bab 24

15 8 0
                                    

~♡♡♡♡~

Happy reading ✨📖

Azkina mengangguk, merasa beruntung memiliki keluarga yang tidak hanya hangat, tapi juga peduli pada orang lain. Dalam hati, ia bertekad akan memastikan Mella selalu merasa diterima dan punya tempat untuk bersandar. Setelah percakapan itu, Azkina naik ke kamarnya, duduk di meja belajarnya, dan mulai menulis di jurnal pribadinya, sesuatu yang biasa ia lakukan sebelum tidur.

Malam itu, ia menulis: Hari ini aku merasa bersyukur punya sahabat seperti Mella. Semoga aku bisa selalu ada untuk dia, seperti dia selalu ada untukku. Aku harap besok membawa kebahagiaan untuk kami berdua.

Malam itu, Azkina menulis di jurnal pribadinya:
Hari ini aku merasa bersyukur punya sahabat seperti Mella. Dia selalu menjadi seseorang yang bisa kuandalkan, meskipun dia sendiri sedang menghadapi banyak hal. Aku harap aku bisa selalu ada untuk dia, seperti dia selalu ada untukku. Semoga besok membawa kebahagiaan dan kekuatan untuk kami berdua.

Setelah menulis, Azkina menutup jurnalnya dengan hati yang lebih ringan. Ia merapikan meja belajarnya, lalu berjalan ke tempat tidur. Sebelum benar-benar memejamkan mata, ia memikirkan cara untuk membuat Mella tersenyum lebih banyak lagi esok hari.

Dengan doa dan harapan itu, Azkina akhirnya tertidur lelap, merasa bahwa persahabatannya dengan Mella adalah salah satu hal paling berharga dalam hidupnya.

***
Saat berbaring, pikiran Azkina terus dipenuhi ide-ide kecil tentang cara membuat Mella merasa lebih bahagia esok hari. Ia membayangkan mengajak Mella jalan-jalan di taman, membawa camilan favoritnya, atau mungkin membuatkan surat kecil berisi kata-kata penyemangat.

Azkina juga memikirkan bagaimana ia bisa lebih banyak mendengarkan cerita Mella tanpa menyela, memberikan dukungan yang tulus. Kadang, hanya dengan hadir sebagai pendengar yang baik sudah cukup untuk membuat seseorang merasa dihargai.

"Mungkin juga aku bisa ngajak dia nonton film lucu bareng di rumahku," pikir Azkina sambil tersenyum sendiri. Ia merasa senang membayangkan sahabatnya tersenyum atau bahkan tertawa lepas karena ulahnya.

Dalam hati, Azkina bertekad untuk selalu menjadi tempat bagi Mella—seseorang yang bisa Mella andalkan tanpa takut dihakimi, seseorang yang akan mendengarkan dan mendukungnya, apa pun yang terjadi. Ia ingin memastikan bahwa Mella selalu merasa diterima, dicintai, dan tidak pernah merasa sendiri.

Dengan tekad itu, Azkina merasa hatinya menjadi lebih hangat. Ia menyadari betapa pentingnya sebuah persahabatan yang tulus, dan betapa beruntungnya ia bisa menjadi bagian dari hidup Mella.

****
Esok paginya, Amanda berjalan menuju kamar Azkina. Ia membuka pintu perlahan, memperhatikan putrinya yang masih terlelap di balik selimut.

"Azkina, bangun, Sayang. Sudah waktunya sekolah," ucap Amanda dengan lembut sambil menepuk pelan bahu putrinya.

Azkina menggeliat sejenak, matanya perlahan terbuka. "Iya, Bunda... lima menit lagi," gumamnya setengah sadar.

"Tidak ada lima menit, nanti kamu terlambat," kata Amanda sambil tersenyum.

Mendengar nada lembut tapi tegas dari Bundanya, Azkina akhirnya bangkit dari tempat tidur. Ia berjalan menuju kamar mandi dengan langkah malas, sementara Amanda tersenyum puas melihat putrinya mulai bersiap-siap untuk hari itu.

Setelah mandi, Azkina mengenakan seragam sekolahnya, menyisir rambut, dan mengambil tas yang sudah ia siapkan semalam. Di ruang makan, sarapan sederhana sudah tersaji, dan Amanda menunggu untuk memastikan Azkina makan sebelum berangkat.

Azkina duduk di kursi meja makan, memandangi sepiring nasi goreng hangat yang sudah disiapkan Bundanya. Aroma gurihnya langsung
membuat perutnya terasa lapar.

"Makasih, Bunda. Nasi gorengnya wangi banget," kata Azkina sambil tersenyum kecil.

"Sama-sama, Sayang. Ayo, dimakan biar energimu cukup buat sekolah," ujar Amanda lembut. Ia menaruh segelas susu di samping piring Azkina.

Sambil menikmati sarapannya, Azkina sesekali menatap Bundanya yang sibuk merapikan dapur. Kehangatan pagi itu membuatnya merasa lebih tenang dan siap menghadapi hari.

Setelah selesai makan, Azkina menghabiskan susunya, lalu berdiri untuk berpamitan. "Aku berangkat dulu ya, Bunda," katanya sambil mencium tangan Amanda.

"Belajar yang rajin, hati-hati di jalan," pesan Amanda dengan senyuman.

"Iya, Bunda," jawab Azkina sambil berjalan keluar, membawa semangat pagi dan rasa syukur atas perhatian Bundanya

Azkina Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang