Hamil saat masih duduk dibangku sekolah menengah bukanlah hal yang mudah, begitupun yang Shani alami
Ketika kehidupan dan pikirannya benar benar kalut, tuhan mengirimkan ia seorang mailakat pelindung, sosok yang selalu ada untuknya, menuruti semua k...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Pah, aku udah ngobrol sama Shani dan kita sepakat buat tinggal di Apartemen," ucap Gracia disela sarapan mereka.
"Oh ya? Bagus dong kalo gitu. Nanti biar Papa yang anter kalian berdua ya." Kennan terlihat antusias.
"Om," panggil Shani.
"Iya, Shani?"
"Makasih banyak Om udah baik sama aku, aku ga tau lagi kalo ga ada Gracia sama Om nasib aku bakal kaya gimana," ucap Shani.
Kennan tersenyum lembut, "udah jadi kewajiban manusia untuk saling membantu sesama bukan?"
"Tapi-"
"Udah jangan bahas yang lain mending kalian cepet selesain dulu sarapannya, abis itu kalian beres beres buat pindahan besok," ucap Kennan.
Kini Shani tahu bagaimana Gracia bisa memiliki hati yang begitu baik dan tulus, tak lain ternyata dia mewarisi kebaikan hati Papanya.
Keesokan harinya Shani dan Gracia sudah berada di unit Apartemen milik Kennan.
"Untuk sementara kita tinggal di sini dulu ya, sampe aku bisa beli rumah sendiri," ucap Gracia saat mereka tengah berdiri di ambang pintu.
Shani menoleh, "makasih. Tapi ini udah lebih dari cukup buat aku."
Gracia memosisikan tubuhnya menghadap Shani, perlahan ia raih kedua lengan Shani, ia genggam kedua tangan itu dengan hangat, "Mulai sekarang, apa pun yang kamu mau bilang aja sama aku, aku bakal usahain semuanya sampai batas kemampuan aku. Jangan ragu buat ngebagi segala keluh kesah kamu. Kalo kamu perlu cerita, aku bakal dengerin semua cerita kamu. Anggap aja aku ini saudara kamu, kakak kamu, pasangan kamu atau apa pun itu. Karna sekarang ... kita keluarga," ucap Gracia dan Shani bisa melihat betapa tulusnya ucapan Gracia itu.
"Makasih, Ge," ujar Shani dengan senyuman.
Gracia sedikit terkejut karna ini kali pertama ia mendengar Shani memanggilnya 'Ge', "Sama sama, Shan," jawabnya.
"Mas, udah seminggu Shani ga ada kabar, kamu ga khawatir?" ucap Veranda kala Tio baru saja memasuki ruang tamu.
tak ada jawaban. Veranda pun mengikuti ke mana langkah kaki suminya itu.
"Mas ... gimana pun Shani itu anak kita, dia perempuan, kalo terjadi apa apa sama dia gimana?" Veranda mulai kesal dengan sikap suaminya yang terlihat acuh dan seakan tak peduli lagi pada anak semata wayang mereka.
"Itu konsekuensi atas apa yang udah dia perbuat," Tio berkata dengan dingin.
"Tapi ga gini caranya, Mas."
"Mas, Mas ... kamu-" Veranda mencoba menghentikan langkah suaminya dengan menarik lengan kiri Tio.
"Cukup, Ve. Cukup!" Bentak Tio.
"Aku cape, kasih aku waktu buat berpikir. Aku butuh istirahat."
"Tega kamu, Mas. Bisa bisanya kamu istirahat di saat anak perempuan kita satu satunya kamu usir dari rumah. Bahkan setelah satu minggu dia ga ada kabar, ga tau kondisinya sekarang baik atau ngga. Kamu masih tenang tenang aja? Sakit kamu, Mas!" Ve mengeluarkan semua kekesalannya. Tapi lagi, Tio tidak peduli, Pria itu berlalu meninggalkan Veranda tanpa berkata apa pun.