18. Hanya Sebuah Kenangan

12 3 2
                                    

Tubuh Shen Hua tiba-tiba menjadi lemas hingga Qin di tangannya terlepas, menimbulkan bunyi nyaring serta keras. Tubuhnya bergetar hebat dan matanya melotot kepada dua orang pria yang tidak akan pernah bisa hilang dari ingatannya. Lidahnya menjadi kelu hingga rasa sesak ia rasakan pada dadanya ketika berbagai emosi memenuhinya. Ada amarah, kesal, rasa kecewa yang semua itu bercampur menjadi satu, namun sebuah perasaan lainnya juga terselip di dalamnya, sebuah kerinduan yang coba ia abaikan sekuat tenaga.

"Kakak Hua?" gadis di belakangnya menyadari keanehan pada dirinya, 

"Kakak, apa kau baik-baik saja?" tanya yang lain mulai khawatir karena Shen Hua tidak menanggapi panggilan mereka.

"Huahua," ia tersentak dari rasa terkejut itu setelah mendengar suara dari Pangeran Lian Huai yang memanggil namanya dengan nada yang lirih. Sekali lagi ia menutup mata sambil menarik nafasnya dengan dalam. Sekarang wajah terkejutnya sudah menghilang dan kembali menjadi Shen Hua— si wanita penghibur yang orang-orang kenali.

"Ah, maafkan aku." ujarnya, mengambil Qin yang terjatuh dengan tangan yang bergetar. Ia berusaha agar tidak memperlihatkan perasaannya dengan jelas, ia harus melakukan pekerjaannya dengan profesional, seperti biasa.

"Kalian, temani tuan-tuan ini dan isi gelas mereka." Suaranya sedikit bergetar, tetapi jika kau bukanlah seseorang yang memperhatikan, maka tidak terlihat.

"Anda tidak keberatan dengan sebuah musik dariku, bukan?" Shen Hua berjalan ke tengah ruangan, setiap langkah yang ia berikan, ia merasakan betapa seriusnya tatapan yang ia dapatkan dari kedua orang tamu itu. Ia tidak menoleh, tidak melihat lagi wajah dua pria di hadapannya, ia menghindari kontak mata dengan kedua pangeran.

Shen Hua duduk dan memainkan Qin-nya. Suara senar yang dipetik mengalun dalam ruangan. Para gadis mencoba untuk mengajak Lian Huai maupun Wang Zifei untuk berbicara, akan tetapi tidak ada satupun dari mereka yang peduli. Wang Zifei dengan wajah datarnya sesekali melihat kearah Shen Hua, sedangkan Lian Huai memandangi Shen Hua tanpa berkedip dengan tatapan penuh dengan kerinduan yang bertumpuk. 

Shen Hua yang selalu memberikan tatapan maupun senyuman menggoda kepada tamu yang sedang ia layani, malam ini menundukkan kepala dan pandangan, fokus kepada alat musik yang ia mainkan. Memainkan lagu-lagu yang tertanam dalam ingatan.

"Lian Hua," panggilan dari Lian Huai menghentikan gerakan tangan Shen Hua. Musik itu terhenti, suara dari senar terakhir bergema. Wanita itu mengangkat kepalanya, namun tidak melihat ke arah Lian Huai.

"Apa anda bosan dengan lagu yang aku mainkan?" tanyanya.

Hening, tanpa suara, hanya detak jantungnya yang semakin tidak beraturan berdendang di telinga. "Atau anda ingin aku melayani anda?" Lian Huai tercekat dengan ucapan sang adik. "Apa yang kau bicarakan, Lian Hua?"

Pada akhirnya, Shen Hua menggerakan bola mata cerahnya untuk melihat ke arah pangeran Lian Huai, seseorang yang pernah menjadi kakak keduanya. Seseorang yang pernah membelai kepalanya dengan lembut dan berjanji akan melindunginya dimanapun ia berada. Belati yang selalu ia bawa, yang menyelamatkannya dari Fu Fan adalah pemberian Lian Huai.

Tetapi, semua itu hanya sekedar janji dan kepura-puraan, bukan?

Wanita itu akhirnya berdiri, meninggalkan Qin-nya di atas lantai, terabaikan. Seharusnya ia sadar bahwa kehidupan tenang selama beberapa tahun terakhir tidak akan tetap berjalan mulus. Setelah semua yang ia alami, dirinya masih terkejut ketika ia mendapati pikirannya yang masih begitu naive. Cepat atau lambat, sekarang atau dimasa depan, ia pasti akan bertemu dengan masa lalunya. Masa lalu yang seakan-akan begitu enggan untuk meninggalkannya sendiri.

Hari ini ia bertemu Pangeran ke-dua dan Wang Zifei, siapa yang bisa menebak apa yang ia temui besok? Mungkin raja atau ratu? Bahkan kaisar agung Zanshi sekalipun?

The Bloom of Your Flower Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang