Pagi itu, udara segar menyelimuti jalan kecil yang dilalui Anna menuju rumah Jay untuk bekerja. Sinar matahari pagi menyelinap di antara dedaunan, menciptakan bayangan lembut di trotoar. Dengan tas kecil yang tergantung di bahunya, langkah Anna teratur meskipun pikirannya sudah bersiap menghadapi rutinitas harian.
Saat ia hendak menyeberang di sebuah persimpangan, suara yang familiar menyapanya.
"Hei! Anna ?"
Anna menoleh, terkejut melihat Jake berdiri di dekatnya. Pria itu mengenakan hoodie abu-abu dan celana olahraga, wajahnya sedikit berkeringat seolah baru saja menyelesaikan lari pagi.
"Jake ?" jawab Anna dengan nada ragu. Tangannya reflek merapikan ujung tas di bahunya.
Jake tersenyum, ramah seperti biasanya. "Wah, kita bertemu lagi. Kau sering lewat sini ?"
Anna mengangguk kecil, menundukkan pandangannya. "Iya, biasanya aku melewati jalan ini untuk pergi bekerja"
Jake mengangguk, lalu tersenyum seolah teringat sesuatu. "Oh, hampir lupa. Aku ingin mengucapkan terima kasih atas saranmu tempo hari soal bunga"
Anna mengerutkan dahi, tampak bingung. "Saranku ?"
Jake terkekeh kecil. "Soal bunga mawar putih dan lili yang kau rekomendasikan di toko bunga itu. Orangnya sangat suka, kau punya selera yang bagus ternyata"
Pipi Anna memerah sedikit, merasa canggung dengan pujian itu. "Ah, aku hanya mengira-ngira. Aku tidak benar-benar memahami makna bunga"
"Tapi tebakanmu tepat sekali" balas Jake dengan nada ringan. "Ternyata kau cukup berbakat soal itu, meskipun kau bilang hanya mengira-ngira"
Anna menunduk sedikit, tak tahu harus berkata apa. "Terima kasih. Aku hanya ingin membantu"
Jake tersenyum lebih lebar. "Kalau begitu, kapan-kapan aku bisa meminta saran lagi, ya ? Sepertinya aku akan sering mampir ke toko bunga itu"
Anna mengangguk kecil. "Tentu, kalau aku bisa membantu, aku akan melakukannya"
Jake tampak puas mendengar jawaban itu. "Baiklah, aku tidak akan mengganggu waktumu lebih lama. Jangan sampai terlambat"
"Terima kasih, aku duluan" jawab Anna sambil sedikit menunduk sopan, sebelum melanjutkan langkahnya.
"Hati-hati di jalan, Anna" ucap Jake sambil memandangnya.
Anna hanya mengangguk tanpa menoleh, mempercepat langkahnya menuju rumah Jay.
Jake memandang punggung Anna yang perlahan menjauh, senyum kecil masih terlukis di wajahnya. "Anna, ya..." gumamnya pelan sebelum kembali melanjutkan aktivitasnya.
Sementara itu, sepanjang jalan menuju rumah Jay, Anna merasa pikirannya bercampur aduk. Meskipun pertemuan itu hanya berlangsung singkat, ada sedikit rasa hangat yang ia rasakan seolah menjadi jeda kecil yang menyenangkan dari rutinitas berat yang biasa ia jalani.
Saat berbicara dengan Jake, Anna merasa perasaan yang ringan dan santai menyelimuti dirinya. Sudah lama rasanya ia tidak merasakan percakapan yang begitu wajar, tanpa tekanan, tanpa harus memilih kata-kata dengan hati-hati. Tidak ada tatapan tajam yang mengawasinya, tidak ada perasaan takut akan konsekuensi dari setiap kata yang ia ucapkan.
Berbeda sekali dibandingkan saat bersama Jay, di mana setiap interaksi hanya dipenuhi perasaan tunduk, patuh dan ketakutan yang mengekang. Berbicara dengan Jake, meskipun singkat dan sedikit canggung, memberinya rasa lega seolah-olah ia diizinkan untuk menjadi dirinya sendiri, walaupun hanya untuk beberapa menit.
Langkah Anna melambat sesaat, memikirkan momen tadi. Ada sesuatu yang menyegarkan dalam cara Jake tersenyum dan berbicara, seolah tidak ada yang salah dalam dirinya, seolah ia bukan seseorang yang selalu merasa terperangkap dalam tekanan dan perintah. Tanpa sadar, senyum tipis muncul di wajahnya, meski ia tahu momen itu tidak akan berlangsung lama.
Namun, ia segera menarik napas dalam, menguatkan dirinya untuk menghadapi hari yang menantinya di rumah Jay. Kenyataan selalu menunggu, tapi untuk saat ini, perasaan ringan yang ditinggalkan oleh percakapan tadi menjadi pelipur kecil di tengah kehidupan beratnya.
***
Malam di kota asing itu begitu sunyi, meskipun lampu-lampu gemerlap menerangi jalanan dan suara kendaraan sesekali memecah keheningan. Jay duduk di balkon kamar hotelnya, menatap kosong ke arah pemandangan kota. Di belakangnya, Alayna sudah tertidur setelah seharian menghabiskan waktu berbelanja dan berkunjung ke tempat-tempat wisata. Namun, tak satu pun dari kegiatan itu mampu mengalihkan pikirannya.
Ponselnya yang tergeletak di meja kecil bergetar pelan. Ia meraihnya dengan cepat, seolah menunggu sesuatu yang lebih penting daripada waktu istirahatnya. Sebuah pesan baru masuk. Matanya terpaku pada layar ketika ia membuka lampiran foto yang menyertainya.
Gambar itu sederhana, namun menghentakkan Jay seperti petir di siang bolong. Anna, berdiri di balik meja kasir sebuah toko bunga. Wajahnya terlihat begitu berbeda dari apa yang biasa Jay lihat. Senyumnya, walau tipis tapi terlihat tulus, nyaris seperti ia benar-benar merasa damai.
Pesan pendek yang menyertai foto itu segera mencuri perhatian Jay.
"Anna bekerja di toko bunga setiap Minggu. Tempat ini cukup ramai dan dia tampak menikmati pekerjaannya. Beberapa pelanggan bahkan terlihat akrab dengannya"
Jay membaca pesan itu sekali lagi, memastikan bahwa matanya tidak salah menangkap informasi. Ia terdiam, membiarkan kata-kata itu berputar di kepalanya.
"Dia bekerja di toko bunga ?" gumamnya pelan, suaranya hampir tidak terdengar.
Ia meletakkan ponsel di atas meja, namun pandangannya tetap terpaku pada foto itu. Anna bekerja, di sebuah toko bunga. Tanpa sepengetahuannya. Ia mencoba merangkai berbagai kemungkinan di kepalanya, namun satu hal tetap tidak masuk akal baginya, mengapa Anna melakukan ini ?
Selama ini, ia selalu merasa bahwa ia memegang kendali penuh atas hidup wanita itu, Jay menghembuskan napas panjang dan meraih ponselnya lagi. Tangannya gemetar ringan saat ia mengetik balasan.
"Cari tahu lebih banyak. Aku ingin tahu alasan di balik semua ini. Dan pastikan tidak ada orang yang terlalu dekat dengannya."
Setelah mengirim pesan itu, ia melempar ponsel ke atas meja dengan frustrasi. Ia berdiri, berjalan mondar-mandir di balkon, mencoba memahami perasaannya sendiri.
Ada rasa kecewa, karena ia merasa diabaikan. Ada pula rasa marah, karena Anna berani menyembunyikan sesuatu darinya. Namun di balik semua itu, ada rasa penasaran yang terus mengusiknya.
Jay tidak bisa melupakan ekspresi wajah Anna di foto itu. Senyumnya terasa begitu asing, seolah-olah ia melihat sisi lain dari wanita itu yang selama ini tidak pernah ia kenali. Selama ini, wajah Anna di hadapannya hanya dipenuhi rasa tunduk, patuh, dan takut. Namun di toko bunga itu, ia tampak seperti seseorang yang memiliki dunia kecilnya sendiri, sebuah dunia yang tidak melibatkan Jay sama sekali.
"Kau berani sekali, Anna" Jay bergumam, suaranya rendah namun penuh intensitas. Ia menatap langit malam yang gelap, mencoba menemukan ketenangan di tengah pikirannya yang berkecamuk.
Namun, ketenangan itu tak pernah datang. Sebaliknya, ia merasakan dorongan yang semakin kuat untuk segera kembali. Anna sudah melanggar sesuatu yang tak pernah ia pikir akan terjadi, jarak emosional antara mereka. Dan Jay tahu, jika ia membiarkan hal ini terus berlanjut, ia mungkin akan kehilangan kendali sepenuhnya.
Ia meremas pagar balkon dengan kuat, pikirannya melayang jauh. Jika Anna memang bekerja di toko bunga itu, apakah dia melakukannya karena butuh uang ? Atau mungkin ini caranya mencari kebebasan yang selama ini tak ia dapatkan di bawah pengawasannya ?
Dan ada satu pertanyaan yang paling membakar dadanya, apakah ada seseorang yang membuat Anna merasa cukup nyaman untuk tersenyum seperti itu ?
Jay memejamkan matanya sejenak, mencoba mengendalikan gejolak emosi di dalam dirinya. Namun, tatapan tajamnya segera kembali ketika ia membuka matanya.
"Saat aku kembali, aku ingin jawaban" katanya pelan, namun setiap kata yang keluar dari mulutnya mengandung ancaman yang tak terbantahkan. "Dan siapa pun yang mencoba mendekatimu, mereka akan menyesali keputusannya"
Jay kembali duduk, menatap kosong ke arah kota yang gemerlap. Dalam kesunyian malam itu, hanya satu hal yang memenuhi pikirannya, Anna dan rahasia kecilnya.
***
tinggalin jejak yaa :) yg kangen momen jay sama anna sabar yaa :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Master ft Jay Park of Enhypen
Fanfiction"You are my escape so don't ever leave me" - Jay Park.