JC. 14

163 30 12
                                    

"Zav, aku malu," cicit Lyra, suaranya hampir tak terdengar ketika Zavian mengajaknya menuju kantin.

"Ada gue," balas Zavian singkat, membuat Lyra sedikit merasa tenang meski tetap gugup.

Saat mereka sampai di kantin, mata teman-teman Zavian langsung tertuju pada mereka. Zavian melangkah santai, sementara Lyra berjalan sedikit di belakangnya, menunduk.

"Anjay!" seru Tama begitu melihat Zavian dan Lyra bersama. "Lo bawa cewek sekarang, Zav?" godanya dengan tawa lebar.

Ravin yang duduk di sampingnya ikut menimpali, "Gokil sih, Zav. Lo ngajak Lyra? Gimana Fiona tuh?"

Zavian hanya mengangkat bahu, lalu duduk tanpa banyak bicara.

Lyra yang masih berdiri ragu akhirnya ikut duduk setelah Zavian menepuk kursi di sebelahnya. "Santai aja," ucap Zavian dengan nada datar.

"Mau makan apa?" tanya Zavian, suaranya terdengar lembut ketika dia menoleh ke Lyra.

"Aku samain aja sama kamu," jawab Lyra.

Zavian berpikir sejenak. "Batagor, mau?" tawarnya santai.

Lyra menggigit bibirnya pelan, merasa tak enak hati. "Aku gak suka itu," jawabnya pelan.

Zavian mengangkat alisnya. Dia mulai mengerti jika itu bukan selera Lyra. "Spaghetti bolognese, mau? Gue mau pesan itu," ucapnya sambil tersenyum.

Lyra mengangguk cepat. "Boleh," balasnya dengan sedikit lega.

Melihat respons Lyra, Zavian tersenyum tipis. "Tam, sekalian dua spaghetti bolognese!" serunya ke Tama yang sedang sibuk dengan menunya.

"Babi lo," keluh Tama, meski tetap berdiri untuk memesankan makanan mereka.

"Thanks, Tam," ucap Zavian santai, sementara Lyra hanya tersenyum kecil, merasa hangat dengan perhatian Zavian.

"Gue baru liat perhatian Zav ke cewek lain selain Amira," bisik Ravin sambil menyenggol Raka yang duduk di sampingnya.

"Sama," balas Raka singkat, namun jelas dia tak ingin terlalu ikut campur dalam masalah percintaan teman-temannya.

"Ar," panggil Zavian, memecah suasana.

Arka menoleh, wajahnya tampak sedikit memerah karena emosi yang tertahan.

"Lyra gue yang ajak, jadi dia ikut," ujar Zavian lugas. Kalimat itu sekaligus menjadi bentuk pemberitahuan dan permintaan izin, mengingat Arka yang membuat rencana dan mendanai sebagian besar perjalanan ke puncak.

"Kalau gue bilang enggak, lo tetap bawa kan?" balas Arka dengan nada tajam.

Zavian menatap Arka dengan tenang. "Iya, tapi lo tenang aja. Biaya gue sama Lyra biar gue tanggung sendiri."

Arka mendengus pelan, jelas tak puas dengan jawaban itu. "Lo pikir masalah uang?" tanyanya, tatapannya menajam.

"Ar, udahlah," sela Raka, mencoba menenangkan suasana dengan menepuk bahu Arka.

Namun, Arka langsung menepis tangan Raka dengan kasar, membuat teman-temannya terdiam.

Zavian menatap Arka dalam diam, tak ingin memprovokasi lebih jauh.

"Perlu bicara?" tanya Zavian dengan nada tenang, mencoba meredakan suasana.

Arka yang tadinya tampak kesal menoleh dan menatap Zavian sejenak, lalu mengangguk pelan.

"Jinaknya emang sama lo, Zav," goda Ravin, setengah berbisik namun cukup keras untuk didengar.

"Mentang-mentang sahabat dari kecil," celetuk Tama tiba-tiba datang bersama ibu kantin membantu membawa pesanan mereka. "Ini pesanannya, anak-anak," katanya sambil tersenyum ramah, membantu meletakkan piring-piring di atas meja.

"Thanks, Bu," ujar Raka sambil membantu merapikan piring-piring tersebut.

Arka hanya diam, tetapi tatapannya sudah jauh lebih tenang dibanding beberapa menit sebelumnya. Sementara itu, teman-temannya mulai sibuk dengan makanan mereka.
______

"Lo pulang duluan, nanti gue ke rumah lo sore atau malam buat minta izin," ujar Zavian dengan nada serius.

Lyra mengangguk pelan, merasa sedikit tidak enak. "Maaf ya, kamu jadi harus repot-repot minta izin."

"Emang seharusnya gitu," balas Zavian singkat.

Setelah berbincang sebentar lagi, Lyra pun pamit. Sementara itu, Zavian bersiap untuk menemui Arka di apartemen pemuda itu. Dia tahu pembicaraan mereka tidak bisa ditunda lagi. Ada banyak hal yang harus dibereskan, termasuk suasana hati Arka yang tampak semakin tidak stabil.

_____

Zavian tiba di apartemen Arka pada sore hari. Setelah mengetuk pintu beberapa kali, Arka akhirnya membuka pintu dengan ekspresi datar. "Masuk," ucapnya singkat, lalu berjalan masuk tanpa menoleh lagi.

Zavian mengikuti, melihat sekeliling ruangan yang terasa sunyi. "Gue cuma mau ngobrol bentar," ujar Zavian setelah duduk di sofa.

"Ngomong aja," balas Arka, duduk di kursi seberang.

"Lo cemburu?" tanya Zavian langsung, tanpa basa-basi. 

Arka menatapnya tajam, sejenak terkejut dengan pertanyaan itu. Tapi setelah beberapa detik hening, dia akhirnya menjawab pelan, "Iya." 

Zavian menghela napas panjang, mencoba menyusun kata-kata. "Jadi bener lo suka sama Lyra," ujarnya sembari mengusap wajahnya, merasa frustasi. 

Namun, reaksi Arka langsung berubah. Dia sontak menatap Zavian, sepertinya Zavian salah paham.

"Lo suka sama Lyra tapi sikap lo buruk banget ke dia," ujar Zavian.

"Zav--"

"Tapi lo tenang aja, Ar. Gue gak suka sama dia, gue cuma anggap dia temen," lanjut Zavian memotong ucapan Arka.

Arka menghela napasnya kasar. "Gue gak suka Lyra," gumamnya pelan.

________

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

JADI COWO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang