Teras Siswa selalu jadi tempat favorit bagi siswa SMA untuk nongkrong. Kedai kecil yang strategis, terletak dekat dengan persawahan, menawarkan suasana sejuk yang jarang ada di kota. Tidak heran jika tempat ini selalu ramai, terutama sepulang sekolah.
Sore itu, Antariksa, Kaiven, Evan, Felicio, Zavier, dan Rafael berkumpul di salah satu meja di pojok. Mereka memesan minuman dingin dan camilan sederhana sambil menikmati suasana santai.
“Lo kok hobi banget sih godain Antariksa sama Aurora, Ev?” tanya Kaiven sambil mengaduk minumannya.
Antariksa, yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya, langsung menatap Kaiven, kemudian menoleh ke arah Evan.
Evan tertawa kecil. "Gapapa lucu aja."
Antariksa hanya mengangguk kecil, menahan senyum.
“Namanya juga adeknya Kai, ya gitu, berantem terus,” sambung Felicio dengan nada bercanda.
“Kayak adeknya si Rafael, tuh. Nakalnya minta ampun, mana suka nonjok-nonjok lagi,” Zavier ikut menimpali.
“Hih, nggak mau deh gue punya adik cowok,” ucap Kaiven sambil bergidik. “Enakan punya abang.”
“Emang apa enaknya punya abang?” tanya Rafael, penasaran.
Kaiven menjawab cepat, “Bisa dijadiin panutan, bisa dijadiin teman juga.”
“Tapi nggak enaknya suka nyuruh-nyuruh,” timpa Kaiven lagi.
“Emang iya, Zav?” Rafael menoleh ke Zavier yang hanya diam, seolah sedang mengingat sesuatu.
Rafael, yang mulai kesal karena tak mendapat jawaban, menyenggol lengan Zavier. Namun, Zavier hanya mengangkat bahu sambil tersenyum tipis.
“Tuh, lihat! Sok misterius lagi,” gerutu Rafael.
Tawa pecah di meja mereka, membuat suasana semakin hangat.
── ⋆⋅☆⋅⋆ ──
K
amar Hazel
Sementara itu di tempat lain, Aurora dan Lyra sedang berbincang santai di kamar Hazel.“Jadi petani itu susah nggak sih, Ra?” tanya Lyra tiba-tiba.
Aurora menoleh dan menjawab, “Ya ada plus-minusnya.”
Tak lama, Hazel datang membawa nampan berisi air minum dan camilan.
“Eh, lagi bahas apa?” tanya Hazel sambil menaruh nampan di meja kecil.
“Lyra nanya, susah nggak sih jadi petani,” jawab Aurora sambil tersenyum kecil.
Hazel mengangkat alis, lalu menatap Lyra. “Emang lo mau jadi petani, Ly?”
Lyra tertawa kecil. “Kepo aja sih. Boleh kan, Ra?” tanyanya sambil melirik Aurora.
Aurora hanya mengangguk sambil tersenyum tipis.
Hazel duduk di dekat mereka dan tiba-tiba bertanya, “Ra, lo nggak pernah ilfeel gitu sama Antariksa?”
Aurora langsung menggeleng pelan.
“Percuma, Zel. Mau lo bolak-balik Aurora juga nggak bakal ilfeel sama Antariksa. Mau lihat Antariksa makan mie pakai tangan pun, yang namanya cinta ya tetap cinta,” celetuk Lyra sambil tertawa.
Hazel ikut tertawa kecil. “Ya udah deh.”
Setelah Lyra pamit ke kamar mandi, Hazel bertanya lagi, “Ra, lo pernah nggak mikirin negatif buat besok atau ke depannya setelah lulus?”
Aurora terdiam, memikirkan pertanyaan Hazel.
“Maksud lo apa?” tanya Aurora.
“Ya, biasanya kan lo mikir positif terus. Lo nggak pernah kepikiran negatifnya?”
Aurora mengangguk kecil. “Gue nggak mau terlalu overthinking, Zel. Intinya, yang berjalan sekarang ya dijalanin aja selagi senang. Kalau gue mikirin yang negatif, takutnya malah stres sendiri.”
Hazel tersenyum dan mengangguk, puas dengan jawaban Aurora.
── ⋆⋅☆⋅⋆ ──
Rumah Antariksa
Malamnya, di rumah Antariksa ramai seperti biasa. Kaiven, Felicio, dan Zavier berkumpul di ruang tamu yang sudah seperti markas mereka. Felicio dan Zavier sibuk bermain PlayStation, sementara Kaiven hanya menonton.Antariksa duduk di sofa, asyik menggulir layar ponselnya.
“Sa, gue mau nanya serius,” ucap Kaiven tiba-tiba.
Antariksa menoleh sekilas. “Soal apa?”
“Soal Aurora,” jawab Kaiven.
Antariksa meletakkan ponselnya dan duduk tegak. “Kenapa?”
“Kalau akhirnya nanti lo sama Aurora
gimana, Sa?” tanya Kaiven dengan nada serius.Antariksa terdiam. Pertanyaan itu sederhana, tapi membekas. Ia tidak langsung menjawab, hanya menatap lurus seolah sedang mencari jawaban yang tepat.
── ⋆⋅☆⋅⋆ ──
Di Kamar Aurora
Sementara itu, Aurora sedang membuka platform media sosial kelas. Di sana terdapat video saat mereka makan semangka bersama tadi siang.Ketika bagian Antariksa disorot kamera, Aurora tanpa sadar tersenyum sendiri. Namun, senyuman itu perlahan memudar saat teringat pertanyaan Hazel siang tadi.
Apa gue harus mikirin negatifnya hubungan ke depannya?” gumam Aurora pada dirinya sendiri.
Ia menghela napas panjang, merasa bimbang. Tak lama, Aurora memutuskan untuk tidur, berharap semua keraguannya bisa terjawab di hari esok.
"Jangan habiskan waktu mengkhawatirkan hal yang belum tentu terjadi. Nikmati dulu indahnya masa SMA."
Gimana? Cerita hari ini penuh warna, kan? Dari semangka segar hingga candaan yang bikin geli sendiri, semuanya terasa lebih hidup ketika dilakukan bersama. Ingat, kebahagiaan nggak perlu rumit. Kadang, hanya butuh tawa, semangka, dan teman-teman baik. Sampai ketemu di bab selanjutnya, Sobat Cerita! Tetap semangat menjalani hari dan jangan lupa bahagia, ya!

KAMU SEDANG MEMBACA
Euphoria : Fly to the moon
Ficção AdolescenteSelama tiga tahun, Aurora menyimpan rasa untuk Antariksa, teman sekelasnya yang penuh teka-teki. Selama 3 tahun Ia terus mengejar cinta yang tak pasti, bingung dengan perasaan Antariksa yang tak pernah jelas. Mungkin kisah mereka aneh, tapi bukankah...