16 | "2017"

50 16 5
                                    

Vote dulu sebelum bacaa🫵🏻

~play lagu di atas~

n enjoy, guyss🫶🏻

~~~~~~

Baskara's House, 13.46

Setelah kejadian dua hari kemarin, Baskara merasa ada yang mengganjal di hatinya. Sebetulnya ia juga tidak tega melakukan hal ini kepada Leandra. Namun, apa boleh buat?

Baskara selalu merasa dirinya belum pantas untuk Leandra. Hingga akhirnya, sebelum membawa Leandra melangkah lebih jauh.. ia memutuskan untuk memberi sedikit jarak. Tapi lagi-lagi ia berpikir, apa caranya terlalu kejam? Apa ini akan menorehkan lara pada hati Leandra?

Siang menuju sore ini, Baskara tengah melamun di halaman rumahnya, tanpa ada sajian apapun di sana. Tatapannya tertuju ke sembarang arah.

"Apa cara saya salah?" gumamnya dalam hati.

Pak Jaya yang melihat Putranya menyendiri di halaman depan, menghampiri lalu duduk di bangku sebelahnya.

"Kenapa?" tanya Papa sembari menepuk pundak Baskara.

Baskara menggeleng dan memberikan senyum tipis walau terasa berat. "Nggak apa-apa," jawabnya.

"Lusa kemarin, setau Papa ada Leandra ke sini? Memangnya kalian nggak janjian dulu buat ketemu? Sampai akhirnya Leandra harus nyusul ke sana, kan?" ucap Papa.

Baskara hanya mengangguk, tidak ada kata yang bisa ia lontarkan saat ini. Pikirannya terlalu berat, rasa bersalah kian menghantui dirinya saat ini.

"Ketemu?" tanya Papa lagi, Papa melihat gerak gerik Baskara yang sepertinya tidak tenang. Baskara hanya menunduk memainkan jari-jarinya.

"Ketemu, Pa."

"Lagi kenapa? Biasanya sering ketemu, Papa liat sekitar satu mingguan ini kalian jarang ketemu," ujar Papa, banyak pertanyaan yang Papa pendam selama satu minggu ini, ada yang aneh perihal Baskara dan Leandra.

"Leandra lagi sibuk, Pa. Banyak kerjaan mungkin di rumah sakitnya," jawab Baskara sekenanya.

Papa mengerutkan alisnya, sebab ia tau. Sesibuk apapun mereka berdua, pasti menyempatkan waktunya untuk bertemu di sela-sela waktu luangnya. Entah itu saat makan siang atau sepulang bekerja.

"Kenapa ga disamperin ke rumah sakit, Bang? Kasih semangat, dong. Siapa tau lagi sibuk begitu kan pasti capek, butuh support."

Perkataan itu membuat Baskara menegakan pandangannya, lalu mengalihkan pada Papanya. Binar matanya redup saat ini, seperti ada yang hilang dari dirinya. "Memangnya gapapa kalau Abang samperin?" tanya Baskara, membuat Papanya semakin kebingungan.

"Loh? Biasanya kan kamu memang selalu nyamperin?"

Baskara menggigit bibirnya. "Ck! Malah nanya begitu sih, Bas!" gerutunya dalam hati.

"E-engga, maksud Abang, kan Leandranya lagi sibuk gitu loh, Pa," ucapnya kikuk.

Papa menggeleng, lalu menatap Baskara penuh rasa penasaran. "Papa gak yakin kalau gak kenapa-napa," ujarnya menelisik.

Baskara menyerah, ia menghela napasnya panjang, lalu berkata, "Baskara sebenarnya lagi bikin jarak sama Leandra, Pa," lirihnya.

Tepat sasaran! Pak Jaya berhasil memancing Baskara untuk berkata yang sebenarnya. "Baskara rasa, Leandra terlalu sempurna. M-maksudnya, Abang pikir, Leandra harusnya bisa dapetin yang lebih baik dari Baskara, Pa," sambungnya.

Pak Jaya tertawa ringan, lalu menepuk pundak Putranya. "Karena itu?" ucapnya sambil terkekeh kecil.

"Bang, kamu tuh udah dewasa. Seharusnya tau mana yang bisa jadi jalan terbaik. Manusia itu gak ada yang sempurna, kalau Abang rasa Leandra sudah sempurna, itu salah. Memangnya kamu sudah mengenal Leandra lebih dekat? Siapa tau, Leandra bisa jauh lebih sempurna karena disempurnakan sama kamu," jelas Pak jaya menenangkan.

"Manusia itu ditakdirkan berpasang-pasang untuk saling menyempurnakan. Jangan terlalu merendah, sisi Leandra yang belum sempurna, bisa Abang sempurnakan. Ngerti maksud Papa?" lanjut Papa, Baskara mengangguk meski masih tampak kebingungan apa maksud dari Papanya itu.

"Leandra anak baik, Bang. Apa kamu gak mau, jalin hubungan yang lebih jelas bareng dia?" ucap Papa.

"Papa rasa, ini sudah cukup jauh untuk tahap saling mengenal, jangan gantung perasaan perempuan, gak baik," sambung Papa, setelahnya.. ia pergi meninggalkan Baskara sendiri lagi. Memberi ruang untuk Putranya berpikir lebih jauh, dan lebih bijak.

Beberapa perkataan Sang Papa membuatnya semakin bingung akan rasa ini. Di sisi lain, ia juga mungkin saja mencintai Leandra. Di satu sisi lainnya.. ia merasa belum terlalu cukup untuk Leandra.

"Arghh!" geramnya seraya mengusap kasar wajahnya.

****

Rumah Sakit, 15.18

Pekerjaan Leandra akhirnya selesai, hari ini terasa lebih berat dari biasanya meski tidak terlalu banyak pasien yang datang. Apa mungkin karena kehilangan satu semangatnya?—Baskara.

Leandra kini tengah merapikan barang-barangnya di meja, bersiap untuk segera pulang karena sudah cukup penat atas pekerjaannya.

Matanya sayu, senyum cerianya pudar beberapa hari ini. "Dok, are you oke?" tanya asistennya yang sedari tadi melihat Leandra tidak seperti biasanya.

Leandra memberikan senyuman manis khas dirinya, lalu mengangguk kecil. "i'm okee," ucapnya.

**

Di tengah perjalanannya menuju parkiran, langkahnya terhenti saat ada seseorang yang menghadangnya di depan. Ia berusaha menghindar, tapi tidak berhasil.

"Permisi, saya mau pulang," ucapnya tegas dengan pandangan menunduk.

Seseorang itu tidak menghiraukan apa yang Leandra ucapkan, ia tetap berdiri di hadapan Leandra. "Permisi, jangan halangi jalan saya," ucap Leandra lebih tegas dan menekankan nadanya.

Leandra menghela napasnya panjang, lalu menegakan pandangannya, sorot matanya tajam. Suasana sore rumah sakit yang sepi, membuat semuanya menjadi lebih tegang.

"Saya tau ini kamu, bisa minggir?" gumamnya menatap tajam mata pria di hadapannya. Ya, itu Baskara.

"Saya mau bicara sama kamu," ujar Baskara.

"Saya nggak, permisi, ya." Leandra tidak menghiraukan keberadaan Baskara, ia melangkah lebih jauh saat ini.

Baskara membuang napasnya kasar, lalu mengejar wanita itu sebelum benar-benar pergi. "Leandra, tolong," ucapnya memohon, sembari tetap mengikuti langkah tergesa Leandra menuju parkiran.

Hingga akhirnya, langkah keduanya terhenti di tengah-tengah parkiran. Napas Leandra tak beraturan menahan rasa kesalnya, lalu ia membalikan tubuhnya pada pria tinggi tegap itu. "Kenapa?" ucapnya dengan nada cukup tinggi.

"Saya bisa jelasin soal beberapa hari kemarin, kasih saya waktu dulu, ya?" Baskara berusaha tetap tenang.

"Di lobby," tegas Leandra, lalu berjalan mendahului Baskara.

**

Lobby Rumah Sakit

Keduanya sudah berada pada satu bangku yang sama. Leandra masih memasang wajah datarnya, sementara Baskara mencoba untuk berbicara.

"Leandra, s-saya minta maaf soal dua hari kemarin. Saya lagi sibuk saat itu, mengurus kepulangan para prajurit di Pulau Sebatik, saya minta ma—" ucapannya terhenti, Leandra menyela, "Soal itu? Gapapa, saya gak permasalahkan itu, kok."

"Cuma itu? Saya mau pulang kalau gitu," ucap Leandra bangkit dari duduknya.

"Bukan cuma itu, Leandra." Baskara menahan tangan Leandra dalam genggamannya sehingga langkah Leandra kembali terhenti.

**

"Cinta bukan tentang kesempurnaan, tapi tentang keberanian untuk melangkah bersama dalam ketidaksempurnaan."



Bersambung...✨

Akhirnya.. sampai di titik konflik kecil ini, guys🤏🏻

Jangan lupa vote, yaaa!! Tunggu kelanjutannya nanti, see you💋

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Atma dan RenjananyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang