Satu minggu sudah berlalu dan hafalan kami mulai diperlihatkan kepada dosen pengampu satu persatu.
Aku yang sedang duduk diam tidak bisa apa-apa selain menunggu giliranku. Meskipun sebenarnya aku merasa aneh. Karena di tingkat universitas ini ternyata masih ada tugas-tugas hafalan seperti ini.
Aku kira tugas seperti ini hanya ada pada saat masa sekolah, tapi ternyata semua perkiraanku itu salah.
Bukan Salah nama pemain sepak bola dari klub liga Inggris, tapi memang sebuah pernyataan yang salah.
"Selanjutnya, Rina silahkan ke depan."
Rina sudah lebih dulu dipanggil daripada aku ya, sepertinya aku akan menunggu lebih lama lagi di sini. Karena saat ini aku lihat hanya tersisa tiga orang yang belum dipanggil.
Jika aku mengikuti prediksiku, maka sepertinya aku akan dipanggil di urutan terakhir untuk sebuah alasan tertentu.
Tapi jika menjadi peserta terakhir dipanggil itu tidak pernah menyenangkan. Karena semua peserta sudah berada di luar, dan yang tersisa di dalam hanya kau saja.
Tentu itu akan menciptakan suasana tegang antara dirimu dengan pengawas yang berada di tempat itu.
Rina terlihat sudah keluar dari ruangan yang berarti gilirannya sudah selesai.
Selanjutnya yang dipanggil adalah orang lain, bukan aku.Dan...
Jam dinding terus berbunyi di tengah keheningan ini, lalu ada kucing yang kebetulan berada di atas meja belajarku.
"Selanjutnya peserta terakhir. Leo Kasandra!"
Aku akhirnya maju menghadap ke arah sang dosen pengampu mata kuliah ini.
"Sebelum kau memberikan hafalanmu, izinkan aku memberi tahu dirimu tentang satu hal." Ucap dosen itu kepada diriku.
Satu hal? Apa itu? Bisakah anda memberi tahu saya?" tanyaku.
"Aku tahu kalau kau tak perlu mengikuti tes hafalan ini karena aku yakin kau sudah menghafal semuanya di dalam kepalamu, apakah aku salah?"
"Eh?! Emm... ya..."
Meskipun aku sebenarnya sedikit kebingungan, tapi sebaiknya aku iya kan saja karena aku tak terlalu mengerti tentang apa yang dia katakan.
"Aku sudah melihat caramu belajar akhir-akhir ini. Kau memang tidak terlihat aktif, tapi kau menyimpan semuanya di memorimu dan menganalisa setiap pertanyaan dengan baik. Karena itulah kau banyak diam."
Orang ini, sepertinya dia lebih dari seorang dosen. Mungkin dia juga seorang pakar psikolog yang ahli.
"Maaf saya akan segera memberikan hafalan saya karena mau bagaimanapun itu adalah tugas saya."
Aku langsung mengucapkan semua yang sudah aku pelajari dan menuliskan dua puluh huruf kanji di papan tulis. Setelah itu aku dipersilahkan keluar oleh dosen tersebut.
"Aku tidak mau berpikir hal yang lebih, semua yang dia pikirkan tentangku aku tidak peduli."
**********
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia yang Seorang Idola [ Road to Japan ]
Roman pour AdolescentsSeri kedua atau lanjutan dari Leo : Dia yang Seorang Idola Perjalanan Leo dalam mencapai mimpinya baru memasuki garis start. Leo sempat kebingungan saat pertama kali menginjakkan kakinya di tanah Negeri Sakura tersebut karena budayanya yang berbeda...