Party Time part one

2.7K 132 0
                                    

Setelah Zen dan Kailla sampai di Ballroom yang sudah di penuhi oleh beberapa undangan pesta, Zen tidak pernah melepaskan tangannya yang berada di pinggang Kailla, semenjak mereka menginjakkan kakinya di ruangan itu.

Entah kenapa sejak Kailla berada disampingnya, Zen tidak mengalami phobianya itu, seolah-olah phobianya itu hanyalah imajinasinya belaka. Walaupun harus diakui, Zen tidak pernah melepaskan tangannya dari pinggang Kailla. Ia memposisikan Kailla untuk berdiri di sebelah kirinya, sehingga ketika ia bersalaman dengan siapapun ia tetap memegang tubuh Kailla.

Zen tidak dapat menggambarkan perasaannya ketika bersama dengan Kailla. Ia hanya dapat merasakan perasaan aman dan sesuatu yang asing. Sesuatu seperti perasaan menggelitik dan perasaan hangat yang menyrbar ke seluruh relung jiwanya. Jantungnya pun berdebar dengan cepat saat ia menyentuh tubuh Kailla, tetapi ada perasaan tidak rela saat ia tidak menyentuhnya.

Ia tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya. Mungkin karena saat ia bersama dengan wanita lain, phobianya selalu muncul dan membuatnya ingin cepat-cepat pergi dan meninggalkan wanita itu.

Dan yang mengherankan adalah... ketika ia berjabat tangan dengan wanita lain, phobianya tidak kambuh. Seolah-olah phobianya itu lenyap dengan kehadiran Kailla. Apakah ini pertanda bahwa Kailla benar-benar bisa menjadi obat anti depresannya dan mediator hipnoterapinya?

***

Tadinya Kailla berpikir bahwa menjadi pendamping Zen adalah pekerjaan yang mudah, mengingat ia hanya perlu berada di samping Zen selama pesta itu berlangsung. Tetapi Kailla setelah ia mengalami secara langsung apa yang sedang terjadi sekarang, ia benar-benar tidak yakin kalau pekerjaan itu adalah hal yang mudah.

Skinship* yang dilakukan oleh Zen kepadanya membuat Kailla merasakan gelenyar aneh pada seluruh tubuhnya. Seakan-akan sekujur tubuhnya itu teraliri oleh tegangan listrik yang membuatnya melayang. Debaran jantungnya juga menjadi tiga kali lebih cepat daripada biasanya. Kailla tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya.

"Zen..." bisik Kailla kepada Zen yang tengah sibuk berbincang dengan beberapa koleganya itu.

"Ada apa?" tanya Zen, saat ia mendengar Kailla sedang memanggil namanya itu.

"A... Aku perlu pergi ke restroom sebentar." ujar Kailla pelan.

"Baiklah. Jangan pergi lama-lama!" Jawab Zen. Tetapi bukannya melepaskan tangannya dari pinggang Kailla, ia malah mempererat pegangan tangannya itu dan mengecup pipi Kailla sebentar. Lalu ia melepaskan pegangan tangannya itu pada pinggang Kailla.

Kailla yang terkejut dengar kecupan tiba-tiba itu terdiam sejenak. Setelah beberapa detik kemudian, Kailla pamit untuk pergi kepada orang-orang yang sedang mengobrol dengan Zen. Lalu ia menganggukan kepalanya pelan dan segera bergegas pergi ke area restroom wanita.

"Wow..." ujar seseorang yang sedang mengobrol bersama Zen itu, setelah menghilangkan keterkejutannya saat melihat perbuatan impulsif yang dilakukan oleh sahabatnya itu.

"Aku tidak tahu bahwa phobiamu sudah hilang." Ujar Thomas. Thomas adalah sahabat karib Zen dan juga merangkap sebagai psikiater Zen.

"Iya juga yah. Aku baru menyadarinya saat kamu mengatakannya Tom." Ujar Felix yang juga merupakan sahabat Zen semenjak mereka sekolah di Harvard.

"You are really ignorance!" Sahut Bobby yang dari tadi hanya mendengarkan percakapan teman-temannya itu.

Selain keluarga Zen, ketiga sahabat karibnya itu memang mengetahui phobia yang telah di alami oleh Zen. Biasanya mereka akan menggoda Zen yang selalu memberikan cold shoulder kepada setiap wanita yang mendekati Zen, kecuali Thomas, karena ia adalah psikiater Zen.

Sewaktu Zen remaja, psikiater yang menanganinya adalah Ayah Thomas. Dan setelah Ayah Thomas pensiun, Thomas lah yang menggantikan posisi Ayahnya sebagai psikiater Zen. Karena penyakit Zen itu harus di jaga kerahasiaannya dari publik. Bagaimanapun juga image Zen sebagai pemegang kekuasaan tertinggi yang memegang seluruh Surya Sons & Co. harus terhindar dari kesan negatif. Phobianya terhadap wanita mungkin akan merusak citranya sehingga kerahasiaannya hanya boleh di ketahui oleh orang-orang tertentu saja.

Zen hanya diam saat teman-temannya sedang membicarakannya. Entahlah, ia tidak bisa berkonsentrasi dengan perbincangan yang dilakukan oleh sahabat-sahabatnya itu. Zen tidak mengerti pada dirinya sendiri, kenapa ia melakukan hal impulsif seperti mencium Kailla tadi? Kenapa ia merasa senang saat bisa mencium Kailla seperti tadi? Dan ketika Kailla meninggalkannya ada perasaan kehilangan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.

"Hei..." ujar Thomas yang menyadarkan Zen dari lamunannya itu.

"Apa?" Tanya Zen datar.

"Lucie Breeze mengajakmu berkenalan." Bisik Thomas. Ketika mendengar bisikan Thomas itu, Zen mengalihkan pandangannya kepada seorang wanita cantik yang mengenakan gaun berwarna merah menyala dan membungkus tubuhnya dengan ketat -gaunnya itu terlihat seperti kulit kedua wanita itu- sedang mengulurkan tangannya kelada Zen dan tersenyum menggoda.

"Zen." Ujar Zen dingin. Lalu ia berjabat tangan dengan wanita itu. Phobia Zen muncul lagi saat ia bersalaman dengan wanita itu. Seakan-akan ketidakhadiran Kailla membuat Phobia itu datang kembali kepada Zen. Zen segera melepaskan tangannya dari salaman itu. Thomas, Felix, dan juga Bobby yang menyadari perubahan sikap Zen langsung mengalihkan perhatian Lucie.

"Kau...?" Thomas berbisik dan tidak menyelesaikan perkataannya itu. Tetapi Zen sudah tahu, pertanyaan apa yang ingin diajukan oleh sahabatnya itu. Thomas ingin menanyakan apa phobianya itu muncul lagi? Zen hanya menganggukan kepalanya sedikit untuk menjawab pertanyaan tersirat Thomas itu.

"Aku ingin kita bertemu besok." Ujar Zen pelan kepada Thomas. Thomas hanya menjawabnya dengan anggukan kepalanya.

***

Skinship : kedekatan antara satu individual dengan individual yang lain. Seperti memegang tangan seseorang, mencium atau memeluk dsb.

Apa yang terjadi dengan Kailla?

Mau tahu banget apa mau tahu aja nih guys?

hehe...

To be continue to the next part!

Is (S)He?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang