Bab 25

125 72 8
                                    

sampai Ruang makan, sarapan sederhana sudah tudung tersaji dan Amanda menunggu untuk memastikan Azkina sebelum berangkat Azkina duduk di kursi meja makan, memandangi sepiring nasi goreng hangat yang sudah disiapkan Bundanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

sampai Ruang makan, sarapan sederhana sudah tudung tersaji dan Amanda menunggu untuk memastikan Azkina sebelum berangkat Azkina duduk di kursi meja makan, memandangi sepiring nasi goreng hangat yang sudah disiapkan Bundanya. Aroma gurihnya langsung membuat perutnya terasa lapar.

"Makasih, Bunda. Nasi gorengnya wangi banget," kata Azkina sambil tersenyum kecil.

"Sama-sama, sayang, ayo, dimakan biar energimu cukup buat sekolah, bunda mau merapikan dapur, di dapur berantakan " ujar Amanda lembut. Ia menaruh segelas susu di samping piring Azkina.

Amanda pergi dari ruang meja dan sambil jalan menuju ke dapur, Amanda berteriak memanggil Azkina "Azkina! jangan lupa susunya di minum nak! "

" Iyaaa, Bunda! " Kata Azkina dengan suara kencang.

Azkina langsung mengambil nasi goreng mulai makan dengan lahap Sambil menikmati sarapannya, Azkina sesekali menatap bundanya yang sibuk merapikan dapur. Kehangatan pagi itu membuatnya merasa lebih tenang dan siap menghadapi hari.

Setelah selesai makan, Azkina menghabiskan susunya, lalu berdiri untuk berpamitan. "Aku berangkat dulu ya, Bunda," katanya sambil mencium tangan Amanda.

"Belajar yang rajin, hati-hati di jalan," pesan Amanda dengan senyuman.

"Iya, bunda," jawab Azkina sambil berjalan keluar, membawa semangat pagi dan rasa syukur atas perhatian Bundanya

Azkina berjalan ke halte dekat rumah dengan langkah ringan, tasnya tergantung rapi di pundak. udara pagi yang sejuk dan suara burung berkicau membuat suasana terasa menyenangkan.

Sesampainya di halte, ia berdiri sambil melihat-lihat sekitar. Beberapa orang lainnya juga sedang menunggu bus, termasuk beberapa siswa dari sekolah lain. Azkina mengeluarkan ponselnya untuk mengecek waktu, memastikan ia tidak terlambat.

Tak lama kemudian, bus yang ditunggu datang. Dengan hati-hati, Azkina naik ke dalam bus dan mencari tempat duduk kosong di dekat jendela. Ia meletakkan tasnya di pangkuan sambil menikmati pemandangan jalanan yang mulai ramai

Setelah duduk, ia meletakkan tasnya di pangkuan dan menyandarkan punggung. Pandangannya terarah ke luar jendela, menikmati pemandangan pagi hari yang mulai sibuk. Mobil dan motor berlalu-lalang, pedagang kaki lima mulai membuka lapak, dan matahari perlahan naik, memancarkan sinar hangat.

Bus berhenti di depan minimarket, dan seorang penumpang naik ke dalam. Azkina mengenal sosok itu Arbani, teman sekelasnya. Biasanya, Arbani pergi ke sekolah dengan motor, tapi pagi ini ia tampak membawa tas punggung sederhana dan memilih naik bus.

Arbani melihat ke sekeliling bus, mencari tempat duduk kosong, dan akhirnya pandangannya jatuh pada Azkina. Ia tersenyum kecil dan melangkah mendekat.

Eh, Azkina. Pagi," sapa Arbani sambil berdiri di sebelah tempat duduk Azkina, dengan senyum di wajahnya.

Namun, Azkina hanya melirik sekilas tanpa membalas sapaan itu. Ia langsung memasang earphone di telinganya dan memutar musik di ponselnya. Tangannya sibuk mengatur playlist, seolah tak mendengar atau sengaja mengabaikan Arbani.

"Boleh duduk sebelah lo nggak?" tanya Arbani, masih berdiri di dekat tempat duduk Azkina.

Azkina mendengar suara itu meski musik di telinganya cukup keras. Ia melirik lagi, kali ini sedikit lebih lama, lalu mengangguk singkat tanpa melepas earphone-nya. Dan sedikit menggeser tasnya agar arbani bisa duduk disebelahnya

Arbani tersenyum kecil dan duduk di kursi kosong di sampingnya. "Thanks," ucapnya pelan, meskipun Azkina tampaknya tetap tidak terlalu peduli.

"Lo lagi dengerin apa, Kin?" tanya Arbani dengan santai, berusaha mengurangi ketegangan yang terasa

Azkina tetap terdiam, fokus pada pikirannya sendiri. Meskipun Arbani mencoba mencairkan suasana, dia tak menunjukkan minat untuk merespons. Keheningan itu justru semakin menambah ketegangan antara mereka, sementara Arbani pun mulai merasa canggung dengan sikap Azkina yang enggan berbicara.

Azkina [  Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang