba-tiba Laksa dan si kembar Aisha Aira membuat Aidan mengusap dada karena terkejut.

"Bang Ai mau ke mana?" tanya Aisha seraya memandangi Aidan yang sepertinya akan meninggalkan rumah sakit.

"Mau jajan. Gih kalo mau lewat," ucap Aidan seraya merapatkan tubuh ke samping agar ketiga sepupunya bisa masuk.

"Aira mau nitip jasuke dong, Bang." Aira tak melewatkan kesempatan usai mendengar jika Aidan hendak membeli jajan.

"Aisha juga mau nitip, lumpia basah ya, Bang Ai."

Belum sempat Aidan membuka mulut untuk menolak tawaran mereka, kedua adiknya itu lebih dulu berlari masuk. Akhirnya ia hanya dapat menghela napas berat, mood-nya tambah berantakan karena harus diberikan beban titipan.

"Nape muka lu begitu? Nggak seneng dititipin sama adik-adik gue?" ucap Laksa seraya memandangi ekspresi Aidan yang sangat masam.

"Jujur, enggak," ucap Aidan, lantas melewati Laksa dengan langkah gontai. Tetapi baru dua langkah, ia kembali berhenti. "Bang Laksa!"

Laksa urung memasuki ruangan, ia menaikkan satu alisnya seraya menatap Aidan.

"Cek pesan," ucap Aidan seraya menunjuk handphone di tangannya, memberi isyarat agar Laksa membaca pesan yang ia kirimkan. Setelah itu, ia benar-benar berlalu meninggalkan tempat itu.

Laksa mengiakan saja. Ia kemudian mendekati Raline dan menyalami wanita itu. "Asem banget tadi mukanya Aidan, Bun, kenapa dia?"

"Lagi badmood aja," jawab Raline sekenanya. Ia tengah sibuk mengurusi dua anak gadisnya yang langsung meminta saran soal warna gaun pesta. Katanya lusa akan hadir ke acara ulang tahun teman mereka.

Selaksa Kasih✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang