Ketika kelopak mata itu bergerak kembali, memperlihatkan sepasang bola mata cerah dan bulu mata pajang nan lentik adalah ketika di saat yang bersamaan, rasa pusing nan menyakitkan menyerangnya. Ia harus memejamkan mata itu lagi, kelopak matanya bergetar, dan keningnya berkerut karena manahan rasa sakit. Ia harus menenangkan dirinya untuk beberapa saat sebelum kembali membuka mata itu.
Setelah beberapa menit berlalu, rasa pusing itu berkurang dan ia kembali membuka matanya, hal pertama yang ia lihat adalah sebuah langit-langit berwarna coklat tua yang dihiasi dengan kertas warna-warni yang menari ketika angin berhembus dengan lembut.
Lian Hua menoleh ke arah kiri dan kanan, semua meja dan beberapa lemari kecil juga ia jumpai di sana, namun dari semua itu, ia tahu jika tempatnya berada sekarang adalah tempat asing yang belum pernah ia kunjungi. Itu bukan kamarnya yang selalu membuatnya nyaman selama enam belas tahun, itu juga bukan kamar ibunya, tempatnya menghabiskan waktu, itu juga bukan kuil maupun gubuk tua maupun langit yang diselimuti pepohonan rindang seperti beberapa minggu terakhir. Itu adalah sebuah kamar, kamar yang nyaman dan hangat. Kenyamanan dan kehangatan yang tidak ia rasakan sejak ia pergi meninggalkan ibu kota.
Lian Hua menududukan diri, ia menyadari jika sekarang dirinya tengah menggunakan pakaian baru nan bersih, ia juga diselimuti dengan selimut yang hangat, meskipun tidak selembut selimut yang biasa ia gunakan, namun mampu memberikan kehangatan yang lebih untuk dirinya.
Lian Hua bangkit dengan tergesa-gesa, menyibak selimut yang membungkusnya dan berlari menuju pintu keluar. Tangannya menghalangi cahaya yang terasa begitu menyilaukan, ketika tangan kurus itu diturunkan, pemandangan di hadapannya adalah sebuah keramaian. Salju sudah turun dan memberikan jejak pada jalanan. Orang-orang berlalu lalang ke sana kemari. Beberapa orang memacu kudanya, sebagian lainnya menggunakan tandu, namun sebagian besar adalah orang-orang yang duduk di tepi jalan mengabaikan dinginnya salju di bawah mereka.
Lian Hua yang tidak tahu kemana, membawa kakinya melangkah memasuki keramain tersebut, sepanjang perjalanannya, semakin banyak hal lain yang ia temukan. Seorang anak yang dikejar oleh beberapa orang karena mencuri sepotong roti, seseorang yang ditarik paksa dan dilemparkan ke jalanan bersalju, seorang pria yang dengan leluasa melakukan pelecehan kepada seorang wanita tanpa seorangpun yang membantunya, hingga seseorang yang tengah dicambuk di hadapan semua orang.
Lian Hua berdigik ngeri, menyaksikan darah yang merubah salju yang putih. Satu hal yang ia sadari adalah, kesenjangan terlihat begitu jelas di sini. Mereka yang diperlakukan tidak manusiawi menggunakan pakaian putih yang sudah lusuh dan kusam, sedangkan orang-orang yang memperlakukan mereka dengan semena-mena menggunakan pakaian yang lebih baik.
Lian Hua berhenti di depan seorang wanita paruh baya, "bolehkan aku bertanya dimana ini?" tanyanya dengan mata yang terus meneliti keadaan di sekitar. Wanita paruh baya itu melihat Lian Hua dari atas hingga bawah, melihat pakaian berwarna biru langit yang digunakan oleh Lian Hua, wanita itu menjawab dengan malas, "kau tidak tahu ini dimana?" Lian Hua juga melihat wanita itu dari atas hingga bawah. Dia tidak menggunakan pakaian putih lusuh seperti yang lain, jadi Lian Hua bisa mengambil kesimpulan bahwasanya wanita ini adalah seorang bangsawan.
"Ini adalah perbatasan. Apa kau orang baru? Siapa tuanmu?"
Perbatasan? Saat ini ia berada di perbatasan? Bagaimana mungkin?
Lian Hua mengabaikan wanita yang memberinya tatapan tidak senang dari ujung matanya, akan tetapi Lian Hua abaikan dan melanjutkan perjalanannya. Sejauh ingatannya, sebelum tidak sadar, terakhir kali dirinya berada di tepi sungai. Lelah karena rasa penat mengakibatkan Lian Hua hilang kesadaran. Lalu apa mungkin seseorang menemukannya dan membawanya ke perbatasan?
Sepanjang perjalanan yang ia lalui, wanita bermata cerah itu tidak berhenti memerhatikan sekitarnya. Perbatasan tidak seperti yang ia pikirkan. Bukan penyiksaan tanpa henti seperti dugaannya yang terjadi di sini. Ia pikir semua penjahat akan di hukum, seperti di cambuk dan lain sebagainya seumur hidup, namun sejauh yang ia lihat tidak ubahnya dengan sebuah kota lain yang pernah ia kunjungi.
Mungkin hal yang paling mencolok di sini adalah bagaimana para pelaku kejahatan atau mereka yang dibuang diperlakukan dengan semena-mena oleh mereka yang berada dalam status sosial yang lebih baik. Mereka semua, seakan tidak memiliki harga diri.
Lian Hua berhenti saat dirinya melihat sekelompok orang berbaju putih, salah satu dari mereka adalah seorang anak perempuan yang mengingatkan Lian Hua kepada Shen Yandao.
Shen Yandao! Apakah bocah itu sudah sampai? Sudah berapa lama semenjak mereka berpisah? Dengan langkah kaki yang tergesa-gesa, Lian Hua menghampiri seorang penjaga yang sedang memegang sebuah botol arak. Penjaga itu terlihat setengah mabuk dengan wajah yang memerah. "Apa kau tahu dimana orang-orang dari kerajaan Yishu berada?" Pria itu menyipitkan matanya, memandangi Lian Hua bodoh. "Hah? Apa maksudmu? Kau bertanya kepadaku dimana orang-orang Yishu? Apa kau sedang menyuruku untuk memeriksa satu-persatu siapa saja yang berasal dari Yishu?" Penjaga itu berdiri sempoyongan, ucapannya juga tidak begitu jelas.
Lian Hua menggerutu, ia menghembuskan kata 'tidak berguna' tanpa disadari oleh si penjaga.
"Orang-orang yang baru datang, dimana mereka?"
"Oh... Biasanya orang-orang yang baru datang akan langsung 'dilepas' setelah sampai perbatasan. Jika kau sedang mencari seseorang, kau bisa bertanya kepadaku, aku akan membantumu dengan senang hati, cantik." Tangan penjaga itu dengan nakal mencolek dagu Lian Hua, dengan kasar Lian Hua menyingkirkan tangan itu dari hadapannya.
"Kau pikir apa yang sedang aku lakukan? Aku sedang bertanya kepadamu! Tetapi kau tidak berguna sama sekali! Jangan sentuh!" Lian Hua memperingatkan. Ia mengambil belati dari balik lengannya. Saat dirinya terbangun, ia melihat belati miliknya juga berada di sisinya.
Penjaga itu mengangkat tangannya, namun jelas bukan karena takut, malah senyuman menjijikkan semakin jelas dari wajah itu. "Kalau begitu siapa yang kau cari? Mungkin aku bisa membantu."
"Seorang anak laki-laki. Dia mungkin baru saja datang."
"Oh! Kau sedang mencari anak-anak? Biasanya anak-anak ditampung di sebuah bangunan tua di atas sana." Si penjaga mengangkat tangannya, mengarahkannya ke arah sebuah gunung yang ada di belakangnya.
"Mereka akan menampung anak-anak itu selama beberapa bulan. Tetapi jika sudah penuh maka mereka akan dibuang bersama dengan orang tua mereka yang tidak berguna! Hahaha, kasihan sekali, hanya karena orangtua mereka, anak-anak itu juga harus ikut menderita di sini." Pria ini berkata kasihan namun wajahnya tidak terlihat kasihan sama sekali. Lian Hua yang tidak menyukai pria ini, dengan kasar memberikan sebuah pukulan pada wajah itu sebelum pergi. Ini adalah perbatasan, siapapun bisa melakukan apapun yang mereka mau.
...
Berjalan mendaki bukit sepertinya adalah hal yang cukup sulit bagi sang putri yang setiap bepergian hanya perlu duduk di atas tandunya yang nyaman. Baru beberapa menit berlalu, namun kakinya sudah ingin menyerah. Nafasnya memburu, serta peluh membanjiri pelipisnya di tengah dinginnya salju. Ia hanya ingin memastikan apakah Shen Yandao benar-benar sudah sampai atau belum.
'Dug!!!' telinganya menangkap sesuatu yang terjatuh. Bunyinya cukup keras. "Kau! Kurangi ajar! Aku akan memberikan hukuman untukmu!" Suara itu berganti dengan pemukulan.
"Aku hanya ingin bertemu dengan ibuku! Aku ingin bertemu ibuku!"
Lian Hua terpaku sebab ia mengenali suara itu dengan jelas.
Yanyan!
.........
Mohon tinggalkan vote-nya ya~~
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bloom of Your Flower
Narrativa StoricaWanita Penghibur Pangeran Putri yang tertukar versi kerajaan! Putri Lian Hua adalah gadis paling beruntung di seluruh kerajaan. Selain karena dia adalah satu-satunya anak perempuan dari sekian banyak pangeran, Raja dan Ratu menyayanginya. Semua kak...