18+ area, please be wise.
[Retitle from DARK PARADISE to EXSUPERARE INFERNUM]
🖤🖤🖤🖤🖤
Di balik kehangatan pelukan, ada rahasia yang terungkap.
Di balik tawa, ada bisikan dosa yang tak terlihat.
Di balik cinta, ada takdir yang berlumur darah.
Sem...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🖤🖤🖤
50 vote untuk next chapter, bisa?
🖤🖤🖤
Cahaya matahari pagi perlahan masuk melalui celah tirai di kamar Alarik dan Irina, meskipun hanya Irina yang tidur di kamar itu.
Irina bersandar di tempat tidurnya, mengenakan pakaian tidur tipis, tetapi matanya yang sembab menunjukkan bahwa malam tadi ia hampir tidak tidur.
Pikirannya terus bergulat dengan kenyataan baru tentang suaminya, Alarik—sosok yang ternyata bukan manusia biasa, melainkan makhluk abadi paling kuat yakni Lucifer.
Jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, tetapi Irina masih enggan untuk beranjak dari tempat tidur. Tatapannya kosong, hampir seluruh bagian wajahnya juga memerah.
Lamunan Irina buyar ketika mendengar pintu kamar yang di ketuk dari luar. Irina yang lemas itu menunggu orang di luar sana berbicara tanpa harus ia tanya.
"Nyonya, saya membawakan sarapan. Boleh saya masuk?" Ternyata, itu adalah seorang pelayan.
Irina memejamkan mata, mencoba menenangkan gejolak di dalam dadanya. Ia belum siap bertemu siapa pun, bahkan untuk hal sesederhana menyentuh makanan.
"Bawa lagi saja, aku akan makan nanti." Jawab Irina susah payah mengeluarkan suara keras.
Pelayan itu sempat ragu, meskipun akhirnya ia menurut dan membawa kembali troli makanan yang sebelumnya ia bawa.
Sesampainya di lantai bawah, Alarik menatap troli makanan yang dibawa kembali oleh seorang pelayan dari lantai atas. Mulutnya masih mengunyah makanan yang sedang ia makan, meskipun tak secepat sebelumnya.
"Dia menolaknya?" Tanya Alarik saat troli itu mendekat.
"Ya, Tuan. Nyonya tidak membuka pintu, tetapi beliau hanya berkata ingin sarapan nanti saja. Jadi, saya bawa kembali makanan untuk Nyonya."
Alarik terdiam sejenak kemudian mengangguk. "Baiklah, kau bisa melanjutkan pekerjaanmu."
Setelah pelayan itu pergi dari meja makan, Alarik langsung menghela nafas dan bersandar pada kursi yang ia sedang duduki.
Tangannya memijat pelipisnya yang berdenyut. Alpukat yang telah dihidangkan di depannya kini terasa hambar, padahal sebelumnya alpukat itu sangat manis.
Memang ... Perasaan yang pasangan kita sedang rasakan, ternyata sangat berpengaruh terhadap diri kita sendiri. Contoh sederhananya adalah rasa makanan yang sedang disantap.
Meskipun berat hati, Alarik membiarkan Irina mengurung dirinya di kamar dan menolak sarapan yang dibuat untuknya.
Irina pasti butuh waktu, dan Alarik paham itu. Setelah semua yang terjadi akhir-akhir ini ... Semuanya memang sangat berat dan sulit untuk diterima.