Chapter 2(Bagian 4) : Hari Pertama Kuliah

1 1 0
                                    

Beberapa hari sudah berlalu, dan selama beberapa hari itu aku terus merasa gugup karena tidak sabar seperti apa kampus baruku nanti.

Meskipun aku melihatnya saat tes, tapi aku merasa belum lihat sepenuhnya dan waktu itu sedang situasi tegang, jadi aku belum bisa merasakan kenikmatannya.

Dan sekarang adalah hari pertamaku untuk kuliah di universitas itu. Aku merasa sedikit gugup, tapi juga senang.
Setelah selesai mandi, sekarang aku sudah memakai pakaian yang rapi dengan tas yang terpasang di punggungku.

Lalu aku berangkat dengan penuh percaya diri menuju kampus impianku dan aku bersyukur karena jarak kampus ini tidak terlalu jauh dari penginapanku. Jadi, dengan ini aku tidak perlu keluar banyak uang untuk naik angkutan umum.

Lalu aku masuk ke dalam lingkungan kampus tersebut.

Dan...

Betapa terkejutnya diriku saat melihat kampus ini yang begitu besar dan memiliki banyak tingkatan di atasnya.
Dan saat aku masuk ke dalam semuanya terlihat berkilau.

"Apakah orang biasa sepertiku berhak untuk di tempat seperti ini?"

Tiba-tiba rasa percaya diri yang aku miliki tadi menghilang seketika. Karena saat aku melihat lift dan masuk ke sana, aku bingung ingin menekan tombol apa karena sejujurnya ini pertama kali bagiku untuk naik lift.

Karena kesulitan, akhirnya aku memilih untuk menaiki tangga saja dan karena itulah, aku sampai ke kelas dalam keadaan berkeringat sedikit.

"Untungnya dosen belum datang."

Lalu aku duduk di tempat yang tersedia dan beberapa menit kemudian dosen itu memasuki kelas kami.

Dia duduk di kursi pengajar, lalu memperkenalkan dirinya yang berasal dari Inggris dan namanya adalah James Verlush. Setelah memperkenalkan diri, dia langsung menjelaskan materi yang akan dipelajari hari ini.

Yaitu tentang sebuah kebahasaan dan pengucapan Bahasa Jepang. Yah karena mata kuliah kami yang pertama ini memang membahas itu.

Dan setelah dosen itu selesai mengajar kami, dia langsung keluar kelas dan kami pun juga ikut keluar kelas.

Sejujurnya, aku mengalami culture shock di sini karena pertama kalinya aku melihat banyak orang selalu tepat waktu, janjian sesuai jadwal, gaya pengajaran dosen yang singkat dan hukuman keras bagi pelanggar peraturan.

Selain itu, gaya mengajarnya juga berbeda dengan gaya mengajar para guru saat aku di Indonesia.

"Mereka semua disiplin dan aku belum terbiasa dengan semua sifat kedisiplinan ini."

Yah kesulitan. Aku benar-benar kesulitan. Karena saat di Indonesia, aku tidak pernah merasakan adanya istilah "tepat waktu."

Bahkan jika ada janji untuk berkumpul, mereka pasti akan berkumpul jika sudah satu jam setelah jadwal yang ditentukan dan parahnya lagi mereka menganggap kalau itu adalah hal yang biasa.

"Untungnya aku bisa lolos ke Jepang. Karena dengan ini aku akan menyerap banyak ilmu yang bermanfaat dan memperbaiki nama tanah airku, yaitu nama tanah Indonesia."

Semua orang perlahan-lahan keluar dari kelas, meninggalkanku sendiri di dalam kelas itu dalam keadaan termenung, kecuali satu orang perempuan dan aku merasa seperti pernah melihatnya, tapi aku lupa di mana.

Dia terus merenung meratapi papan tulis yang tak bergerak itu. Posisinya jauh dariku. Karena itulah dia tak menyadari keberadaanku.

"Kalau begitu ayo bereskan buku-buku ini dan segera pergi makan."

Akhirnya aku memutuskan keluar lewat pintu belakang agar tidak menganggunya, mungkin saja dia sedang berusaha untuk memahami materi dengan baik jadi dia belum keluar dari kelas.

Keluar dari kelas dan menyusuri koridor, aku mencari-cari letak kantin universitas ini dan ternyata jaraknya memungkinkan.

Aku langsung memesan ramen di sana dan duduk di meja yang kosong untuk menunggu pesananku tiba.

Saat aku melihat ke sekitar tempat ini, semuanya terlihat sedang bersama dengan pacar mereka masing-masing.

Meskipun sebenarnya aku juga menemukan orang yang duduk sendiri tapi tetap saja penguasa di kantin ini adalah para pasangan.

"Dua orang yang jaraknya jauh dari tempatku, mereka juga sedang duduk sendiri, jadi aku tidak aneh kan berada di sini."

Dan ternyata dua orang yang duduk sendiri itu sedang menunggu pacar mereka keluar dari kelas dan setelah itu mereka makan bersama.

"Eh? Ah sudahlah."

Dan pesananku pun akhirnya tiba yaitu ramen biasa yang terlihat cukup enak.

"Ramen ini kalau di Indonesia itu adalah mie instan, iya kan? Atau bukan?"

Aku langsung memakannya sambil memikirkan hal itu, meskipun sebenarnya aku merasa kurang nyaman karena sekitaran kantin ini semuanya orang pacaran.

"Huh... besok aku cari kantin lain saja."

Karena universitas ini tempatnya luas dan mahasiswanya juga banyak, jadi kantin kampus ini lebih dari satu, seharusnya begitu.

Setelah selesai makan aku langsung membayar dan buru-buru pergi dari sana karena merasa tidak nyaman berkumpul dengan semua orang yang pacaran.

Akhirnya aku menemukan kursi taman secara tidak sengaja, dan aku pun duduk di kursi itu sambil menghela nafas.

"Aku rasa ini adalah culture shock-ku yang kedua." Ucapku pelan.

Mungkin saja duduk di kursi ini bisa menenangkan diriku dari dua culture shock yang aku alami hari ini.

Dan untung mata kuliah kedua masih ada waktu selama dua jam lagi. Apa yang harus kulakukan selama dua jam ini?

Jawabannya adalah membaca buku. Aku pergi ke perpustakaan untuk membaca beberapa buku tentang Sastra Jepang karena sepertinya ini akan sangat berguna.

Aku mencoba untuk menghafal beberapa kosakata tambahan untuk meningkatkan Bahasa Jepangku menjadi lebih baik.

Mungkin, aku harus fokuskan masa depanku di sini saja, tapi itu akan aku pikirkan nanti.

Saat ini aku harus fokus belajar dari ramainya pengunjung perpustakaan di universitas ini.

Setelah selesai, aku melihat jam di handphoneku dan kelas dimulai tiga puluh menit lagi.

Aku mengembalikan buku itu ke rak perpustakaan dan mulai berjalan ke kelas untuk pelajaran selanjutnya.

**********

Dia yang Seorang Idola [ Road to Japan ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang