24. FELICIO DAN ALINA : Sepasang Kekasih yang tak Terpisahkan

12 10 1
                                    

Pagi itu, langit cerah, dan Felicio sudah berdiri di depan rumah Alina seperti biasa. Mereka berdua punya rutinitas tak tertulis—Felicio selalu menjemput Alina sebelum berangkat ke sekolah, meskipun mereka beda kelas. Bagi Felicio, jarak antar kelas bukanlah masalah besar. Sudah bertahun-tahun mereka menjalin hubungan, dan Felicio tahu bahwa waktu yang mereka habiskan bersama setiap pagi adalah salah satu momen favoritnya.

“Udah nunggu lama?” suara lembut Alina memecah keheningan pagi.

Felicio tersenyum hangat begitu melihat kekasihnya keluar dari rumah. “Enggak kok, baru aja. Siap buat hari ini?”

Alina mengangguk, sambil membetulkan tali tasnya. “Selalu siap kalau sama kamu,” katanya sambil tersenyum malu.

Mereka pun berjalan berdampingan menuju sekolah. Di sepanjang jalan, mereka bercanda dan berbicara tentang berbagai hal, mulai dari tugas sekolah hingga rencana kencan di akhir pekan. Suasana di antara mereka selalu hangat, seperti pagi yang selalu mereka lewati bersama. Felicio dan Alina, meski sudah bertahun-tahun bersama, tidak pernah kehabisan topik untuk dibicarakan. Tawa mereka selalu mudah mengalir, membuat waktu berjalan cepat.

Sesampainya di sekolah, mereka harus berpisah menuju kelas masing-masing. Namun, kelas yang hanya dipisahkan oleh dinding membuat mereka merasa dekat meskipun tidak duduk bersama. Kadang-kadang, di sela-sela pelajaran, Felicio mengintip ke jendela kelas sebelah untuk memastikan Alina baik-baik saja. Dan ketika mata mereka bertemu, selalu ada senyum kecil yang membuat Felicio merasa semua beban hari itu terangkat.

Waktu istirahat adalah saat yang paling mereka nantikan. Felicio selalu menjemput Alina di depan kelas, lalu mereka pergi ke kantin bersama, duduk di sudut favorit mereka. Meski ramai, mereka selalu bisa menemukan ruang kecil untuk berbagi cerita dan makanan. Felicio tahu betul makanan kesukaan Alina—bakwan kawi dan es matcha. Sering kali, sebelum Alina sempat berkata apa-apa, Felicio sudah lebih dulu memesan untuknya.

“Kok kamu hafal banget sih? Apa aku terlalu predictable?” tanya Alina sambil tertawa kecil saat Felicio meletakkan bakwan kawi di hadapannya.

Felicio mengangkat bahu sambil tersenyum, “Nggak. Aku cuma tau apa yang kamu suka. Lagipula, kamu tetap selalu bikin aku penasaran kok.”

Alina menatap Felicio dengan penuh cinta. Di matanya, Felicio bukan hanya pacar yang selalu ada, tapi juga sahabat terbaik yang memahami dirinya tanpa banyak bicara. Hubungan mereka bukan hanya soal asmara remaja biasa, tetapi tentang saling mendukung dan tumbuh bersama.

Seusai sekolah, mereka pulang bersama lagi. Felicio selalu memastikan Alina sampai di rumah dengan selamat. Bahkan, jika ada waktu, ia tak segan-segan menghabiskan sore di rumah Alina untuk sekadar ngobrol atau belajar bersama.

Sore itu, setelah mengantar Alina pulang, mereka duduk di ruang tamu rumah Alina yang nyaman. Alina mengambil beberapa buku, pura-pura serius belajar, meskipun perhatiannya sebenarnya tertuju pada Felicio yang sedang asyik menggambar sesuatu di buku catatan kecilnya.

“Kamu gambar apa, Fel?” tanya Alina sambil mendekatkan diri, penasaran.

Felicio menutup buku itu dengan cepat, tersenyum misterius. “Rahasia.”

Alina tertawa dan mencoba merebut buku itu dari tangan Felicio, tapi Felicio dengan cekatan menjauhkan buku itu darinya. “Ayolah, aku mau lihat!”

“Belum selesai,” kata Felicio sambil tertawa. “Nanti kalau udah jadi, aku kasih lihat deh.”

Alina mengerutkan hidungnya, tapi senyum tetap menghiasi wajahnya. Momen-momen kecil seperti ini, bagi Alina, adalah hal-hal yang membuatnya jatuh cinta lagi dan lagi pada Felicio. Sifat Felicio yang tenang, perhatian, dan selalu membuatnya tertawa menjadi alasan kenapa Alina tidak pernah ragu akan hubungan mereka.

Ketika matahari mulai terbenam, Felicio memutuskan untuk pulang. Sebelum pergi, ia berdiri di depan pintu rumah Alina, menatapnya dengan tatapan hangat yang selalu membuat hati Alina berdebar.

“Besok jemput aku lagi, ya,” kata Alina sambil menggigit bibir bawahnya, sesuatu yang ia lakukan ketika merasa malu.

Felicio mengangguk, “Selalu. Aku nggak akan pernah bosan jemput kamu, Al.”

Alina tersenyum lebar. “Makasih ya, Fel, buat semuanya. Aku nggak tahu apa jadinya kalau aku nggak punya kamu.”

Felicio hanya tersenyum, lalu berkata dengan suara lembut, “Aku juga. Kamu satu-satunya alasan aku bangun pagi setiap hari.”

Kata-kata Felicio membuat hati Alina meleleh. Sebuah perasaan hangat menjalari tubuhnya, dan saat Felicio pergi, ia masih bisa merasakan efek dari kata-kata itu di dalam hatinya.

Keesokan harinya, rutinitas yang sama terulang. Felicio menjemput Alina, mereka berangkat ke sekolah bersama, dan menghabiskan waktu istirahat dengan canda dan tawa. Setiap momen kecil bersama Felicio membuat Alina sadar betapa beruntungnya ia memiliki seseorang yang begitu peduli padanya.

Hubungan mereka yang sudah berjalan lama membuat teman-teman di sekolah tak henti-hentinya iri. Mereka sering disebut sebagai “couple goals”—pasangan sempurna yang saling mendukung, penuh perhatian, dan tampak bahagia dalam kebersamaan mereka.

Bagi Felicio dan Alina, hubungan mereka bukan sekadar romantisme remaja. Mereka tumbuh bersama, saling menguatkan, dan meski ada tantangan di depan, mereka tahu bahwa cinta mereka kuat. Bahkan jika mereka terpisah oleh ruang kelas, oleh waktu, atau bahkan oleh masa depan yang tak pasti, Felicio dan Alina selalu percaya bahwa mereka akan selalu menemukan jalan untuk kembali bersama.

Karena bagi mereka, cinta adalah tentang kebersamaan dalam segala hal—baik suka maupun duka. Dan selama mereka masih bisa tertawa bersama, mereka tahu bahwa mereka akan baik-baik saja.




Dan begitulah cerita Felicio dan Alina—dua hati yang saling menemukan di tengah rutinitas sederhana. Kadang cinta nggak butuh sesuatu yang mewah, cukup dengan tawa kecil, percakapan ringan, atau sekadar langkah beriringan di pagi hari.

Nah, gimana menurut kalian? Pernah nggak ngerasain momen manis yang bikin hari-hari biasa jadi luar biasa? Kalau iya, yuk ceritain di sini! Kalau belum, tenang aja, mungkin cerita seru kalian sedang menunggu di depan pintu, sama seperti Felicio menunggu Alina. Sampai jumpa di kisah selanjutnya!



Euphoria : Fly to the moonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang