Setelah selesai les, aku dan Rina kembali duduk di depan tempat les satu jam sebelum pulang dan mengobrol sedikit.
Kami juga bertukar kontak dan id sosial media sebagai bukti pertemanan katanya.
"Oh iya Rina, aku ingin bertanya. Kau kan orang Jepang jadi tentu lancar dalam berbahasa Jepang. Tapi kenapa kau ikut les Bahasa Jepang?"
"Yah sebenarnya Reo kun, Bahasa Jepang tidak semudah itu. Hanya karena kami orang Jepang belum tentu kami bisa memahami Bahasa kami dengan baik. Begitu juga denganmu kan? Kau orang Indonesia tapi saat sekolah pasti ada mata pelajaran Bahasa Indonesia."
"Kau benar juga."
"Begitulah denganku. Aku ingin mempelajari tata bahasa Jepang lebih banyak lagi."
"Yah aku rasa bisa mengerti dengan hal itu."
"Benarkan..."
Lalu handphone-nya berbunyi sebelum dia melanjutkan perkataannya.
"Reo kun maaf, aku sudah diminta untuk pulang cepat hari ini."
"Oh kalau begitu tidak apa-apa. Aku masih mau di sini beberapa saat lagi."
"Kau tidak pulang bersamaku?"
"Emmm..."
"Tidak baik tahu, meninggalkan seorang gadis berjalan pulang sendiri."
"Tapi ini masih si..."
Matanya sudah berkaca-kaca. Apa-apaan ini. Dia ingin pulang cepat, tapi juga memintaku untuk pulang cepat?
"Baiklah, ayo."
"Yeaayyy..."
Kami pun berjalan bersama karena arah menuju pemberhentian bus dan rumahnya itu searah.
Setelah sampai di tempat, kami berdua bertukar salam dan kembali ke tempat masing-masing.
Dan begitulah waktu berlalu, kegiatan yang seperti itu terus aku lakukan tiap harinya sampai tiga bulan kemudian.
Hingga tanpa aku sadari, waktu tiga bulan itu sudah berlalu dan sekarang aku sudah di hadapkan pada tes jurusan.Sebelum itu, aku tidak sengaja membayangkan beberapa percakapan dengan Rina sebujian ini.
"Hei Reo kun, sepertinya besok sudah waktunya bagimu untuk menentukan jurusan kuliah apa yang akan kau pilih."
"Yah aku rasa begitu. Apakah itu berarti kau akan tetap melanjutkan les di tempat itu."
"Sepertinya begitu. Karena hal yang ku kejar belum sempat kugapai."
"Begitu ya, kalau begitu aku harap kau tetap semangat sampai mimpimu itu tercapai."
"Aku harap kau juga, semangat besok ya. Semoga kita bisa bertemu lagi di suatu tempat."
Setelah bertukar kata, aku masuk ke dalam bus dan Rina berjalan menuju rumahnya yang tak jauh dari sana.
Semangat ya, kemarin aku dan Rina sempat bertukar semangat. Rina sedang fokus dengan mimpinya dan aku juga sedang fokus dengan mimpiku."Kalau begitu aku harus berusaha keras dalam tes ini agar mendapatkan hasil yang terbaik."
Peraturan tes ini setelah kubaca ada beberapa poin penting.
"Jika mendapatkan nilai rendah kau akan dipulangkan kembali ke negaramu, tapi jika nilaimu bagus, kau akan masuk ke universitas yang sesuai dengan nilaimu."
"Jadi itu berarti kalau aku gagal pada tes ini, semua beasiswa yang sudah kuperjuangkan sampai datang ke sini sia-sia ya? Kalau begitu aku harus berusaha keras." Ucapku dalam hati.
"Tes dimulai!"
Lembar soal di meja langsung kami buka satu-persatu untuk segera memulai tes.
Jumlah soal lima puluh pilihan ganda dan waktu pengerjaan satu jam tiga puluh menit, lalu tidak ada pilihan esai.
"Begitu ya, ini cukup sulit juga."
Tapi, aku tetap berusaha semampuku agar bisa mencapai hasil maksimal dan mencapai impianku karena ayah dan ibu sudah menyetujuiku untuk melakukan hal ini.
Aku melihat sekilas. Tangan peserta lain yang mengikuti tes ini bergerak secepat ini ya, hebat sekali mereka bisa menulis cepat seperti itu.
Tapi dalam hal ini kecepatan bukanlah yang utama. Tapi yang utama itu adalah kemampuan berpikir.
Dan waktu yang ditentukan berakhir, kami semua keluar dari ruangan tes tersebut. Sekarang aku tinggal menunggu besok untuk pengumuman hasilnya.
**********
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia yang Seorang Idola [ Road to Japan ]
Teen FictionSeri kedua atau lanjutan dari Leo : Dia yang Seorang Idola Perjalanan Leo dalam mencapai mimpinya baru memasuki garis start. Leo sempat kebingungan saat pertama kali menginjakkan kakinya di tanah Negeri Sakura tersebut karena budayanya yang berbeda...