A Lunch Date

2.9K 118 3
                                    

Zen menjemput Kailla ke rumahnya. Dan lagi-lagi, Zen tidak dapat bertemu dengan orang tua Kailla. Karena Papa Kailla sedang bekerja dan Mama-nya sedang pergi ke rumah temannya. Tadinya Zen ingin beramah-tamah dengan kedua orang tua Kailla dan juga berterima kasih kepada mereka, karena memperbolehkan anaknya untuk mengambil pekerjaan untuk mendesain pakaian seragam untuk Hotel Surya. Tetapi apa boleh buat? Mungkin sekarang memang bukan saat yang tepat bagi Zen untuk bertemu dengan kedua orang tua Zen.

"Apa kamu sudah siap?" tanya Zen pada Kailla yang sedang memakai blazer yang sudah disiapkannya di atas sofa. Kailla hanya menjawab pertanyaan Zen itu dengan anggukkan kepala. Mereka berdua keluar dari rumah Kailla. Setelah Kailla mengunci pintu rumahnya, ia segera mengikuti Zen yang sudah membukakan pintu mobil yang berada di kursi penumpang untuk Kailla. Kailla hanya tersenyum manis saat mendapat perlakuan manis seperti itu.

Tadinya Kailla tidak ingin membiarkan Zen masuk ke dalam rumahnya, tetapi karena Kailla ingin Zen melihat hasil kerjanya dan menanyakan apa yang kurang dari rancangan seragamnya itu, ia mebiarkan Zen masuk ke dalam rumahnya dan menunggunya di ruang tamu. Untungnya Zen tidak mengomentari tentang isi rumahnya itu, kalau saja ia berkata satu kata yang tidak enak untuk di dengar mengenai rumahnya, maka ia akan menendang Zen untuk keluar dari rumahnya.

Setelah Zen mengomentari tentang beberapa hal yang harus di rubah oleh Kailla mengenai rancangan setengah jadi Kailla itu, Kailla segera mencatatnya dan mengembalikan seragam itu ke ruang kerjanya.

***

Sesampainya mereka di restaurant yang Zen booking, mereka segera di antarkan oleh seorang pelayan Restaurant Eve. Setelah itu, mereka berbincang-bincang mengenai keseharian mereka selama mereka tidak bertemu. Yah, bisa dikatakan mereka seperti pasangan kekasih (walaupun mereka berdua tidak mau mengakuinya). Tidak beberapa lama kemudian mereka memesan makanan yang ada di menu Restaurant Eve kepada pelayan yang tadi memberikan daftar menu makanan kepada mereka.

Saat mereka sedang menyantap makanan yang telah di pesan oleh mereka, tiba-tiba saja ada seorang pria yang berdiri dari mejanya dan ada beberapa pemain musik -seseorang yang memainkan gitar, seorang lagi memainkan biola, seorang lagi bermain drum kecil, dan seorang yang memainkan saxophone- yang datang ke meja pria itu. Lalu pria itu bernyanyi Everything I Do-Bryan Adams diiringi oleh para pemain musik itu.

Kailla memandang pasangan itu dengan takjub. Zen yang melihat itu langsung menaikkan alisnya melihat perubahan ekspresi di wajah Kaila itu. Ia tidak pernah melihat ekspresi itu sebelumnya. Zen pun tersenyum saat melihat ekspresi Kailla itu. Ketika semua orang yang ada Restaurant itu sibuk melihat aksi romantis yang dilakukan oleh pria yang secara kebetulan mejanya berada di sebelah Zen dan Kailla, Zen malah sibuk melihat wajah dan juga ekspresi Kailla. Wajah wanita yang diam-diam memasuki relung hatinya dan memenuhinya dalam waktu yang cepat.

Dulu sekali, Zen pernah menyukai seorang wanita. Tetapi karena phobianya terhadap wanita, ia jadi tidak berani mendekati wanita itu. Karena pernah pada satu kejadian, saat wanita yang disukainya itu menyentuh Zen secara tidak sengaja saat ingin mengambil buku yang sama di perpustakaan sekolah, phobia Zen malah muncul dan menyebabkan ia segera pergi menjauh dari wanita itu. Dan semenjak kejadian itulah, Zen hanya bisa mengamati wanita yang ia sukai itu dari jauh.

Tetapi entah kenapa, perasaan yang Zen miliki untuk Kailla terasa berbeda dengan perasaan saat ia menyukai wanita itu. Hal itulah yang menyebabkan Zen tidak bisa mempercayai bahwa ia menyukai Kailla. Mungkin saja kan perasaan itu muncul karena ia termasuk ke dalam salah satu wanita yang tidak membuat phobianya itu muncul?

Setelah pria itu selesai menyanyi, pria itu berlutut di hadapan wanita, yang sekarang sedang berlinangan air mata dan menutup mulutnya. Kailla dapat melihat sorot mata wanita itu yang terlihat sangat tersanjung, senang dan juga terharu. Ketika pria itu berlutut dan mengeluarkan sebuah kotak biru yang dibukanya, ia memegang sebelah tangan wanita itu, lalu pria itu mengatakan 'Will you become my Woman and Moms for my future childs?' dan wanita itu hanya bisa menganggukan kepalanya. Seolah-olah tidak ada kata yang dapat keluar dari mulut wanita itu. Pria itu langsung berdiri dan menggendong wanita itu. Kailla pun ikut merasa senang saat melihat pasangan yang sedang berbahagia itu. Ia langsung bertepuk tangan untuk mereka, dan para pengunjung Restaurant dan waitress pun ikut bertepuk tangan untuk pasangan itu. Kailla masih tersenyum manis saat melanjutkan makannya yang tertunda tadi.

"Apakah kamu berharap untuk di lamar seperti itu?" tanya Zen tampak berbas-basi. Padahal di dalam benak Zen dia sedang merencanakan sesuatu, dan apa yang ia rencanakan itu akan dilaksanakannya atau tidak. Itu semua tergantung dengan jawaban yang akan di berikan oleh Kailla.

"Mungkin ya mungkin tidak." jawab Kailla dengan senyumannya yang mengandung banyak rahasia.

"Maksudmu?" tanya Zen tidak mengerti.

"Sejujurnya aku tidak tahu apakah aku ingin di lamar seperti itu atau tidak. Karena aku kan tidak mungkin menolak lamaran seseorang yang tidak aku sukai di depan umum, dan mungkin aku akan merasa lebih bahagia kalau yang melamar itu adalah pria yang aku sukai di tempat yang lebih private, tidak di perhatikan oleh banyak orang seperti tadi. Mungkin agar terasa feelnya? Dan kalau bisa yang tidak kalah romantis tentunya." jawab Kailla dengan mata menerawang. Zen hanya tersenyum saat mendengar jawaban Kailla itu.

"Aku tidak tahu kalau kamu termasuk orang yang romantis dan juga idealis?" Ujar Zen menggoda Kailla yang sekarang sudah berfantasi ria dan tersenyum-senyum tiada henti.

"Kau harus tahu... Bahwa setiap wanita memiliki impian romantisnya sendiri, saat di lamar oleh seorang pria yang kelak akan menemaninya seumur hidup."

"Benarkah?" tanya Zen lagi. Kailla hanya menjawabnya dengan anggukan kepala.

Zen sepertinya akan merealisasikan apa yang ada di otaknya sekarang. Tapi ada dua hal yang di urusnya terlebih dahulu. Menanyakan pendapat teman-temannya dan juga menunggu waktu yang tepat. Dia tidak boleh melakukannya dengan terburu-buru.

***

P.S: Mungkin kalian gak akan ngerti part ini. But I hope, part ini bakal nyambung sama part pertengahan yang udah aku buat di draftku. So, biarkan ini menjadi part membingungkan dulu yah guys. Harap sabar menunggu. Hehehe

Apa yang bakal aku bahas di part selanjutnya?

Kalo mau tahu langsung Check It out on the next part deh!

To Be Continue...


Is (S)He?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang